Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal

Image
  Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal sangat penting untuk mencapai hasil yang optimal. Berikut ini adalah beberapa contoh upaya kolaboratif yang dapat dilakukan: 1.       Kolaborasi antara tenaga medis dan bidan: Tim medis yang terdiri dari dokter, perawat, dan bidan dapat bekerja sama untuk memberikan pelayanan kesehatan yang holistik kepada ibu hamil dan bayi yang akan lahir. Dengan saling berbagi pengetahuan dan keterampilan, mereka dapat meningkatkan pemantauan kehamilan, memberikan perawatan prenatal yang tepat, dan menangani komplikasi saat melahirkan. 2.       Kemitraan antara lembaga kesehatan dan masyarakat: Kolaborasi antara fasilitas kesehatan, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat lokal dapat membantu meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan maternal dan perinatal. Misalnya, mengadakan kampanye penyuluhan dan program edukasi di komunitas mengenai perawa

Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)




ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY DISORDER (ADHD)


Sejarah ADHD

ADHD secara formal didokumentasikan oleh Prof. George F. Still, seorang dokter Anak yang berasal dari Inggris pada tahun 1902, dimana beliau meneliti tentang ADHD. Hasil Penelitian terhadap sekelompok anak yang menunjukkan suatu ketidakmampuan abnormal untuk memusatkan perhatian yang disertai dengan rasa gelisah dan resah. Anak-anak itu mengalami kekurangan yang serius dalam hal kemauan yang berasal dari bawaan biologis bukan karena jeleknya pola asuh (Parenting) atau faktor lingkungan tetapi gangguan tersebut diakibatkan oleh sesuatu di dalam diri anak. Tetapi hipotesis yang berhubungan dengan ADHD pernah ada di tahun 1980 dan disediakan informasi yang lebih jelas lagi pada tahun 1987 tetapi tidak terpublikasikan.
Hiperaktif adalah gangguan tingkah laku yang tidak normal yang disebabkan disfungsi neurologia dengan gejala utama tidak mampu memusatkan perhatian. Begitu pula anak hiperaktif adalah anak yang mengalami Gangguan Pemusatan Perhatian dengan Hiperaktivitas (GPPH) atau juga disebut denganAttention Deficit and Hyperactivity Disorder (ADHD). Kondisi ini juga disebut sebagai gangguan hiperkinetik. Dahulu kondisi ini sering disebut Minimal Brain Dysfunction Syndrome.

Definisi ADHD

Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah kelainan hiperaktivitas, kurang perhatian yang sering ditampakkan sebelum usia 4 tahun dan dikarakteristikkan oleh ketidaktepatan perkembangan, tidak perhatian, impulsif dan. hiperaktif (Townsend, 1998).
Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD) adalah suatu gangguan yang sebagian besar sering teijadi pada masa kanak-kanak. Menurut Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM) IV, ciri-ciri dari gangguan ini adalah sebuah pola hiperaktifitas, impullsifitas dan adanya perhatian yang tidak sesuai dengan perkembangan anak (Parker dkk, 2004).
Attention Deficit Hyperactivity Disorder atau ADHD adalah sebuah gangguan perkembangan dan neurologis yang ditandai dengan sekumpulan masalah berupa gangguan pengendalian diri, masalah rentang perhatian, hiperaktivitas, dan impulsivitas yang menyebabkan kesulitan berperilaku, berfikir, dan mengendalikan emosi yang dapat mengganggu kehidupan sehari-hari (DSM-V, 2013).
ADHD merupakan suatu kelainan perkembangan yang terjadi pada masa anak dan dapat berlangsung sampai masa remaja. Gangguan perkembangan tersebut berbentuk suatu spektrum, sehingga tingkat kesulitannya akan berbeda dari satu anak dengan anak yang lainnya. Dalam kaitannya dengan pengertian ADHD ini, sekilas dapat dilihat dari perjalanan ditemukannya gangguan ini.


Etiologi ADHD

Faktor penyebab teijadinya ADHD sebagai berikut:

Idiopatik

belum diketahui dengan pasti

Genetik

Beberapa studi yang meneliti anak kembar menunjukkan bahwa ADHD dapat diturunkan dalam keluarga. Berarti, gen yang menyebabkan ADHD dapat berpindah dari orangtua ke anaknya. Namun, faktor yang memicu ADHD dan cara menonaktifkan atau mengubah gen tersebut untuk mengurangi gejala, menyembuhkan, atau mencegah terjadinya ADHD masih belum diketahui.
Hasil penelitian lain yang juga dilakukan oleh para ilmuwan di National Institute of Mental Health, (2000) menunjukkan adanya kecenderungan bahwa ADHD teijadi secara genetik. Hal ini diteliti oleh Goodman dan Stevenson pada 238 pasang anak kembar, ditemukan bahwa hiperaktif diderita pada 51% anak yang kembar identik dan 33% pada anak yang kembar fratemal/non-identik. Anak- anak dengan ADHD biasanya mempunyai setidak-tidaknya satu orang keluarga dengan ADHD. Setidaknya sepertiga dari para ayah dengan ADHD pada masa kecilnya mempunyai anak dengan ADHD pula. Saudara dekat seperti paman, tante, nenek, kakek yang menderita ADHD, ada kemungkinan sekitar 5 kali akan diturunkan ke generasi berikutnya dibandingkan dengan anak yang tidak mempunyai saudara dekat yang menderita ADHD.

Struktur otak

Ada juga studi yang menunjukkan bahwa ketebalan jaringan otak dapat menentukan kerentanan anak terhadap ADHD. Semakin tipis jaringan pada bagian otak yang mengendalikan kemampuan berkonsentrasi, maka semakin tinggi pula risiko ADHD. Sedangkan proses pembentukan jaringan dapat sangat dipengaruhi oleh gen. Studi menunjukkan bahwa seiring bertambahnya usia anak, ada kemungkinan jaringan otak akan bertambah tebal, sehingga mengurangi gejala ADHD.

Lingkungan

Beberapa penelitian menyatakan bahwa ADHD dapat disebabkan oleh faktor lingkungan. Sebagai contoh, meminum alkohol atau merokok, keracunan kimia bensin, ibu mengalami kejang saat kehamilan dapat mempengaruhi kesehatan dan pertumbuhan bayi, terutama dalam pembentukan otak. Substansi yang ada di dalam rokok dan alkohol dapat menyebabkan otak bayi tumbuh secara abnormal.
Ditemukan bahwa alkohol dan nikotin pada rokok dapat menghambat perkembangan sel otak janin. Konsumsi alcohol selama hamil dapat menyebabkan Fetal Alcohol Syndrome, yaitu suatu kondisi dimana bayi lahir dengan berat badan kurang, kemunduran intelektual, dan ketidaksempurnaan bentuk fisik. Banyak anak yang lahir dengan F AS menunjukkan hiperaktivitas, inattention, dan impulsivitas seperti anak dengan ADHD. Sedangkan obat-obatan seperti kokain dapat mempengaruhi sel-sel reseptor otak yang berfungsi untuk mentransmisikan sinyal dari kelima indera dan membantu mengontrol repson terhadap lingkungan. Beberapa kerusakan pada sel-sel tersebut dapat mengarah pada ADHD.

Makanan

Fokus dari penelitian yang baru adalah memahami peran makanan dalam timbulnya gejala ADHD. Dua hal yang diteliti adalah zat aditif dan gula. Para peneliti berasumsi bahwa kedua zat ini dapat mengubah metabolisme atau proses tubuh, termasuk cara otak bekerja.
Faktor Biologis/resiko
Kelahiran prematur, bayi yang lahir dengan berat badan rendah dan luka/trauma saat kelahiran. Luka pada otak setelah kelahiran juga ditemukan berkaitan dengan ADHD. Kemudian beberapa ahli menemukan bahwa area-area tertentu dari otak anak ADHD, ukurannya lebih kecil dan aktivitasnya lebih sedikit sebanyak 5-10% dibandingkan area normal. Ditemukan pula kaitan antara ADHD dengan zat-zat kimia yang terdapat dalam sel otak (Tynan, 2005). Selain itu, penderita ADHD diketahui mempunyai kerusakan pada frontal-limbic system (National Institute of Mental Health, 2000).

Perspektif Perilaku

Hiperaktif mungkin merupakan proses belajar, dimana teijadi modeling tingkah laku terhadap orangtua atau teman. Orangtua pada anak yang hiperaktif akan sering memberi perintah serta mempunyai hubungan interaksi yang negative. Ketika dilakukan pengobatan secara simultan, perintah dan tingkah laku yang ditampilkan orangtua menurun. Jadi dengan demikian perilaku anak hiperaktif juga menurun karena interaksi negative dengan orangtua menurun (Rose & Rose, 1982 dalam Kurtz, 2005).

Epidemiologi ADHD

Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD) sering dianggap sebagai cacat kehidupan. Menurut data dari WHO (2005), terdapat ± 7-10% anak berkebutuhan khusus dari total populasi anak di dunia. Di Amerika Serikat sekitar 3- 7%, sedangkan di negara Jerman, Kanada, dan Selandia Baru sekitar 5-10%. Data Diagnotic and Statistic Manual (DSM IV) menyatakan bahwa, prevalensi anak dengan ADHD pada usia sekolah dasar berkisar antara 3-7%. Hanya saja disayangkan, di Indonesia belum memiliki data akurat dari prevalensi anak dengan ADHD. Namun berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Nasional (BPSN), prevalensi tahun 2007 terdapat 8,3 juta anak dari 82 juta anak Indonesia di antaranya adalah anak berkebutuhan khusus (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).
Penderita ADHD lebih sering dijumpai pada anak laki-laki, rasio perkiraan anak laki-laki dan anak perempuan adalah 3 : 1 dan 4 : 1 pada populasi klinis.3,5 Tipe inatensi lebih banyak ditemukan pada wanita. Data pada komunitas lain menunjukkan rasio 2:1. Seiring perkembangan jaman rasio laki-laki berbanding perempuan mengalami penurunan akibat meningkatnya deteksi dini pada kasus ADHD. Berdasarkan data ini disetiap kelas di USA akan dijumpai satu atau dua siswa yang menderita ADHD, ini telah dibuktikan pada dalam suatu survei 2004.

Manifestasi Klinik ADHD

Anak dengan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH) atau attention deficit and hyperactivity disorder (ADHD) adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan, yang ditandai dengan sekumpulan masalah berupa ganggguan pengendalian diri, masalah rentang atensi atau perhatian, hiperaktivitas dan impulsivitas, yang menyebabkan kesulitan berperilaku, berfikir, dan mengendalikan emosi:

  1. Inatensi atau kesulitan memusatkan perhatian, seperti tidak mau mendengar, gagal menuntaskan tugas-tugas, sering menghilangkan benda-benda, tidak dapat berkonsentrasi dalam kurun waktu tertentu, perhatiannya mudah terganggu, suka melamun, pendiam, harus diingatkan dan diarahkan terus-menerus, mudah bosan, tidak memperhatikan detail, pelupa, Kemampuan organisasi yang buruk, Kemampuan akademis yang buruk, Tidak memperhatikan saat diajak bicara,
  2. Impulsif atau kesulitan menahan keinginan, seperti terburu-buru saat mendekati sesuatu, tidak teliti, berani mengambil risiko, mengambil kesempatan tanpa pikir panjang, sering mengalami celaka atau luka, tidak sabar, bicara tanpa henti dan suka interupsi, Sulit berteman dengan anak lain, Sering menangis atau marah karena tidak ada aktivitas, tidak dapat mengekspresikan perasaannya dengan baik, atau tidak dapat menemukan hal yang disukai.
  3. Hiperaktif atau kesulitan mengendalikan gerakan, seperti sangat sulit istirahat, tidak dapat duduk lama, bicara berlebihan, menggerakkan jari-jari tak bertujuan (usil), selalu bergerak ingin pergi atau meninggalkan tempat, mudah terpancing, dan banyak berganti-ganti posisi/gerakan.



Penanganan ADHD


Apa yang perlu dilakukan orangtua, keluarga bila anak menunjukkan manifestasi klinis seperti yang telah dibahas di atas, sebagai berikut:

  1. Membawa anak ke puskesmas atau rumah sakit terdekat untuk diperiksa tenaga medis.
  2. Menindaklanjuti hasil pemeriksaan dari tenaga medis dengan mengikuti petunjuk dan saran yang diberikan.
  3. Memasukkan anak ke sekolah yang sesuai dan kembangkan potensi yang dimiliki anak.
  4. Pemakaian obat tidak menjadi satu-satunya cara penanganan, bisa menggunakan pendekatan kejiwaan dalam upaya perbaikan kondisi anak.
  5. Membangun suasana emosi positif dalam mendampingi anak, sehingga secara psikologis anak merasa dirinya lebih diterima.
  6. Memberi perhatian positif dan mengajak anak berperilaku baik.
  7. Memberi perintah yang efektif dan langsung ke tujuan.

Comments

Popular posts from this blog

Konsep Cairan dan Elektrolit Tubuh

Makalah Konsep Dasar Teori Air Susu Ibu (ASI)