Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal

Image
  Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal sangat penting untuk mencapai hasil yang optimal. Berikut ini adalah beberapa contoh upaya kolaboratif yang dapat dilakukan: 1.       Kolaborasi antara tenaga medis dan bidan: Tim medis yang terdiri dari dokter, perawat, dan bidan dapat bekerja sama untuk memberikan pelayanan kesehatan yang holistik kepada ibu hamil dan bayi yang akan lahir. Dengan saling berbagi pengetahuan dan keterampilan, mereka dapat meningkatkan pemantauan kehamilan, memberikan perawatan prenatal yang tepat, dan menangani komplikasi saat melahirkan. 2.       Kemitraan antara lembaga kesehatan dan masyarakat: Kolaborasi antara fasilitas kesehatan, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat lokal dapat membantu meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan maternal dan perinatal. Misalnya, mengadakan kampanye penyuluhan dan program edukasi di komunitas mengenai perawa

Makalah Mola Hidatidosa (Hamil Anggur)

 



A.      Definisi

Mola hidatidosa ialah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana tidak ditemukan janin dan hamper seluruh villi korialis mengalami perubahan hidropik.

dalam hal demikian disebut mola hidatidosa atau complete mole,sedangkan bila disertai janin atau bagian dari janin disebut mola parsialis atau partial mole.menurut varssilakos.complete mole dan partial mole merupakan kesatuan yang berbeda,antara keduanya atau perbedaan klinik,histopatologik,sitogenetik maupun prognostic.

Secara maskroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-gelembung putih,tembus pandang,berisi cairan jernih,dengan ukuran bervariasi dari beberapa millimeter sampai satu atau dua sentimeter.

Gambaran histopatologikyang khas dari mola hidatidosa ialah; edema stroma villi,tidak ada pembuluh darah pada villi dan proliferasi sel-sel trofoblas, sedangkan gambaran sitogenetiknya pada umumnya berupa xx 46.


B.       Gejala-gejala

Pada permulaannya gejala mola hidatidosa tidak seberapa berbeda dengan kehamilan biasa yaitu enek, muntah, pusing, dan lain-lain,hanya saja derajat keluhannya sering lebih hebat.selanjutnya perkembangan lebih pesat,sehingga pada umumnya besar uterus lebih besar dari umur kehamilan.adapula kasus-kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama besar walaupun jaringannya belum dikeluarkan. dalam hal ini perkembangan jaringan trofoblas tidak terlalu aktif sehingga perlu di fikirkan kemungkinan adanya jenis dying mole.

Perdarahan merupakan gejala utama mola, biasanya keluhan perdarahan inilah yang menyebabkan mereka dating ke rumah sakit. Gejala perdarahan ini biasanya terjadi antara bulan pertama sampai ketujuh rata-rata 12-14 minggu. Sifat perdarahan bias intermiten, sedikit-sedikit atau sekaligus banyak sehingga menyebabkan syok atau kematian, karena perdarahan inimaka umumnya pasien mola hidatidosa masuk dalam keadaan anemia. Seperti juga pada kehamilan biasa mola hidatidosa bias disertai dengan preeclampsia (eklamsia),hanya perbedaannya ialah bahwa preeclampsia pada mola terjadinya lebih muda dari pada kehamilan biasa.

Penyulit lain yang akhir-akhir ini banyak dipermasalahkan ialah tiroksikosa.ternyata insidensinya lebih tinggi dari dugaan semula. Menurut cury insidensinya 1 %, tetapi martaadisoebrata,menemukan angka lebih tinggi yaitu 7,6 %.terjadinya tiroksikosa pada mola hidatidosa berhubungan erat dengan besarnya uterus,makin besar uterus makin besar kemungkinan terjadinya, loleh karena kasus mola hidatidosa dengan uterus besar masih banyak ditemukan, maka martaasoebrata menganjurkan agar pada kasus mola hidatidosa dicari tanda-tanda tirotoksikosa secara aktif seperti kita selalu mencari tanda-tanda preeclampsia pada tiap kehamilan biasa, mola yang disertai tirotoksikosa mempunyai prognosis yang lebih buruk,baik dari segi kematian maupun kemungkinan terjadi keganasan. Biasanya penderita meninggal karena krisis tiroid, penyulit lain yang mungkin terjadi ialah emboli sel trofoblas ke paru-paru. Sebetunya pada tiap kehamilan selalu ada migrasi sel trofoblas ke peredran darah kemungkinan ke paru-paru tanpa memberikan gejala apa-apa. Tetapai pada mola kadang-kadang jumlah sel trofobas ini demikian banyak sehingga dapat menimbulkan emboli paru-paru akut yang bisa menyebabkan kematian.

Mola hidatidosa sering disertai dengan kista lutein,baik unilateral maupun bilateral, umumnya kista ini segera menghilang setelah jaringan mola dikeluarkan, tetapi ada juga kasus-kasus dimana kista lutein baru ditemukan pada waktu follow up. Dengan pemeriksaan klinis insidensi kista lutein lebih kurang 10.2%,tetapi bila menggunakan ultrasonografi angkannya meningkat sampai 50%. Kasus mola dengan kista lutein mempunyai resiko 4 kali lebih besar untuk mendapat degenerasi keganasan di kemudian hari daripada kasus-kasus pada kista.


C.      Diagnosis

Adanya mola hidatidosa harus dicurigai bila ada wanita dengan amenorea, perdarahan per vaginam ,uterus yang lebih besar dari tuanya kehamilan dan tidak ditemukan tanda kehamilan dan tidak ditemukan tanda kehamilan pasti, seperti balotemen dan detak jantung anak, untuk memperkuat diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan kadar human chorinic gonadotropin (HCG) dalam drah atau urin,baik secara biosay, immunoassay maupun radioimmunioassay. Peninggian HCG, terutama setelah hari ke 100, sangat sugestif, bila belum jelas, dapat dilakukan pemeriksaan foto abdomen, biopsy transplasental, pemeriksaan dengan sonde uterus yang diputar seperti dianjurkan oleh wiknjosastro atau yang lebih mutakhir dengan menggunakan ultrasonografi, dimana kasus mola menunjukan gambaran yang khas, yaitu berupa badai salju (snow flake pattern).

Diagnosis yang paling tepat bila kita melihat gelembung molanya. Tetapi bila kita menunggu sampai gelembung mola keluar biasanya sudah terlambat karena pengeluaran gelembung umumnya disertai perdarahan yang banyak dan keadaan umum pasien menurun. Yang baik ialah bila mendiagnosa mola sebelum gelembung keluar.


D.      Terapy

Terapi mola hidatidosa terdiri 4 tahap yaitu: 1) perbaikan keadaan umum; 2) pengeluaran jaringan mola; 3) terapi profilaksis dengan sitostatika; 4) pemeriksaan tindak lanjut (follow up)

1.         Perbaikan Keadaan Umum

Yang termasuk usaha ini misalnya pemberian transfusi darah untuk memperbaiki syok atau anemia dan menghilangkan dan mengurangi penyulit seperti preeklampsi dan tirotoksikosa. Preeclampsia diobati seperti pada kehamilan biasa sedang tirotoksikosa diobati sesuai dengan protocol bagian penyakit dalam, antara laim dengan inderal.

2.         Pengeluaran Jaringan Mola

Ada dua cara yaitu: a) vakum kuretase dan b) histerektomi.

a.       vakum kuretase.setelah keadaan umum diperbaiki dilakukan vakum kuretase tanpa pembiusan. Untuk memperbaiki kontraksi dibsrikan pula uterotonika.vakum kuretase dilanjutkan dengan sendok kuret biasa yang tumpul. Tindakan kuret cukup dilakukan satu kali saja, asal bersih. Kuret kedua hanya dilakukan bila ada indikasi, sebelum tindakan kuret sebaiknya disediakan darah untuk menjaga kemungkinan perdarahan yang banyak.

b.      histerektomi. tindakan ini dilakukan pada wanita yang telah cukup umur dan cukup mempunyai anak. Alas an untuk melakukan histerektomi ialah karena umut tua  dan paritas tinggi merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya keganasan.batasan yang dipakai ialah umur 35 tahun dengan anak hidup 3. Tidak jarang bahwa pada sediaan histerektomi bila dilakukan pemeriksaan histopatologik sudah tampak adanya tanda-tanda keganasan berupa mola invasive.ada beberapa ahli yang menganjurkan agar pengeluaran jaringan dilakukan melalui histerektomi. Tetapi cara ini tidak begitu popular dan sudah ditinggalkan.

3.         Terapy Profilaksis Dengan Sitostatika

Terapy profilaksis diberikan pada kasus mola dengan resiko tinggi akan terjadinya keganasan misalnya umur tua dan paritas tinggi yang menolak untuk dilakukan histerektomi atau kasus mola dengan hasil histopatologi yang mencurigakan.biasanya diberikan methotrexate atau actinomycin D. ada beberapa ahli yang tidak menyetujui terapi profilaksis ini dengan alas an bahwa jumlah kasus mola yang menjadi ganas tidak banyak dan sitostatika merupakan obat berbahaya. Goldstein berpendapat bahwa pemberian sitostatika profilaksis dapat menghindarkan keganasan dengan metastasis, serta mengurangi koriokarsinoma di uterus sebanyak 3 kali.

4.         Pemeriksaan tindak lanjut

Hal ini perlu dilakukan mengingat adanya kemungkinan keganasan setelah mola hidatidosa. Lama pengawasan berkisar antara satu atau dua tahun. Untuk tidak mengacaukan pemeriksaan selama periode ini pasien dianjurkan untuk tidak hamil dulu dengan menggunakan kondom, diagfragma atau pil anti hamil. Mengenai pemberian pil anti hamil ini ada dua pendapat yang saling bertentangan,satu pihak mengatakan bahwa pil kombinasi, disamping dapat menghindarkan kehamilan juga dapat menahan LH dari hipofisis sehingga tidak terjadi reaksi silang dengan HCG. Pihak lain menentangnya  justru karena esterogen dapat mengaktifkan sel-sel trofoblas. Bagshawe beranggapan bila pil anti hamil diberikansebelum kadar HCG jadi normal dan kemudian wanita itu mendapat kariokarsinoma,maka biasanya resisten terhadap sitostatika. Kapan penderita mola dapat dianggap sehat kembali?sampai sekarang belum ada kesepakatan. Curry menyatakan sehat bila HCG dua kali berturut-turut normal. Ada pula yang mengatakan bila sudah melahirkan anak yang normal. Selama pengawasan, secara berkala dilakukan pemeriksaan ginekologik, kadar human chorionic gonadotropin (HCG) dan radiologic. Cara yang paling peka untuk menentukan adanya keganasan dini ialah dengan pemeriksaan HCG yang menetap untuk beberapa lama, apalagi kalau meninggi. Hal ini menunjukan masih ada sel-sel trofoblas yang aktif. Cara yang umum dipakai sekarang ialah dengan radio immunoassay terhadap HCG B – sub unit.

Di Negara berkembang pemeriksaan tindak lanjut ini sukar dilakikan oleh karena jarang yang yang mau dating untuk control. Di samping itu  pemeriksaan HCG dengan RIA mahal. Dengan demikian diagnosis dini keganasan sukar ditegakkan.

 

E.       Prognosis

Kematian pada mola hidatitosa di sebabkan karena pendarahan, infeksi, eklampsia, payah jantung atau tirotoksikosa. Di Negara maju, kematian karena mola hampirtidak lagi,tetapi di Negara berkembang masih cukup tinggiyaitu berkisar antara 2,2% dan 5,7%. Sebagian besar dari pasien mola akan segera sehat kembali setelah jaringannya dikeluarkan, tapi ada sekelompok wanita yang kemudian menderita degenerasi keganasan menjadi kariokarsinoma. Persentase keganasan yang dilaporkan oleh berbagai klinik sangan berbeda-beda,berkisar antara 5,56%.

Terjadinya proses keganasan bisa berlangsung antara 7 hari sampai 3 tahun pasca mola, tetapi yang paling banyak dalam 6 bulan pertama. Ada wanita yang pernah menderita mola hidatidosa, kemudian pada kehamilan berikutnya mendapat mola lagi. Kejadian mola berulang  ini agak jarang. Martaadisoebrata,di rumah sakit hasan sadikin, bandung hanya menemukan 4 dari 323 kasus tau 1.23%. angka ini tidak banya berbeda dengan kepustakaan. Ada yang mengatakan bahwa mola berulang mempunyai resiko lebih tinggi untuk menjadi kariokarsinoma, tetapi pengalaman di bandung tidak menunjukan hal demikian. Untuk menentukan kapan kembalinya fungsi reproduksi setelah mola hidatidosa, sebetulnya agak sukar, karena umumnya mereka di haruskan memakai kontrasepsi. Wlaupun demikian banyak yang tidak mematuhi, karena ternyata di rumah sakit hasan sadikin, 41,5% telah hamil lagi dalam jangka dalam jangka waktu satu tahun. Bila tidak di haruskan memakai kontrasepsi tentu lebih banyak lagi. Dengan demikian dapat di ambil kesimpulan bahwa kemampuan reproduksi pasca mola, tidak banyak berbeda dari kehamilan lainnya. Anak-anak yang dilahirkan setelah mola hidatidosa ternyata umumnya normal.(sarwono prawirohardjo, 2007)

Comments

Popular posts from this blog

Konsep Cairan dan Elektrolit Tubuh

Makalah Konsep Dasar Teori Air Susu Ibu (ASI)