Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal

Image
  Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal sangat penting untuk mencapai hasil yang optimal. Berikut ini adalah beberapa contoh upaya kolaboratif yang dapat dilakukan: 1.       Kolaborasi antara tenaga medis dan bidan: Tim medis yang terdiri dari dokter, perawat, dan bidan dapat bekerja sama untuk memberikan pelayanan kesehatan yang holistik kepada ibu hamil dan bayi yang akan lahir. Dengan saling berbagi pengetahuan dan keterampilan, mereka dapat meningkatkan pemantauan kehamilan, memberikan perawatan prenatal yang tepat, dan menangani komplikasi saat melahirkan. 2.       Kemitraan antara lembaga kesehatan dan masyarakat: Kolaborasi antara fasilitas kesehatan, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat lokal dapat membantu meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan maternal dan perinatal. Misalnya, mengadakan kampanye penyuluhan dan program edukasi di komunitas mengenai perawa

Makalah Varicela Dan Herpes Dalam Kehamilan

 


VARICELLA DAN HERPES DALAM KEHAMILAN

 

A.    VARICELLA (CACAR)

1.      Definisi

Varisela berasal dari bahasa latin, Varicella. Di Indonesia penyakit ini dikenal dengan istilah cacar air, sedangkan di luar negeri terkenal dengan nama Chicken – pox. Varisela adalah Penyakit Infeksi Menular yang disebabkan oleh virus Varicella Zoster, ditandai oleh erupsi yang khas pada kulit.

Varisela atau cacar air merupakan penyakit yang sangat menular yang disebabkan oleh virus Varicella Zoster dengan gejala-gejala demam dan timbul bintik-bintik merah yang kemudian mengandung cairan.

 

2.      Etiologi

Varicella disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV), termasuk kelompok Herpes Virus dengan diameter kira-kira 150-200 nm. Inti virus disebut Capsid, terdiri dari protein dan DNA dengan rantai ganda, yaitu rantai pendek (S) dan rantai panjang (L) dan membentuk suatu garis dengan berat molekl 100 juta yang disusun dari 162 capsomir dan sangat infeksius.

Varicella Zoster Virus (VZV) dapat ditemukan dalan cairan vesikel dan dalam darah penderita Varicella sehingga mudah dibiakkan dalam media yang terdiri dari Fibroblast paru embrio manusia.

Varicella Zoster Virus (VZV) dapat menyebabkan Varicella dan Herpes Zoster. Kontak pertama dengan penyakit ini akan menyebabkan Varicella, sedangkan bila terjadi serangan kembali, yang akan muncul adalah Herpes Zoster, sehingga Varicella sering disebut sebagai infeksi primer virus ini.

 


 

3.      Tanda Gejala

Masa inkubasi Varicella bervariasi antara 10-21 hari, rata-rata 10-14 hari. Penyebaran varicella terutama secara langsung melalui udara dengan perantaraan percikan liur. Pada umumnya tertular dalam keluarga atau sekolah. ( Rampengan,2008 )

Perjalanan penyakit ini dibagi menjadi 2 stadium, yaitu:

a.       Stadium Prodromal: 24 jam sebelum kelainan kulit timbul, terdapat gejala panas yang tidak terlalu tinggi, perasaan lemah (malaise), sakit kepala, anoreksia, rasa berat pada punggung dan kadang-kadang disertai batuk keringdiikuti eritema pada kulit dapat berbentuk scarlatinaform atau morbiliform. Panas biasanya menghilang dalam 4 hari, bilamana panas tubuh menetap perlu dicurigai adanya komplikasi atau gangguan imunitas.

b.      Stadium erupsi: dimulai saat eritema berkembang dengan cepat (dalam beberapa jam) berubah menjadi macula kecil, kemudian papula yang kemerahan lalu menjadi vesikel. Vesikel ini biasannya kecil, berisi cairan jernih, tidak umbilicated dengan dasar eritematous, mudah pecah serta mongering membentuk krusta, bentuk ini sangat khas dan lebih dikenal sebagai “tetesan embun”/”air mata”.

Lesi kulit mulai nampak di daerah badan dan kemudian menyebar secara sentrifugal ke bagian perifer seperti muka dan ekstremitas. Dalam perjalanan penyakit ini akan didapatkan tanda yang khas yaitu terlihat adanya bentuk papula, vesikel, krusta dalam waktu yang bersamaan, dimana keadaan ini disebut polimorf. Jumlah lesi pada kulit dapat 250-500, namun kadang-kadang dapat hanya 10 bahkan lebih sampai 1500. Lesi baru tetap timbul selama 3-5 hari, lesi sering menjadi bentuk krusta pada hari ke-6 (hari ke-2 sampai ke-12) dan sembuh lengkap pada hari ke-16 (hari ke-7 sampai ke-34)

Erupsi kelamaan atau terlambatnya berubah menjadi krusta dan penyembuhan, biasanya dijumpai pada penderita dengan gangguan imunitas seluler. Bila terjadi infeksi sekunder, sekitar lesi akan tampak kemerahan dan bengkak serta cairan vesikel yang jernih berubah menjadi pus disertai limfadenopati umum. Vesikel tidak hanya terdapat pada kulit, melainkan juga terdapat pada mukosa mulut, mata, dan faring.

Pada penderita varicella yang disertai dengan difisiensi imunitas (imun defisiensi) sering menimbulkan gambaran klinik yang khas berupa perdarahan, bersifat progresif dan menyebar menjadi infeksi sistemik. Demikian pula pada penderita yang sedang mendapat imunosupresif. Hal ini disebabkan oleh terjadinya limfopenia.

 

4.      Dampak

Pada ibu hamil yang menderita varicella dapat menimbulkan beberapa masalah pada bayi yang akan dilahirkan dan bergantung pada masa kehamilan ibu, antara lain:

a.       Varisela neonatal

Varisela neonatal dapat merupakan penyakit serius, hal ini bergantung pada saat ibu kena varisela dan persalinan.

·         Bila ibu hamil terinfeksi varisela 5 hari sebelum partus atau 2 hari setelah partus, berarti bayi tersebut terinfeksi saat viremia kedua dari ibu, bayi terinfeksi transplasental, tetapi tidak memperoleh kekebalan dari ibu karena belum cukupnya waktu ibu untuk memproduksi antibody. Pada keadaan ini, bayi yang dilahirkan akan mengalami varisela berat dan menyebar. Perlu diberikan profilaksis atau pengobatan dengan varicella-zoster immune globulin (VZIG) dan asiklovir. Bila tidak diobati dengan adekuat, angka kematian sebesar 30%. Penyebab kematian utama akibat pneumonia berat dan hepatitis fulminan.

·         Bila ibu terinfeksi varisela lebih dari 5 hari antepartum, sehingga ibu mempunyai waktu yang cukup untuk memproduksi antibody dan dapat diteruskan kepada bayi. Bayi cukup bulan akan menderita varisela ringan karena pelemahan oleh antibody transplasental dari ibu. Pengobatan dengan VZIG tidak perlu, tetapi asiklovir dapat dipertimbangkan pemakaiannya, bergantung pada keadaan bayi.

b.      Sindrom varisela congenital

Varisela congenital dijumpai pada bayi dengan ibu yang menderita varisela pada umur kehamilan trimester I atau II dengan insidens 2%. Manisfestasi klinik dapat berupa retardasi pertumbuhan intrauterine, mikrosefali, atrofi kortikalis, hipoplasia ekstremitas, mikroftalmin, katarak, korioretinitis dan scarring pada kulit. Beratnya gejala pada bayi tidak berhubungan dengan beratnya penyakit pada ibu. Ibu hamil dengan zoster tidak berhubungan dengan kelainan pada bayi.

c.       Zoster infantile

Penyakit ini sering muncul dalam umur bayi satu tahun pertama, hal ini disebabkan karena infeksi varisela maternal setelah nasa gestasi ke-20. Penyakit ini sering menyerangg pada saraf dermatom thoracis.

 

5.      Faktor risiko cacar air pada ibu hamil

Penyakit cacar air disebabkan oleh infeksi virus varicella. Gejala cacar air ditandai dengan munculnya ruam kulit berupa bintik-bintik merah atau lenting yang terisi cairan. Ruam merah ini menimbulkan rasa gatal yang kuat dan bisa menyebar luas ke beberapa bagian tubu seperti wajah, tangan, hingga kaki. Terdapat beberapa kondisi yang menyebabkan meningkatnya risiko terjadinya cacar pada ibu hamil, yaitu:

·         Ibu hamil berisiko tertular cacar air ketika melakukan kontak atau berada di dekat orang yang terinfeksi.

·         Jika ibu hamil tidak yakin sebelumnya sudah terkena atau belum terkena cacar air dan melakukan kontak dengan orang terinfeksi. Untuk memastikannya, periksakan diri Anda ke dokter untuk menjalani tes darah apakah telah memiliki antibodi virus penyebab cacar air atau belum.

·         Jika Anda pernah mengalami cacar air sebelumnya, kemungkinan Anda mengalami cacar air lagi sangat kecil karena tubuh Anda sudah membentuk  kekebalan terhadap virusnya. Sekalipun gejala cacar air muncul, biasanya bersifat sangat ringan.

Gangguan kesehatan yang muncul biasanya berkaitan dengan respon sistem imun tubuh. Ibu hamil termasuk ke dalam orang yang berisiko mengalami cacar air dua kali karena sistem kekebalan tubuhnya kurang optimal.

 

6.      Risiko cacar air pada ibu hamil di trimester awal

Jika ibu hamil belum pernah menderita cacar air sebelumnya dan pertama kalinya selama kehamilan, kondisi ini bisa memengaruhi kondisi Anda dan kandungan. Komplikasi kehamilan yang mungkin terjadi akibat infeksi cacar air adalah pneumonia. Sementara risiko untuk bayi Anda sangat bergantung dari waktu kapan ibu mengalami infeksi.

JIKA cacar air terjadi di awal masa kehamilan (selama trimester pertama atau kedua), saat lahir bayi berisiko mengalami sindrom varicella kongenital (CVS). Walaupun sebenarnya kasus ini masih sangat jarang terjadi. Akan tetapi, risiko tersebut akan lebih tinggi jika Anda terkena cacar air pada usia kehamilan 13-20 minggu.

CVS ditandai dengan cacat lahir, seperti yang paling umum terjadi adalah jaringan parut pada kulit, cacat pada tungkai, kepala abnormal dengan ukuran lebih kecil, masalah neurologis (seperti kesulitan belajar), dan masalah penglihatan.

Bayi yang terkena CVS juga dapat mengalami pertumbuhan yang buruk dalam rahim, mengalami kejang, serta cacat perkembangan fisik dan mental. Cacar air saat hamil juga dapat meningkatkan risiko keguguran dan bayi lahir mati (stillbirth).

Untuk memeriksa seberapa parah cacar air pada ibu hamil memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin , Anda dapat melakukan pemeriksaan USG. USG dapat menunjukkan apakah otak dan organ vital janin Anda berkembang dengan baik saat kehamilan.

Namun, USG tidak dapat mendeteksi semua jenis cacat lahir. Anda mungkin dapat melakukan pemeriksaan lanjutanyang lebih mendalam setelah USG.

 

7.      Risiko cacar air pada ibu hamil di trimester akhir

Jika cacar air  pada ibu hamil dialami di trimester ketiga (kira-kira 6-12 hari sebelum kelahiran), janin mungkin memiliki risiko yang paling rendah untuk mengalami dampak dari cacar air.

Hal ini terjadi karena sekitar 5 hari setelah Anda terkena cacar air, tubuh akan menghasilkan antibodi untuk melawan virus dan antibodi yang dihasilkan tubuh Anda ini juga akan mengalir ke janin Anda melalui plasenta. Antibodi inilah yang akan memberikan perlindungan pada janin Anda.

Namun, cacar air pada ibu hamil juga dapat menyebabkan risiko yang berbahaya bagi janin di akhir masa kehamilan. Waktu antara 5 hari sebelum kelahiran dan 2 hari setelah kelahiran merupakan yang paling berisiko saat Anda terkena cacar air.

Janin bisa terkena virus cacar air karena tidak memiliki waktu untuk menerima antibodi dari Anda. Jadi, pada saat ini janin Anda bisa mengalami risiko tinggi untuk terkena varicella neonatal atau cacar air pada bayi baru lahir. Penyakit ini memiliki dampak yang serius dan bahkan bisa mengancam nyawa bayi Anda.

Namun, risiko janin Anda untuk terkena varicella neonatal  dapat dikurangi jika saat lahir bayi langsung mendapatkan suntikan varicella zoster immune globulin (VZIG). Suntikan VZIG  mengandung antibodi cacar air sehingga dapat meningkatkan kekebalan tubuh bayi terhadap cacar air.

Suntikan VZIG dapat diberikan segera setelah bayi lahir atau segera setelah Anda melihat ruam pada kulit bayi dalam dua hari setelah kelahiran. Suntikan VZIG juga dapat diberikan sebelum bayi berusia  28 minggu, termasuk untuk semua bayi prematur yang lahir dari ibu yang terinfeksi cacar air.

 

8.      Cara mengatasi cacar air pada ibu hamil

Jika ibu hamil meyadari telah terpapar virus cacar air atau telah menunjukkan gejala penyakitnya, maka perlu segera memeriksakan diri ke dokter. Untuk mendiagnosis penyakit cacar air pada ibu hamil, dokter akan melakukan identifikasi gejala yang bisa disertai dengan tes darah untuk memeriksa kekebalan Anda terhadap infeksi virus.

Jika hasil tes menunjukkan Anda positif terinfeksi cacar air, Anda perlu menjalani pengobatan cacar air seperti:

a.       Mendapatkan suntikan VZIG

Jika suntikan VZIG diberikan dalam waktu 10 hari setelah paparan virus, obat ini bisa sangat efektif mengurangi risiko komplikasi cacar air yang serius pada ibu hamil. Sayangnya, suntikan tersebut belum bisa dipastikan apakah bisa mencegah sindrom varicella kongenital (CVS) pada bayi saat lahir.

Suntikan perlindungan cacar ini dapat bekerja pada tubuh ibu hamil sekitar 3 minggu. Oleh karena itu, jika Anda masih kembali terkena cacar air lebih dari 3 minggu setelah disuntik, maka Anda perlu mendapatkan suntikan VIZG lagi.

b.      Pengobatan antivirus

Obat antivirus dalam bentuk pil juga akan diberikan untuk mempercepat masa penyembuhan infeksi. Jenis antivirus yang biasa digunakan untuk menghentikan infeksi virus vericella adalah acyvlovir. Obat ini akan lebih efektif apabila diberikan setelah 24 jam dari kemunculan ruam pertama.

Jika cacar air pada ibu hamil terjadi saat melahirkan, selain mendapatkan suntikan imunoglobulin, obat antivirus juga akan diberikan sesegera mungkin pada bayi.

9.      Cara mencegah cacar air di masa kehamilan

Untuk menghindari cacar air saat hamil, sebaiknya Anda melakukan tes darah sebelum kehamilan untuk memeriksa apakah tubuh Anda sudah kebal terhadap virus cacar air atau belum.

Jika belum, Anda bisa mendapatkan vaksin untuk melawan virus cacar air sebelum kehamilan. Vaksin cacar air tidak dapat diberikan saat Anda hamil karena dapat membahayakan janin yang ada dalam kandungan Anda.

 

B.     HERPES

1.      Definisi

Herpes  Zoster  (HZ)  merupakan  infeksi  akut  akibat  reaktivasi  virus Varicella Zoster yang menyerang kulit dan mukosa, yang bersifat lokal dan unilateral. Sembilan puluh persen kasus varisela terjadi pada anak-anak antara usia 1 dan 14 tahun. Varisela merupakan penyakit yang sangat menular dan mempengaruhi hampir semua anak dengan tingkat serangan (attack rate) mendekati 90% setelah paparan. Penularan terjadi terutama melalui kontak langsung dan melalui droplet pernapasan yang mengandung virus, membuat penyakit sangat menular bahkan sebelum timbulnya ruam pertama.

Varisela umumnya dianggap sebagai penyakit virus ringan yang biasanya ditandai dengan demam, malaise, dan ruam vesikular pada dada, punggung, wajah, kulit kepala, ekstremitas, dan orofaring. Masa inkubasi biasanya terjadi selama 14-16 hari, tetapi bisa berkisar 10 hingga 21 hari. Masa inkubasi dapat diperpanjang hingga 28 hari jika imunoglobulin varisela zoster (VZIG) telah diberikan.

Penyakit herpes pada wanita hamil dapat memengaruhi perkembangan dan kesehatan janin dalam kandungan.  Virus herpes terdapat pada lesi aktif atau cairan dalam lentingan pada vagina ketika muncul keluhan. Penyakit ini biasanya menular melalui kontak langsung dari kulit ke kulit, hubungan seksual, atau berbagi sex toys. Namun, penyakit herpes pada wanita hamil juga bisa menular kepada anak yang sedang dikandungnya. Bahaya atau tidaknya tergantung pada kapan pertama kali sang ibu terinfeksi virus herpes. Gejala herpes yang dapat timbul di antaranya demam, nyeri otot, mual, lelah, dan muncul luka atau lentingan yang terasa nyeri pada mukosa mulut atau vagina. Luka ini dapat menyebabkan keluhan nyeri saat berkemih.

 

2.      Epidemiologi

Insidensi varisela dalam kehamilan yang sebenarnya tidak diketahui secara pasti.Hal ini karena di sebagia besar Negara di dunia, termasuk di Indonesia, tidak mengharuskan varisela yang terjadi dalam kehamilan untuk dilaporkan. Secara keseluruhan di dunia, estimasi insidensi varisela dalam kehamilan diperkirakan mengenai 2-3 wanita dari setiap 1.000 kehamilan, sementara untuk kasus dalam persalinan insidensinya adalah antara 5-6 kasus per 10.000 persalinan.

 

3.      Patofisiologi

Ibu hamil bisa mengalami infeksi herpes dalam 3 fase :

a.      Ibu terinfeksi herpes sebelum mengandung

Jika ibu hamil sudah pernah terinfeksi penyakit herpes sebelum mengandung, kecil kemungkinannya akan membahayakan janin. Ini karena antibodi pelindung tubuh dan pelawan virus herpes akan diturunkan dari ibu kepada anak. Namun, jika penyakit herpes pada wanita hamil yang diderita sang ibu sering kambuh, terdapat kelemahan sistem kekebalan tubuh, atau jika ibu ingin bayinya mendapat perlindungan tambahan, disarankan untuk menemui dokter guna mendapatkan pengobatan yang tepat.

b.      Ibu terinfeksi herpes saat trimester I dan II masa kehamilan

Jika ibu pertama kali terinfeksi penyakit herpes pada wanita saat hamil trimester pertama atau kedua (sampai minggu ke-26), ibu berisiko tinggi mengalami keguguran. Sedangkan jika kehamilan tetap berlanjut, tidak ada risiko lebih lanjut dalam pertumbuhan dan perkembangan janin. Kemungkinan bayi dalam kandungan tertular penyakit herpes pun kurang dari 3%. Akan tetapi, dokter kemungkinan akan menyarankan ibu untuk mengonsumsi obat antivirus dan tidak melahirkan secara normal atau disarankan melahirkan dengan operasi Caesar. Meskipun jarang, faktor lain seperti gangguan imunitas, kelelahan, stres, atau tidak memeriksakan kehamilan dengan rutin pada kondisi ini dapat memperbesar risiko keguguran.

c.       Ibu terinfeksi herpes saat trimester akhir kehamilan

Jika ibu pertama kali terinfeksi penyakit herpes saat hamil trimester ketiga, terutama 6 minggu terakhir kehamilan, risiko bayi tertular virus menjadi jauh lebih tinggi. Ini karena tubuh ibu tidak mempunyai cukup waktu untuk membuat antibodi. Bayi dalam kandungan pun tidak akan mendapatkan antibodi terhadap virus ini.

Untuk mencegah penularan penyakit herpes pada wanita ke bayi, sang ibu kemungkinan disarankan untuk minum obat antivirus dan menjalani persalinan melalui operasi caesar. Karena jika melahirkan secara normal, bayi bisa terkena virus melalui kontak dengan luka terbuka atau lentingan berisi cairan pada vagina ibu. Pencegahan infeksi herpes terutama dengan cara menghindari kontak fisik atau hubungan seksual dengan penderita atau gunakan kondom saat berhubungan intim.

Jika bayi ternyata terkena herpes (herpes neonatal), tingkat keparahan infeksinya akan berbeda dari satu anak ke anak lain. Ada anak yang pulih dengan baik dan infeksinya cukup mudah diobati. Ada juga anak yang terkena infeksi lebih serius, hingga memengaruhi sistem saraf pusat atau organ lainnya. Herpes pada bayi berisiko menyebabkan kecacatan dan meski jarang terjadi, herpes neonatal pun bisa membahayakan nyawa bayi.

Gejala yang perlu diwaspadai apabila bayi terkena herpes adalah merasa lemas, kurang atau tidak mau minum, bibir atau tubuh terlihat kebiruan, napas cepat, muncul ruam pada tubuh, dan kejang. Tanda-tanda ini adalah kondisi serius di mana bayi perlu mendapat penanganan segera. Beri tahu dokter atau bidan jika ibu atau ayah pernah terinfeksi penyakit herpes. Lindungi bayi dalam kandungan dengan mendapatkan perawatan yang tepat dan cepat dari penyakit herpes pada wanita hamil. Kontrol kehamilan secara rutin sangat penting agar kesehatan ibu dan bayi terjaga.

Kejadian infeksi herpes pada kehamilan dapat dicegah dengan cara screening dan vaksinasi. Pencegahan dengan screening dapat dilakukan sebelum menikah ataupun sebelum merencanakan kehamilan. Jika hasil screening baik, selanjutnya dapat dilakukan vaksinasi untuk memastikan ibu memiliki kekebalan terhadap virus Herpes dan tidak mudah terjadinya infeksi.

 

4.      Klasifikasi

Herpes adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (HSV). Virus ini tergolong dalam kelompok penyakit TORCH (Toxoplasmosis, Rubella, Cytomegalovirus and Herpes Simplex Virus), di mana infeksi dari kumpulan penyakit tersebut bisa berakibat fatal pada kehamilan.

Virus herpes dibedakan menjadi dua tipe, yaitu virus herpes simpleks tipe 1 dan tipe 2. Virus herpes simpleks tipe 1 lebih sering menyerang mulut, sedangkan tipe 2 cenderung menyerang area kelamin. Kendati demikian, tidak menutup kemungkinan bagi kedua jenis virus tersebut untuk menyerang area genitalia.

Virus herpes dapat menular akibat kontak langsung dengan penderita, baik melalui luka terbuka, air liur, mulut atau organ genitalia. Faktanya, sekitar 3,7 miliar orang berusia di bawah 50 tahun terkena infeksi virus herpes tipe 1 dan sekitar 417 juta orang berusia di bawah 50 tahun terkena infeksi virus herpes tipe 2.

 

5.      Gejala penyakit herpes

Gejala yang dirasakan penderita penyakit herpes sangat bervariasi. Secara umum, herpes bisa memicu munculnya lenting-lenting kecil berkelompok yang bikin tidak nyaman, perih hingga nyeri seperti terbakar.

Tidak hanya itu, virus herpes yang berhasil menyebabkan infeksi pada tubuh juga akan mencetuskan gejala nyeri otot, demam, mual, pembesaran kelenjar getah bening, hingga kelelahan berlebih.

Gejala-gejala tersebut sangat mengganggu kualitas hidup penderita, meski umumnya tidak menyebabkan akibat yang sangat fatal. Namun hal tersebut tidak berlaku untuk kasus penyakit herpes pada ibu hamil.

Faktanya, penyakit herpes pada ibu hamil dapat menyebabkan dampak yang sangat fatal bagi kesehatan bayi yang baru dilahirkannya nanti. Ini karena bayi baru lahir belum memiliki sistem kekebalan tubuh yang optimal, sehingga penyakit herpes yang terjadi sejak dini bisa berakibat sangat fatal.

 

6.      Bahaya penyakit herpes pada ibu hamil

Bila pernah terinfeksi virus herpes sebelum hamil, pada umumnya sistem kekebalan tubuh (antibodi) dari wanita sudah terbentuk dan diturunkan pada bayi. Artinya, kecil kemungkinannya bagi penyakit ini untuk membahayakan bayi.

Berbeda halnya apabila wanita pertama kali terinfeksi herpes pada saat kehamilan. Bila wanita hamil terinfeksi pada trimester pertama atau kedua, risiko terjadinya keguguran sangatlah tinggi.

Sementara itu, apabila infeksi herpes terjadi pada trimester tiga kehamilan, virus tersebut juga bisa menjangkit bayi yang ada di dalam kandungan. Jika bayi berhasil lolos, proses penularan penyakit herpes dari ibu ke bayi masih bisa terjadi saat proses persalinan. Hal ini dikarenakan bayi akan lahir melalui area genital wanita.

Bayi baru lahir yang terjangkit virus herpes akan mengalami gejala lenting-lenting pada mulut dan kulit. Jika tidak segera diobati dengan tepat, si Kecil akan mengalami badan lemas, kurang atau tidak ingin minum, napas cepat, bibir atau tubuh kebiruan dan kejang-kejang. Bukan tidak mungkin, buah hati Anda juga bisa kehilangan nyawa setelahnya.

 

7.      Mencegah penyakit herpes pada ibu hamil

Pencegahan merupakan kunci utama untuk menghindari segala komplikasi yang bisa terjadi akibat infeksi virus herpes. Caranya adalah dengan menghindari kontak fisik secara langsung dengan penderita dan menggunakan kondom pada saat berhubungan seksual.

Pada ibu hamil, melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin. Apabila pemeriksaan tersebut mendeteksi adanya penyakit herpes pada ibu hamil, dokter mungkin akan menyarankan pasien untuk mengonsumsi obat antivirus guna mencegah timbulnya lenting-lenting pada area genital. Selain itu, ibu hamil yang terkena infeksi herpes juga disarankan untuk menjalani persalinan melalui operasi caesar.

Penyakit herpes pada ibu hamil terbukti bisa menimbulkan komplikasi yang sangat merugikan. Oleh karena itu, ibu hamil mesti melakukan pemeriksaan kehamilan (antenatal care) secara rutin dan teratur. Dengan ini, deteksi dini penyakit herpes pada ibu hamil bisa dilakukan dan pengobatan yang paling tepat bisa segera diberikan. Buah hati pun bisa lahir ke dunia dengan aman!

 


Comments

Popular posts from this blog

Konsep Cairan dan Elektrolit Tubuh

Makalah Konsep Dasar Teori Air Susu Ibu (ASI)