ATTENTION
DEFICIT HYPERACTIVITY DISORDER (ADHD)
Sejarah ADHD
ADHD
secara formal didokumentasikan oleh Prof. George F. Still, seorang dokter
Anak yang berasal dari Inggris pada tahun 1902, dimana beliau meneliti tentang ADHD. Hasil Penelitian terhadap
sekelompok anak yang menunjukkan suatu ketidakmampuan abnormal untuk memusatkan
perhatian yang disertai dengan rasa gelisah dan resah. Anak-anak itu mengalami
kekurangan yang serius dalam hal kemauan yang berasal dari bawaan biologis
bukan karena jeleknya pola asuh (Parenting) atau
faktor lingkungan tetapi gangguan tersebut diakibatkan oleh sesuatu di dalam
diri anak. Tetapi hipotesis yang berhubungan dengan ADHD pernah ada di tahun
1980 dan disediakan informasi yang lebih jelas lagi pada tahun 1987 tetapi
tidak terpublikasikan.
Hiperaktif
adalah gangguan tingkah laku yang tidak normal yang disebabkan disfungsi
neurologia dengan gejala utama tidak mampu memusatkan perhatian. Begitu pula anak
hiperaktif adalah anak yang mengalami Gangguan Pemusatan Perhatian dengan
Hiperaktivitas (GPPH) atau juga disebut denganAttention Deficit and Hyperactivity
Disorder
(ADHD). Kondisi ini juga disebut sebagai gangguan
hiperkinetik. Dahulu kondisi ini sering disebut Minimal Brain Dysfunction Syndrome.
Definisi ADHD
Attention
Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah
kelainan hiperaktivitas, kurang perhatian yang sering ditampakkan sebelum usia
4 tahun dan dikarakteristikkan oleh ketidaktepatan perkembangan, tidak
perhatian, impulsif dan. hiperaktif (Townsend, 1998).
Attention
Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD) adalah
suatu gangguan yang sebagian
besar sering teijadi
pada masa
kanak-kanak. Menurut Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM) IV,
ciri-ciri dari gangguan ini adalah sebuah pola hiperaktifitas, impullsifitas dan
adanya perhatian yang tidak sesuai dengan perkembangan anak (Parker dkk, 2004).
Attention
Deficit Hyperactivity Disorder atau ADHD adalah
sebuah gangguan perkembangan dan neurologis yang ditandai dengan sekumpulan
masalah berupa gangguan pengendalian diri, masalah rentang perhatian,
hiperaktivitas, dan impulsivitas yang menyebabkan kesulitan berperilaku,
berfikir, dan mengendalikan emosi yang dapat mengganggu kehidupan sehari-hari
(DSM-V, 2013).
ADHD
merupakan suatu kelainan perkembangan yang terjadi pada masa anak dan dapat
berlangsung sampai masa remaja. Gangguan perkembangan tersebut berbentuk suatu
spektrum, sehingga tingkat kesulitannya akan berbeda dari satu anak dengan anak
yang lainnya. Dalam kaitannya dengan pengertian ADHD ini, sekilas dapat dilihat
dari perjalanan ditemukannya gangguan ini.
Etiologi
ADHD
Faktor penyebab teijadinya
ADHD sebagai berikut:
Idiopatik
belum diketahui dengan
pasti
Genetik
Beberapa
studi yang meneliti anak kembar menunjukkan bahwa ADHD dapat diturunkan dalam
keluarga. Berarti, gen yang menyebabkan ADHD dapat berpindah dari orangtua ke
anaknya. Namun, faktor yang memicu ADHD dan cara menonaktifkan atau mengubah
gen tersebut untuk mengurangi gejala, menyembuhkan, atau mencegah terjadinya
ADHD masih belum diketahui.
Hasil
penelitian lain yang juga dilakukan oleh para ilmuwan di National Institute of Mental Health, (2000) menunjukkan adanya
kecenderungan bahwa ADHD teijadi secara genetik. Hal ini diteliti oleh Goodman dan Stevenson pada 238 pasang anak kembar,
ditemukan bahwa hiperaktif diderita pada 51% anak yang kembar identik dan 33%
pada anak yang kembar fratemal/non-identik. Anak- anak dengan ADHD biasanya
mempunyai setidak-tidaknya satu orang keluarga dengan ADHD. Setidaknya
sepertiga dari para ayah dengan ADHD pada masa kecilnya mempunyai anak dengan
ADHD pula. Saudara dekat seperti paman, tante, nenek, kakek yang menderita
ADHD, ada kemungkinan sekitar 5 kali akan diturunkan ke generasi berikutnya
dibandingkan dengan anak yang tidak mempunyai saudara dekat yang menderita
ADHD.
Struktur otak
Ada juga
studi yang menunjukkan bahwa ketebalan jaringan otak dapat menentukan
kerentanan anak terhadap ADHD. Semakin tipis jaringan pada bagian otak yang
mengendalikan kemampuan berkonsentrasi, maka semakin tinggi pula risiko ADHD.
Sedangkan proses pembentukan jaringan dapat sangat dipengaruhi oleh gen. Studi
menunjukkan bahwa seiring bertambahnya usia anak, ada kemungkinan jaringan otak
akan bertambah tebal, sehingga mengurangi gejala ADHD.
Lingkungan
Beberapa
penelitian menyatakan bahwa ADHD dapat disebabkan oleh faktor lingkungan.
Sebagai contoh, meminum alkohol atau merokok, keracunan kimia bensin, ibu
mengalami kejang saat kehamilan dapat mempengaruhi kesehatan dan pertumbuhan
bayi, terutama dalam pembentukan otak. Substansi yang ada di dalam rokok dan
alkohol dapat menyebabkan otak bayi tumbuh secara abnormal.
Ditemukan
bahwa alkohol dan nikotin pada rokok dapat menghambat perkembangan sel otak
janin. Konsumsi alcohol
selama hamil dapat
menyebabkan Fetal
Alcohol Syndrome, yaitu suatu kondisi dimana bayi
lahir dengan berat badan kurang, kemunduran intelektual, dan ketidaksempurnaan
bentuk fisik. Banyak anak yang lahir dengan F AS menunjukkan hiperaktivitas, inattention, dan impulsivitas seperti anak
dengan ADHD. Sedangkan obat-obatan seperti kokain dapat mempengaruhi sel-sel
reseptor otak yang berfungsi untuk mentransmisikan sinyal dari kelima indera
dan membantu mengontrol repson terhadap lingkungan. Beberapa kerusakan pada
sel-sel tersebut dapat mengarah pada ADHD.
Makanan
Fokus dari
penelitian yang baru adalah memahami peran makanan dalam timbulnya gejala ADHD.
Dua hal yang diteliti adalah zat aditif dan gula. Para peneliti berasumsi bahwa
kedua zat ini dapat mengubah metabolisme atau proses tubuh, termasuk cara otak
bekerja.
Faktor Biologis/resiko
Kelahiran
prematur, bayi yang lahir dengan berat badan rendah dan luka/trauma saat
kelahiran. Luka pada otak setelah kelahiran juga ditemukan berkaitan dengan
ADHD. Kemudian beberapa ahli menemukan bahwa area-area tertentu dari otak anak
ADHD, ukurannya lebih kecil dan aktivitasnya lebih sedikit sebanyak 5-10%
dibandingkan area normal. Ditemukan pula kaitan antara ADHD dengan zat-zat
kimia yang terdapat dalam sel otak (Tynan, 2005).
Selain itu, penderita ADHD diketahui mempunyai kerusakan pada frontal-limbic system
(National Institute of Mental Health, 2000).
Perspektif Perilaku
Hiperaktif
mungkin merupakan proses belajar, dimana teijadi modeling tingkah laku terhadap
orangtua atau teman. Orangtua pada anak yang hiperaktif akan sering memberi
perintah serta mempunyai hubungan interaksi yang negative. Ketika dilakukan pengobatan secara
simultan, perintah dan tingkah laku yang ditampilkan orangtua menurun. Jadi
dengan demikian perilaku anak hiperaktif juga menurun karena interaksi negative dengan orangtua menurun (Rose & Rose, 1982 dalam Kurtz, 2005).
Epidemiologi
ADHD
Attention-Deficit/Hyperactivity
Disorder (ADHD)
sering dianggap sebagai cacat kehidupan. Menurut data dari WHO (2005), terdapat
± 7-10% anak berkebutuhan khusus dari total populasi anak di dunia. Di Amerika
Serikat sekitar 3- 7%, sedangkan di negara Jerman, Kanada, dan Selandia Baru
sekitar 5-10%. Data Diagnotic
and Statistic Manual
(DSM IV) menyatakan bahwa, prevalensi anak dengan ADHD pada usia sekolah dasar
berkisar antara 3-7%. Hanya saja disayangkan, di Indonesia belum memiliki data
akurat dari prevalensi anak dengan ADHD. Namun berdasarkan data dari Badan
Pusat Statistik Nasional (BPSN), prevalensi tahun 2007 terdapat 8,3 juta anak
dari 82 juta anak Indonesia di antaranya adalah anak berkebutuhan khusus
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).
Penderita
ADHD lebih sering dijumpai pada anak laki-laki, rasio perkiraan anak laki-laki
dan anak perempuan adalah 3 : 1 dan 4 : 1 pada populasi klinis.3,5 Tipe
inatensi lebih banyak ditemukan pada wanita. Data pada komunitas lain
menunjukkan rasio 2:1. Seiring perkembangan jaman rasio laki-laki berbanding
perempuan mengalami penurunan akibat meningkatnya deteksi dini pada kasus ADHD.
Berdasarkan data ini disetiap kelas di USA akan dijumpai satu atau dua siswa
yang menderita ADHD, ini telah dibuktikan pada dalam suatu survei 2004.
Manifestasi
Klinik ADHD
Anak dengan
gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH) atau attention deficit and
hyperactivity disorder (ADHD) adalah
anak yang
mengalami gangguan
perkembangan, yang ditandai dengan sekumpulan masalah berupa ganggguan
pengendalian diri, masalah rentang atensi atau perhatian, hiperaktivitas dan
impulsivitas, yang menyebabkan kesulitan berperilaku, berfikir, dan
mengendalikan emosi:
- Inatensi atau
kesulitan memusatkan perhatian, seperti tidak mau mendengar, gagal menuntaskan
tugas-tugas, sering menghilangkan benda-benda, tidak dapat berkonsentrasi dalam
kurun waktu tertentu, perhatiannya mudah terganggu, suka melamun, pendiam,
harus diingatkan dan diarahkan terus-menerus, mudah bosan, tidak memperhatikan detail,
pelupa, Kemampuan organisasi yang buruk, Kemampuan akademis yang buruk, Tidak
memperhatikan saat diajak bicara,
- Impulsif atau
kesulitan menahan keinginan, seperti terburu-buru saat mendekati sesuatu, tidak
teliti, berani mengambil risiko, mengambil kesempatan tanpa pikir panjang,
sering mengalami celaka atau luka, tidak sabar, bicara tanpa henti dan suka
interupsi, Sulit berteman dengan anak lain, Sering menangis atau marah karena
tidak ada aktivitas, tidak dapat mengekspresikan perasaannya dengan baik, atau
tidak dapat menemukan hal yang disukai.
- Hiperaktif atau
kesulitan mengendalikan gerakan, seperti sangat sulit istirahat, tidak dapat
duduk lama, bicara berlebihan, menggerakkan jari-jari tak bertujuan (usil),
selalu bergerak ingin pergi atau meninggalkan tempat, mudah terpancing, dan
banyak berganti-ganti posisi/gerakan.
Penanganan
ADHD
Apa yang
perlu dilakukan orangtua, keluarga bila anak menunjukkan manifestasi klinis
seperti yang telah dibahas di atas, sebagai berikut:
- Membawa anak ke puskesmas
atau rumah sakit terdekat untuk diperiksa tenaga medis.
- Menindaklanjuti hasil
pemeriksaan dari tenaga medis dengan mengikuti petunjuk dan saran yang
diberikan.
- Memasukkan anak ke sekolah
yang sesuai dan kembangkan potensi yang dimiliki anak.
- Pemakaian obat tidak
menjadi satu-satunya cara penanganan, bisa menggunakan pendekatan kejiwaan
dalam upaya perbaikan kondisi anak.
- Membangun suasana emosi
positif dalam mendampingi anak, sehingga secara psikologis anak merasa dirinya
lebih diterima.
- Memberi perhatian positif
dan mengajak anak berperilaku baik.
- Memberi perintah yang
efektif dan langsung ke tujuan.
Comments
Post a Comment