Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal

Image
  Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal sangat penting untuk mencapai hasil yang optimal. Berikut ini adalah beberapa contoh upaya kolaboratif yang dapat dilakukan: 1.       Kolaborasi antara tenaga medis dan bidan: Tim medis yang terdiri dari dokter, perawat, dan bidan dapat bekerja sama untuk memberikan pelayanan kesehatan yang holistik kepada ibu hamil dan bayi yang akan lahir. Dengan saling berbagi pengetahuan dan keterampilan, mereka dapat meningkatkan pemantauan kehamilan, memberikan perawatan prenatal yang tepat, dan menangani komplikasi saat melahirkan. 2.       Kemitraan antara lembaga kesehatan dan masyarakat: Kolaborasi antara fasilitas kesehatan, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat lokal dapat membantu meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan maternal dan perinatal. Misalnya, mengadakan kampanye penyuluhan dan program edukasi di komunitas mengenai perawa

Makalah Malaria Dalam Kehamilan, Persalinan Dan Nifas

 


MALARIA DALAM KEHAMILAN, PERSALINAN DAN NIFAS

 

A.    Definisi Malaria

Malaria adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh parasit dari genus  Plasmodium, yang ditularkan melalui  gigitan nyamuk Anopheles  dengan gambaran penyakit berupa demam yang sering periodik, anemia, pembesaran limpa dan berbagai kumpulan gejala oleh karena pengaruhnya pada beberapa organ misalnya otak, hati dan ginjal

Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit genus Plasmodium yang hidup pada nyamuk, dapat bersifat akut maupun kronik. Nyamuk membawa Plasmodium dan menularkannya pada manusia melalui gigitannya. Malaria pada manusia disebabkan oleh lima spesies Plasmodium: P. falciparum, P. vivax, P. ovale, P. malariae dan P. knowlesi. Sebagian besar infeksi disebabkan P. falciparum atau P. vivax, namun infeksi campuran dengan lebih dari satu spesies malaria juga dapat terjadi. Sebagian besar kematian terkait malaria disebabkan oleh P. falciparum.

Infeksi malaria pada  kehamilan merupakan masalah medis yang serius karena risiko pada janin seperti  abortus, kematian janin, pertumbuhan janin terhambat (PJT) dan meningkatnya anemia dan kematian pada ibu.

 

B.     Etiologi

Menurut Departemen Kesehatan tahun 2005, penyebab  penyakit malaria adalah  parasit malaria, suatu protozoa  dari genus Plasmodium. Sampai saat ini di Indonesia dikenal  4 jenis  spesies  plasmodium  penyebab malaria pada manusia, yaitu :

a.    Plasmodium falciparum, penyebab malaria tropika yang sering menyebabkan malaria yang berat (malaria serebral dengan kematian).

b.    Plasmodium vivax,  penyebab malaria tertiana. 

c.    Plasmodium malariae, penyebab malaria quartana.

d.   Plasmodium ovale, menyebabkan malaria ovale tetapi   jenis ini jarang dijumpai.

C.    Prevalensi, Mikrobiologi dan Epidemiologi

Setiap tahun, terjadi kehamilan pada sekitar 50 juta perempuan yang tinggal di daerah endemis malaria, termasuk Indonesia. Diperkirakan 10.000 perempuan dan 200.000 bayi meninggal akibat infeksi malaria selama kehamilan; anemia berat ibu, prematuritas, dan berat lahir rendah berkontribusi terhadap lebih dari setengah dari kematian ini.

Angka kesakitan malaria di Indonesia  menurut Riskesdas  2009 adalah 2,89 % yang dihitung berdasarkan hasil positif pemeriksaan darah, dan  menurun menjadi 2,4 % pada tahun 2010 (Data sementara Riskesdas, 2010), sehingga  tercatat tingkat kejadian malaria 18,6 juta kasus per tahun.

Di daerah endemis malaria, prevalensi malaria lebih tinggi pada primigravida dibandingkan dengan wanita tidak  hamil atau multigravida. Infeksi  pada kehamilan terutama oleh P. falciparum  dan  menimbulkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada kehamilan.

Infeksi P. vivax dapat menimbulkan beberapa komplikasi yang sama dengan P. falciparum, namun, komplikasinya  lebih jarang dan kurang keparahannya. Infeksi  oleh P. knowlesi  relatif jarang pada kehamilan.

 

D.    Manifestasi klinik

Gejala malaria terdiri dari beberapa serangan demam dengan interval tertentu (disebut paroksisme), diselingi oleh suatu periode yang penderitanya bebas sama sekali dari demam (disebut periode laten). Gejala yang khas tersebut biasanya ditemukan pada penderita non-imun. Sebelum timbulnya demam, biasanya penderita merasa lemah, mengeluh sakit kepala, kehilangan nafsu makan, merasa mual di ulu hati, atau muntah. Masa tunas malaria sangat tergantung pada spesies Plasmodium yang menginfeksi. Masa tunas paling pendek dijumpai pada malaria falciparum, yang terpanjang pada malaria kuartana (Plasmodium malariae). Masa tunas parasit malaria adalah 12 hari untuk malaria falciparum, 14 hari untuk malaria vivax, 28 hari untuk malaria kuartana, dan 17 hari untuk malaria ovale.

 

Manifestasi klinis pada malaria ringan dan tanpa komplikasi:

Ø  Demam (dapat periodik)

Ø  Menggigil

Ø  Berkeringat

Ø  Sakit Kepala

Ø  Mialgi

Ø  Lesu

Ø  Mual, Muntah, Diare, Nyeri Perut

Ø  Kulit Pucat

Ø  Perspirasi

Ø  Hepatomegali

Ø  Splenomegali

Malaria mempunyai gambaran karakteristik demam periodik, anemia, dan splenomegali. Gejala yang klasik yaitu terjadinya ’Trias Malaria’ secara berurutan ;  periode dingin, periode demam, dan periode berkeringat.

a.    Anemia merupakan gejala yang sering dijumpai pada infeksi malaria.

Beberapa mekanisme terjadinya anemia adalah : pengrusakan eritrosit oleh parasit, hambatan eritropoiesis sementara, hemolisis oleh karena proses complement mediated immune complex, eritrofagositosis, penghambatan pengeluaran retikulosit, dan pengaruh sitokin.

b.    Splenomegali sering dijumpai pada penderita malaria, limpa akan teraba setelah tiga hari dari serangan infeksi akut, limpa menjadi bengkak, nyeri dan hiperemis. Limpa merupakan organ yang penting dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi malaria.

c.    Pola demam malaria. Demam pada malaria ditandai dengan adanya paroksisme, yang berhubungan dengan perkembangan parasit malaria dalam sel darah merah. Puncak serangan panas terjadi berbarengan dengan lepasnya  merozoit-merozoit ke dalam peredaran darah (proses sporulasi). Untuk beberapa hari pertama, pola panas tidak beraturan, baru kemudian polanya yang klasik tampak sesuai spesiesnya. Pada malaria falciparum, pola panas yang ireguler itu mungkin berlanjut sepanjang perjalanan penyakitnya sehingga tahapan-tahapannya yang klasik tidak begitu nyata terlihat.Suatu paroksisme demam biasanya mempunyai tiga stadium yang berurutan sebagai berikut :

1)        Stadium dingin/cold stage Stadium ini mulai dengan menggigil dan perasaan sangat dingin. Nadi penderita cepat, tetapi lemah. Bibir dan jari-jari sianotik. Kulitnya kering dan pucat, penderita mungkin muntah dan pada penderita anak sering terjadi kejang. Stadium ini berlangsung selama 15 menit-1 jam.

2)        Stadium demam/hot stage Setelah menggigil/ merasa dingin, pada stadium ini penderita mengalami serangan demam. Muka penderita menjadi merah, kulitnya kering dan dirasakan sangat panas seperti terbakar, sakit kepala bertambah keras, dan sering disertai dengan rasa mual atau muntah-muntah. Nadi penderita menjadi kuat kembali. Biasanyapenderita merasa sangat haus dan suhu badan bisa meningkat sampai 41 derajat celcius. Stadium ini berlangsung selama 2-6 jam. 

3)        Stadium berkeringat/sweating stage, Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali, sampai membasahi tempat tidur. Namun suhu badan pada fase ini turun dengan cepat, kadang-kadang sampai di bawah normal. Biasanya penderita tertidur nyenyak dan pada saat terjaga, ia merasa lemah, tapi tanpa gejala lain. Stadium ini berlangsung 2-4 jam.Sesudah serangan panas pertama, terjadi interval bebas panas selama antara 48-72 jam, lalu diikuti dengan serangan panas berikutnya seperti yang pertama; dan demikian selanjutnya. Gejala-gejala malaria ’klasik’ seperti yang telah diuraikan tidak selalu ditemukan pada setiap penderita

Dibandingkan dengan perempuan yang tidak hamil, ibu hamil mengalami penyakit malaria yang lebih berat, hipoglikemia lebih berat, dan komplikasi pernapasan (edema paru, sindrom gangguan pernapasan akut) lebih sering terjadi.  Anemia merupakan komplikasi umum dari malaria dalam kehamilan; sekitar 60 persen wanita hamil yang mengalami infeksi malaria mengalami anemia karena parasit menyerang eritrosit.

Tanda dan gejala malaria berat:

Ø  Gangguan kesadaran

Ø  Halusinasi

Ø  Gangguan nafas asidosis (Acute Respiratory Distress Syndrome)

Ø  Kejang-kejang

Ø  Hipotensi, Syok

Ø  Perdarahan, Disseminaten Intravasculair Coagulopathy

Ø  Ikterik

Ø  Hemoglobinuri (tanpa G6PD)

Temuan laboratorium pada malaria berat:

Ø  Anemi berat (Hb < 8gr%)

Ø  Trombositopeni

Ø  Hipoglikemi

Ø  Asidosis (pH < 7,3)

Ø  Gangguan fungsi ginjal (oliguria < 0,4 ml/KgBB/jam ; kreatinin > 265umol/l)

Ø  Hiperlaktatemi

Ø  Gram negatif septikemia

 

E.     Diagnosis

Tidak ada gejala kilinis yang spesifik pada malaria. Pada malaria ringan dapat bermanifestasi seperti flu (flu like illness), atau seperti infeksi virus lainnya. Riwayat perjalanan ke daerah endemis malaria harus ditanyakan pada ibu hamil dengan demam yang tidak diketahui sebabnya.

Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan apus darah tepi, baik apus tebal maupun apus tipis yakni bila ditemukan parasit dengan mikroskop atau hasil positif pada pemeriksaan rapid diagnostic test (RDT).

Diagnosis malaria harus dipertimbangkan pada setiap ibu hamil yang mengalami demam yang tinggal di daerah malaria, atau melakukan perjalanan ke daerah malaria walaupun hanya sebentar atau hanya transit.

 

F.     Pemeriksaan penunjang

Diagnostik malaria sebagaimana penyakit pada umumnya didasarkan pada gejala klinis, penemuan fisik, pemeriksaan laboratorium darah dan  uji imunoserologis.

Ada 2 cara diagnostik yang diperlukan untuk menentukan seseorang itu positif malaria atau tidak yaitu pemeriksaan darah tepi (tipis/tebal) dengan mikroskop dan deteksi antigen. Meskipun sangat sederhana pemeriksaan darah tepi dengan mikroskop merupakan  gold standard dan menjadi pemeriksaan terpenting yang tidak boleh dilupakan. Interpretasi yang didapat dari hasil pemeriksaan darah tepi adalah jenis dan kepadatan parasit.

Deteksi antigen digunakan apabila tidak tersedia mikroskop untuk memeriksa preparat darah tepi atau pada daerah yang sulit dijangkau dan keadaan darurat yang perlu diagnosis segera. Teknik yang di gunakan untuk deteksi antigen adalah immunokromatografi dengan kertas  dipstick yang dikenal dengan  Rapid Diagnostic Test (RDT). Alat ini dapat mendeteksi antigen dari P. falciparum  dan non  falciparum  terutama  P. vivax .

1.    Masalah yang lazim muncul

a.    Hipertertermia b.d peningkatan metabolisme, dehidrasi, efek langsung sirkulasi kuman pada hipotalamus.

b.    Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh asupan makanan yang tidak adekuat;anorexia;mual/muntah.

c.    Nyeri akut b.d respon inflamasi sistemik, myalgia, atralgia, diaphoresis.

d.   Resiko syok (hipovolemik) b.d penurunan volume darah ke jaringan tubuh (hipovolemia, anemia).

e.    Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d penurunan sirkulasi jaringan ke otak (masa trombositopenia,parsial abnormal, peningkatan TIK).

f.     Resiko ketidakseimbangan elektrolit b.d disfungsi endokrin (diaphoresis poliuri).

g.    Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum (peningkatan TIK).

 

G.    Penatalaksanaan

1.      Penatalaksanaan Umum

a.       Perbaiki keadaan umum penderita (pemberian cairan dan perawatan umum). Pemberian cairan adalah faktor yang sangat penting dalam penanganan malaria berat. Bila berlebihan akan menyebabkan edema paru, sebaliknya bila kurang akan menyebabkan nekrosis tubular akut yang berakibat gagal ginjal akut.

b.      Monitoring vital sign antara lain : keadaan umum, kesadaran, pernafasan, tekanan darah, suhu, dan nadi setiap 30 menit (selalu dicatat untuk mengetahui perkembangannya), kontraksi uterus dan bunyi jantung janin juga harus dipantau.

c.       Jaga jalan nafas untuk menghindari terjadinya asfiksi, bila perlu beri oksigen.

d.      Pemberian antipiretik untuk mencegah hipertermi: parasetamol 10 mg/kg.bb/kali, dan dapat dilakukan kompres.

e.       Jika kejang, beri antikonvulsan : diazepam 5-10 mg iv. (secara perlahan selama 2 menit) ulang 15 menit kemudian jika masih kejang; maksimum 100 mg/24 jam. Bila tidak tersedia diazepam, dapat dipakai fenobarbital 100 mg im/kali (dewasa) diberikan 2 kali sehari.

f.       Untuk konfirmasi diagnosis, lakukan pemeriksaan SD tebal. Penilaian sesuai kriteria diagnostik mikroskopik.

g.      Apabila tidak tersedia fasilitas yang memadai, persiapkan penderita untuk dirujuk ke tingkat pelayanan kesehatan lebih tinggi yang menyediakan perawatan intensif.

2.      Penatalaksanaan Pada Kehamilan

Ibu hamil sebaiknya dicegah untuk  bepergian ke daerah endemis malaria. Apabila tidak mungkin menghindarinya, ibu harus diberi pengobatan pencegahan, yakni klorokuin bila bepergian ke daerah malaria yang sensitif terhadap klorokuin, atau meflokuin untuk daerah malaria yang resisten terhadap klorokuin. 

Pada wanita hamil yang tinggal di daerah endemik dan telah mempunyai kekebalan alami (karena kontak yang lama dengan malaria), pemberian kemoprofilaksis terhadap malaria menyebabkan kejadian  bayi berat badan lahir rendah dan anemia ibu menurun. Pengobatan Pencegahan Intermiten selama kehamilan ( IPTp -Intermittent Preventive Treatment during pregnancy) lebih disukai karena efektif dan lebih praktis.

Rekomendasi WHO (2012) untuk IPTp: Semua ibu hamil diberikan IPTp dengan sulfadoksin-pirimetamin (SP) pada kunjungan pemeriksaan antenatal ke-2 dan ke-3 (WHO merekomendasikan empat kunjungan pemeriksaan antenatal standar, yakni kunjungan pertama pada trimester pertama, kunjungan kedua pada 24 hingga 26 minggu kehamilan, kunjungan ketiga pada 32 minggu, dan kunjungan keempat pada 36 sampai 38 minggu). Setiap dosis dapat menekan atau menghilangkan  infeksi asimtomatik pada  plasenta dan memberikan profilaksis pasca-pengobatan untuk 6 minggu.

3.      Penatalaksanaan Malaria pada Persalinan

Persalinan penderita malaria yang positif pada pemeriksaan apusan darah tebal/DDR (+), memerlukan pengawasan yang lebih cermat, sebagai berikut:

a.       Pada kala I :

1)      Wanita hamil dengan infeksi malaria berat harus dirawat di unit perawatan intensif (bila mungkin).

2)      Pemantauan ketat kontraksi uterus dan denyut jantung janin  (monitoring CTG) sehinggadapat diketahui adanya gawat janin lebih awal.

3)      Bila ditemukan tanda gawat janin pada persalinan, merupakan indikasi seksio sesarea.

b.      Perawatan umum pada kala I:

1)      Demam, bila suhu rektal >39oC dikompres dan diberi antipiretik (parasetamol 3-4 x 500 mg/hari).

2)      Anemia, dapat diberi transfusi PRC (packed red cell).

3)      Hipoglikemi, diberi 50 ml glukosa 50% bolus intravena dan dilanjutkan dengan infus glukosa 5% atau 10%.

4)      Edema paru

Penderita diletakkan pada posisi setengah duduk, oksigenasi konsentrasi tinggi serta diberi furosemid 40 mg intravena. Bila perlu lakukan ventilasi mekanik dengan tekanan positif akhir respirasi

c.       Malaria serebral

Penderita harus dirawat dengan cermat, keseimbangan cairan dan tingkat kesadaran diperhatikan. Dapat diberi natrium fenobarbital 10-15 mg/kgbb. im. dosis tunggal dan bila kejang dapat diberi diazepam 0,15 mg/kgbb. iv. (maksimum 10 mg)

1)      Pada kala II: Jika tidak ada kontraindikasi, persalinan dapat pervaginam, indikasi persalinan denganekstraksi vakum/ forseps tergantung keadaan obstetrik saat itu.

2)      Kemoterapi/Pemberian Obat Anti Malaria: Penderita malaria berat memerlukan obat anti malaria yang mempunyai daya bunuh terhadap parasit secara cepat dan kuat, serta bertahan dalam aliran darah dalam waktu yang cukup lama. Oleh karena itu sebaiknya diberikan parenteral, sehingga mempunyai efek langsung dalam darah. Obat anti malaria yang direkomendasi :

Ø Kina (Kina HCl 25%, 1 ampul 500 mg/2 ml).

Ø Aman digunakan pada semua trimester kehamilan

Ø Tidak menyebabkan abortus dalam dosis terapi

Ø Pemberian IV untuk usia kehamilan > 30 minggu tidak menyebabkan kontraksi uterus (menginduksi partus) atau menyebabkan fetal distress.

Ø Efek samping yang utama : hipoglikemi

Ø Pemberian kina dapat diikuti dengan hipoglikemi, karenanya perlu diperiksa gula darah /12 jam.

Ø Artesunate dan artemether sudah pernah dipakai dengan aman dan berhasil pada beberapa kasus ibu hamil.

Ø Mengingat keterbatasan sarana maupun tenaga ahli di puskesmas/RS, maka kasus malaria berat yang memerlukan perawatan/pengobatan dengan fasilitas tertentu (misal: hemo/peritoneal dialisis, transfusi tukar, dll) yang tidak tersedia sebaiknya dirujuk ke RS tingkat yang lebih tinggi (fasilitas lengkap).

4.      Penatalaksanaan Malaria Pada Masa Nifas

a.       Untuk mencegah timbulnya penyakit dalam masa nifas, maka pemberian obat pencegahan dalam kehamilan sebaiknya diteruskan setelah persalinan

b.      Laktasi biasanya tidak dipengaruhi oleh malaria, kecuali kalau ibu sangat parah penderitaannya dan disertai anemia berat

c.       Pemberian obat pencegahan dalam kehamilan sebaiknya diteruskan setelah persalinan sampai 6 minggu postparthum

 

I.       Pencegahan

Setiap wanita yang tinggal di daerah endemis atau akan bepergian ke daerah endemis sebaiknya diberi kemoprofilaksis meskipun tidak memberikan perlindungan absolut terhadap infeksi malaria; namun dapat menurunkan parasitemia dan mencegah komplikasi malaria berat dan meningkatkan berat badan bayi.

Klorokuin merupakan obat yang paling aman bagi wanita hamil dengan dosis 300 mg basa (2 tablet) diberikan setiap minggu. Bagi wanita hamil yang akan bepergian ke daerah endemis malaria pemberian dimulai 1 minggu sebelum ber-ngkat, selama berada di daerah endemis, sampai 4 minggu setelah keluar dari daerah tersebut.

Upaya lain untuk pencegahan infeksi malaria adalah dengan memutuskan rantai penularan pada host, agen atau lingkungan dengan cara:

1.      Mengurangi kontak/gigitan nyamuk Anopheles dengan menggunakan kelambu, obat nyamuk.

2.      Membunuh nyamuk dewasa.

3.      Membunuh jentik nyamuk

 

Anjuran WHO untuk pencegahan malaria dalam kehamilan:

Ø  Hindari bepergian ke daerah endemi malaria.

Ø  Pengobatan pencegahan intermiten pada kehamilan (IPTp) dengan sulfadoksin-pirimetamin (SP).

Ø  Berikan pengetahuan tentang terapi pencegahan (mefloquine), tanda dan gejala malaria.

Ø  Pencegahan terhadap gigitan nyamuk ( kelambu, pakaian, obat nyamuk balur kulit, obat semprot nyamuk atau obat nyamuk dalam ruangan).

Ø  Berikan pengetahuan tentang keadaan emergensi dan siapa yang harus dihubungi apabila bepergian ke daerah endemis.

Ø  Semua wanita hamil harus menerima suplemen zat  besi dan sasam folat sebagai bagian dari perawatan antenatal rutin.

 

J.      Pengobatan

Malaria dalam kehamilan dapat memiliki konsekuensi buruk bagi ibu dan janin, oleh karena itu ibu hamil dengan malaria harus segera diobati dengan agen antimalaria yang efektif untuk parasit penyebabnya.

Tabel 1.

Pengobatan Infeksi Malaria Falsiparum Tanpa Komplikasi

 

Usia Kehamilan

 

1.

Kurang dari 3 bulan

Kina 3x2 tablet selama 7 hari atau 3x10mg/kgBB selama 7 hari ditambah dengan Klindamisin 2x300mg atau 2x10mg/kgBB selama 7 hari

2

Lebih dari 3 bulan

DHP (dihidroartemisinin-piperakuin) 1 x 3 tablet (untuk ibu dengan  BB 41-59 kg), DHP 1x4 tablet (BB  ibu ≥ 60 kg) selama 3 hari,

ATAU

Artesunat 1 x 4 tablet dan amodiakuin 1 x 4 tablet selama 3 hari.

 

Ibu hamil dengan infeksi malaria oleh P. falciparum yang berat, harus menerima terapi parenteral; rute intravena lebih disukai daripada rute intramuskular. Pilihan terapi adalah artesunate atau quinine ditambah klindamisin.

Tabel 2.
Pengobatan Parenteral Ibu Hamil pada Malaria Falsiparum Berat
1
Derivat Artemisin
 
 
Artesunate
2,4 mg/kgBB intravenus sebagai dosis initial, dilanjutkan dengan 2,4 mg/kgBB pada 12 dan 24 jam, diikuti oleh 2,4 mg/KgBB sekali sehari.
2.
Derivat Kina
 
 
Quinine dihydrochloride
Loading dose : 20mg/kgBB dalam  dekstrosa 5% diberikan dalam  waktu 4 jam, dilanjutkan dengan  20-30 mg/kgBB perhari dalam dosis terbagi 2-3 kali dalam waktu 2 jam selang 8-12 jam.
 
Quinidine gliconate
Loading dose : 20 mg/kgBB dalam NaCL 0,9% diberikan dalam waktu 1-2 jam dilanjutkan dengan 0,02 mg/KgBB/menit  sampai 24 jam.
 
Ditambah dengan
 
Klindamisin
20mg/kgBB/hari (maksimum 1800 mg)  diberikan per oral, dalam dosis terbagi 3 X sehari selama 7 hari 
 

Pada ibu hamil dengan malaria berat, periksa tanda-tanda vital, periksa kesadaran, jalan nafas (airway), ada tidaknya kaku kuduk, berikan terapi inisial (loading dose), lakukan stabilisasi dan segera rujuk ibu ke fasilitas yang lebih lengkap atau RS yang mempunyai  unit fetomaternal /NICU.

Apabila rujukan tidak memungkinkan, pengobatan dilanjutkan dengan pemberian dosis lengkap artesunate atau quinine/quinidine.

Infeksi Malaria bukan oleh P. falciparum (misalnya  infeksi malaria oleh  P. vivax , P. ovale , P. malariae , dan P. knowlesi ) jarang menyebabkan kematian ,tetapi dapat menjadi penyebab morbiditas yang signifikan dalam kehamilan.

Tabel 3.

Pengobatan Malaria non falsiparum pada ibu hamil

1.

Usia kehamilan < 3 bulan

Kina 3 x 2 tablet selama 7 hari atau 3 x 10mg/kgBB selama 7 hari.

2.

Usia kehamilan > 3 bulan

DHP (dihidroartemisin-piperakuin) 1-3 tablet untuk BB ibu 41-59 kg selama 3 hari,        

ATAU

Artesunat 1 x 4 tablet dan amodiakuin 1 x 4 tablet selama 3 hari.

 

 

K.    Mordibitas

Morbiditas  perinatal yang berhubungan dengan malaria selama kehamilan adalah: 

  1. Abortus (tiga kali lebih tinggi, terutama pada infeksi oleh P. falciparum dan P.vivax).
  2. Pertumbuhan Janin Terhambat (berkorelasi kuat dengan malaria plasenta, USG Doppler menunjukkan adanya gangguan sirkulasi plasenta).
  3. Kelahiran preterm (<37 minggu kehamilan).
  4. Berat lahir rendah (BBLR, <2500 g saat lahir).
  5. Kematian perinatal ( berkorelasi dengan malaria plasenta; OR 2.19, 95% CI 1,49-3,22).
  6. Infeksi kongenital, semua jenis malaria dapat ditularkan kongenital,  tetapi paling sering  dikaitkan dengan infeksi plasenta oleh P. vivax dan P. falciparum.
  7. Morbiditas Ibu:

1)      Anemi berat dan kematian.

Faktor yang berhubungan dengan peningkatan keparahan infeksi malaria selama kehamilan adalah  paritas rendah, usia muda, status imunologi nonimmun, infeksi oleh P. falciparum atau P. vivax, derajat  parasitemia dan infeksi plasenta, latar belakang sosial ekonomi pasien, tempat domisili (pedesaan atau perkotaan) dan musim.

2)      Kematian ibu

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa 10.000 kematian ibu setiap tahun berhubungan dengan infeksi malaria selama kehamilan. Malaria merupakan penyebab utama kematian ibu di daerah endemik tidak stabil saat terjadi wabah periodik pada pasien nonimmun. Lebih dari sepertiga kematian ibu terkait malaria, terjadi pada remaja primigravida, terutama berhubungan dengan anemia berat. Sebuah studi yang dilakukan di rumah sakit rujukan utama di Gambia mendapatkan kejadian kematian ibu meningkat 168 persen pada saat wabah malaria dan proporsi kematian akibat anemia meningkat tiga kali.  Diperkirakan bahwa malaria berkontribusi pada 93 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup. Usia muda ibu dikaitkan dengan derajat  anemi yang lebih parah dan kejadian berat lahir rendah.  Remaja di daerah pedesaan yang belum pernah hamil sebelumnya, meningkat  risikonya untuk mengalami infeksi malaria dan infeksi ini sangat terkait dengan anemia.  Hal ini menunjukkan bahwa tindakan pengendalian terhadap infeksi malaria harus ditargetkan pada perempuan pedesaan primigravida dengan usia muda.

 


Comments

Popular posts from this blog

Konsep Cairan dan Elektrolit Tubuh

Makalah Konsep Dasar Teori Air Susu Ibu (ASI)