Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal

Image
  Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal sangat penting untuk mencapai hasil yang optimal. Berikut ini adalah beberapa contoh upaya kolaboratif yang dapat dilakukan: 1.       Kolaborasi antara tenaga medis dan bidan: Tim medis yang terdiri dari dokter, perawat, dan bidan dapat bekerja sama untuk memberikan pelayanan kesehatan yang holistik kepada ibu hamil dan bayi yang akan lahir. Dengan saling berbagi pengetahuan dan keterampilan, mereka dapat meningkatkan pemantauan kehamilan, memberikan perawatan prenatal yang tepat, dan menangani komplikasi saat melahirkan. 2.       Kemitraan antara lembaga kesehatan dan masyarakat: Kolaborasi antara fasilitas kesehatan, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat lokal dapat membantu meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan maternal dan perinatal. Misalnya, mengadakan kampanye penyuluhan dan program edukasi di komunitas mengenai perawa

Aspek Sosial pada anak dengan Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)



Aspek Sosial pada anak dengan Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)



Menurut Landau dkk (dalam Hersen, 2002) menyatakan bahwa sebagian besar anak dengan Attention-DeficitHiperactivity Disorder, untuk selanjutnya akan disingkat dengan ADHD, mengalami defisit pada keterampilan sosial. Peters dan Douglas (dalam Goldstein, 1995). Mendeskripsikan ADHD sebagai gangguan yang menyebabkan individu memiliki kecenderungan untuk mengalami masalah pemusatan perhatian, kontrol diri, dan kebutuhan untuk selalu mencari stimulasi.
Anak dengan ADHD tidak hanya menghadapi masalah penolakan akan tetapi juga menghadapi hambatan dalam berbagai aspek dalam fungsi sosialnya dengan teman sebaya (Hoza dkk, 2005). Anak dengan ADHD dapat tertinggal satu atau dua tahun dalam perkembangan sosial mereka.
Para ahli menyatakan bahwa keterlambatan perkembangan sosial yang dialami anak dengan ADHD berhubungan dengan ketidakmampuan anak dalam menangkap isyarat- isyarat sosial dan pesan-pesan nonverbal yang ada pada konteks-konteks sosial. Anak dengan ADHD cenderung memiliki sedikit pilihan respon untuk menghadapi situasi sosial dan lebih memilih respon agresif untuk menghadapi situasi sosial. Pola penolakan sosial biasanya akan muncul pada pertengahan masa kanak-kanak akibat rendahnya keterampilan sosial yang dimiliki anak dengan ADHD. Ditinjau dari faktor-faktor yang mempengaruhi keterampilan sosial, maka faktor yang berpengaruh pada defisit keterampilan sosial anak dengan ADHD yaitu faktor defisit kognitif dan defisit perilaku.
Anak dengan ADHD memiliki kekurangan dalam pemrosesan informasi dalam suatu interaksi sosial yaitu pada tahap encode dan pemahaman informasi. Proses encode informasi yang datang, anak harus memperhatikan perbuatan yang dilakukan oleh orang lain. Anak harus memperhatikan petunjuk-petunjuk sosial baik petunjuk sosial verbal maupun non-verbal. Anak dengan ADHD tidak terlalu memperhatikan pasangannya dalam suatu interaksi sosial yang dihadapinya. Pada saat mengartikan informasi sosial, anak harus memahami petunjuk-petunjuk sosial yang diberikan orang-orang yang terlibat dalam interaksi sosial. Anak dengan ADHD memiliki permasalahan pada tahap pertama dan kedua pemrosesan informasi, sehingga respon yang dipilihnya kurang tepat. Pemilihan respon yang tidak tepat juga dipengaruhi oleh minimnya pilihan respon yang diketahui anak dan perilaku impulsif yang membuat anak memberikan respon yang tidak sesuai. Sekitar 50-60% penderita ADHD didapatkan sedkitnya satu gangguan perilaku penyerta lainnya. Gangguan perilaku tersebut adalah gangguan belajar, restless-legs syndrome, ophthalmic convergence insufficiency, depresi, gangguan kecemasan, kepribadian antisosia, substance abuse, gangguan konduksi dan perilaku obsesif- kompulsif.
Penderita ADHD terjadi disorganisasi afektif, penurunan kontrol diri dan aktifitas yang berlebihan secara nyata. Mereka biasanya bertindak ‘nekat’ dan impulsif, kurang sopan, dan suka menyela pembicaraan serta mencampuri urusan orang lain. Sering kurang memperhatikan, tidak mampu berkonsentrasi dan sering tidak tuntas dalam mengerjakan sesuatu serta berusaha menghindari pekeijaan yang membutuhkan daya konsentrasi tinggi, tidak menghiraukan mainan atau sesuatu miliknya, mudah marah, sulit bergaul dan sering tidak disukai teman sebayanya. Tidak jarang mereka dengan kelainan ini disertai adanya gangguan pertumbuhan dan perkembangan, tetapi tidak didapatkan kelainan otak yang spesifik. Pada umumnya prestasi akademik mereka tergolong rendah dan minder. Mereka sering menunjukkan tidakan anti sosial dengan berbagai alasan sehingga orangtua, guru dan lingkungannya memperlakukan dengan tidak tepat dan tidak menyelesaikan masalah.
Masyarakat sering keliru memahami anak dengan ADHD. ADHD bukan gangguan jiwa. Perilaku yang ditampilkan anak ADHD yang tidak lazim dikarenakan mengalami kesulitan dalam menilai situasi akibat hambatan dalam perkembangan kognitif dan memiliki hambatan dalam perilaku adaptif. Bagi anak ADHD itu sendiri keberadaan dalam masyarakat tidak jarang menimbulkan ejekan, hinaan dari orang-orang disekitar yang akan mengakibatkan timbulnya rasa sedih, tidak aman, minder dan frustasi.
 

Comments

Popular posts from this blog

Konsep Cairan dan Elektrolit Tubuh

Makalah Konsep Dasar Teori Air Susu Ibu (ASI)