Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal

Image
  Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal sangat penting untuk mencapai hasil yang optimal. Berikut ini adalah beberapa contoh upaya kolaboratif yang dapat dilakukan: 1.       Kolaborasi antara tenaga medis dan bidan: Tim medis yang terdiri dari dokter, perawat, dan bidan dapat bekerja sama untuk memberikan pelayanan kesehatan yang holistik kepada ibu hamil dan bayi yang akan lahir. Dengan saling berbagi pengetahuan dan keterampilan, mereka dapat meningkatkan pemantauan kehamilan, memberikan perawatan prenatal yang tepat, dan menangani komplikasi saat melahirkan. 2.       Kemitraan antara lembaga kesehatan dan masyarakat: Kolaborasi antara fasilitas kesehatan, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat lokal dapat membantu meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan maternal dan perinatal. Misalnya, mengadakan kampanye penyuluhan dan program edukasi di komunitas mengenai perawa

Makalah Ketuban Pecah Dini

 


Makalah Ketuban Pecah Dini

 

A.    Pengertian

Ketuban pecah dini (KPD) atau prematur rupture of the membranes  (PROM ) adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum terjadinya proses persalinan pada kehamilan aterm. Sedangkan preterm prematur rupture of the membranes (PPROM) adalah pecahnya ketuban dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu (Parry and Strauss, 1998;Brian and Mercer, 2003; Mamede dkk., 2012). Pendapat lain menyatakan dalam ukuran pembukaan serviks pada kala I, yaitu bila ketuban pecah sebelum pembukaan pada primigravida kurang dari 3 cm dan pada multigravida kurang dari 5 cm. Dalam keadaan normal selaput ketuban pecah dalam proses persalinan (Cunnigham 2010; Soewarto, 2010).

 

B.     Epidemiologi Ketuban Pecah Dini

Ketuban pecah dini preterm dikaitkan dengan 30-40% kelahiran prematur dan merupakan penyebab utama kelahiran prematur. Ketuban pecah dini preterm yang terjadi sebelum usia kehamilan 24 minggu, disebut sebagai KPD preterm previable, kejadiannya kurang dari 1 % kehamilan dan berhubungan dengan komplikasi yang berat pada ibu ataupun janin (Brian dan Mercer, 2003; Adeniji dkk.,2013; Endale dkk., 2016). Kasus dengan ketuban pecah dini akan mengalami persalinan hampir 95% dalm waktu 24 jam (Revathi dkk., 2015; Endale dkk., 2016; Lorthe dkk., 2016).

Pada ketuban pecah dini preterm terjadi resiko baik pada janin maupun pada ibu. Pada kehamilan preterm angka insiden korioamnionitis sekitar 13-60% dan solusio plasenta terjadi pada 4-12% kehamilan dengan ketuban pecah dini. Keradangan selaput ketuban atau korioamnionitis terjadi pada 9 % kehamilan dengan ketuban pecah dini atrem, resikonya meningkat sampai 24 % apabila pecah ketuban terjadi lebih dari 24 jam. Kematian dilaporkan pada 3-22% kasus ketuban pecah dini preterm dengan usia kehamilan 16-28 minggu. Kejadian sepsis pada ibu sekitar 0,8% yang menyebabkan kematian 0,14%. Resiko pada janin dapat terjadi infeksi intrauterin, penekanan tali pusat dan solusio plasenta (Tsiartas dkk., 2013; Dima dkk., 2014; Linehan dkk., 2016).

 

C.    Patogenesis Ketuban Pecah Dini

Ketuban pecah dini terjadi setelah terdapat aktivitas dari multifaktorial dan berbagai mekanisme. Faktor epidemiologi  dan faktor klinis dipertimbangkan sebagai pencetus dari ketuban pecah dini. Faktor ini termasuk infeksi traktus reproduksi pada wanita (Bakterial vaginosis, Trikomoniasis, Gonorrhea, Chlamydia, dan korioamnionitis subklinis), faktor-faktor perilaku (merokok, penggunaan narkoba, status nutrisi, dan koitus), komplikasi obstetri (kehamilan multipel, polihidramion, insufisiensi servik, operasi servik, perdarahan dalam kehamilan, dan trauma antenatal), dan kemungkinan karena perubahan lingkungan (tekanan barometer). Sinyal biokimia dari fetus termauk sinyal apoptosis dan sinyal endokrin dari fetus, juga meru[akan implikasi dalam inisiasi dai terjadinya ketuban pecah dini (Menon dkk., 2011; Hackenhaar dkk., 2014 ).

Pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh hilangnya eliastisitas pada daerah tepi robekan selaput ketuban. Hilangnya elastisnya selaput ketuban ini sangat erat kaitannya denggan jaringan kolagen, yang dapat terjadi karena penipisan oleh infeksi atau rendahnya kadar kolagen. Kolagen pada selaput terdapat pada amnion di daerah lapisan kompakta, fibroblas sertas pada korion di daerah lapisan retikuler atau trofoblas (Oyen dkk., 2006; Mamede dkk., 2012).

 

D.    Etiologi 

Penyebab ketuban pecah dini masih belum dapat diketahui dan tidak dapat diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan ada faktor-faktor yang berhubungan erat dengan ketuban pecah dini, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Adapun yang menjadi faktor adalah :

1)        Faktor maternal

a.         Korioamnionitis adalah keadaan pada perempuan hamil dimana korion, amnion dan cairan ketuban terkena infeksi bakteri.

b.         Infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang secara spesifik permulaan berasal dari vagina anus atau rectum dan menjalar ke uterus.

c.         Inkompetensi serviks (leher rahim) adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin yang semakin besar

d.        Riwayat KPD sebelumnya (Winkjosastro, 2011).

2)        Faktor neonatal

a.         Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan dengan makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi dan meyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah sehingga meneka selaput ketuban, menyebabkan selaput ketuban menjadi teregang, tipis, dan kekuatan membran menjadi berkurang, menimbulkan selaput ketuban mudah pecah.

b.         Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini, misalnya gemeli (kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih). Pada kehamilan gemeli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi karena jumlahnya berlebihan. Isi rahim yang lebih besar dan kantung (selaput ketuban) relatif kecil sedangkan dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah.

c.         Hidramion dan polihidramion adalah jumlah cairan >2000ml. Uterus dapat mengandung cairan dalam jumlah yang sangat banyak. Hidramion kronis adalah peningkatan jumlah cairan amnion terjadi secara berangsur- angsur. Hidramion akut, volume tersebut meningkat tiba- tiba dan uterus akan mengalami distensi nyata dalam waktu beberapa hari saja. (Winkjosastro, 2011).

 

E.     Patofisiologi

Pada sebagian besar kasus ternyata berhubungan dengan infeksi (sampai 65%). High virulensi berupa bacteroides low virulensi, lactobacillus kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerasi kolagen pada selaput korion/ amnion, menyebabkan ketban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.

 

F.     Faktor  resiko ibu bersalin dengan ketuban pecah dini

1.        Pekerjaan

Pekerjaan adalah suatu kegiatan atau aktivitas responden sehri-hari, namun pada masa kehamilan pekerjaan yang berta dan dapat membahayakan kehamilnanya hendaklah dihindari untuk menjaga keselamatan ibu maupun janin. Kejadian ketuban pecah sebelum waktunya dapat disebabkan oleh kelelahan dalam bekerja. Hal ini dapat dijadikan bagi ibu-ibu hamil agar selama masa kehamilan hindari/ kurangi melakukan pekerjaan yang berat. (Saifuddin, 2010)

2.        Paritas

Multigravida atau paritas tinggi merupakan salah satu dari penyebab terjadinya kasus ketuban pecah sebelum waktunya. Paritas 2-3 yaitu paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian. Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi, resiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetric lebih baik, sedangkan resiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana. Konsistensi serviks pada persalinan sangat mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini pada multipara dengan konsistensi serviks yang tipis, kemingkinan terjadinya ketuban pecah dini lebih besar dengan adanya tekanan intrauterin pada saat persalinan. Konsistensi serviks yang tipis dengan proses pembukaan serviks padaa multipara (mendatar sambil membuka hampir sekaligus) dapat mempercepat pembukaan serviks sehingga dapat beresiko ketuban pecah sebelum pembukaan lengkap. (Fatikah, 2010).

3.        Umur

Umur individu terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dengan bertambahnya umur seseiorang maka kematangan dalam berfikir semakin baik sehingga akan termotivasi dalam pemeriksaan kehamilan untuk mencegah komplikasi pada masa persalinan. Umur dibagi menjadi 3 kriteria yaitu <20 tahun, 20-35 tahun dan > 35 tahun. Usia reproduksi yang aman untuk kehamilan dan persalinan yaitu usia 20-35 tahun. Pada usia ini alat kandungan telah matang dan siap untuk di buahi, kehamilan yang terjadi pada usia < 20 tahun atau terlalu muda sering menyebabkan komplikasi/ penyulit bagi ibu dan janin, hal ini disebabkan belum matangnya alat reproduksi untuk hamil, dimana rahim belum bisa menahan kehamilan dengan baik, selaput ketuban belum matang dan mudah mengalami robekan sehingga dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Sedangkan pada usia yang terlalu tua atau >35 tahun memiliki resiko kesehatan bagi ibu dan bayiya. (Santoso, 2013)

4.        Riwayat ketuban pecah dini

Riwayat KPD sebelumnya beresiko 2-4 kali mengalami KPD kembali. Patogenesis terjadinya KPD secara singkat ialah akibat adanya penurunan kandungan kolagen dalam membrane sehingga memicy terjadinya KPD aterm dan KPD preterm terutama pada pasien resiko tinggi. Wanita yang mengalami KPD pada kehamilan atau menjelang persalinan maka pada kehamilan berikutnya akan lebih beresiko mengalaminya kembali antara 3-4 kali dari pada wanita yang tidak mengalami KPD sebelumnya, karena komposisi membran yang menjadi mudah rapuh dan kandungan kolagen yang semakin menurun pada kehamilan berikutnya.(Cunningham, 2010).

5.        Usia kehamilan

Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat, defomitas janin, meningkatnya insiden sectio caesaria, atau gagalnya persalinan normal. Persalinan prematur setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam stelah ketuban pecah. Pda kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu. Usia kehamilan pada saat kelahiran merupakan satu-satunya alat ukur kesehatan janin yang paling bermanfaat dan waktu kelahiran sering ditentukan dengan pengkajian usia kehamilan. Pada tahap kehamilan lebih lanjut, pengetahuan yang jelas tentang uia kehamilan mungkin sangat penting karena dapat timbul sejumlah penyulit kehamilan yang penangannya bergantung pada usia janin.

Periode waktu dari KPD sampai kelahirnya berbanding terbalik dengan usia kehamilan saat ketuban pecah. Jika ketuban pecah trimester III hanya diperlukan beberapa hari saja hingga kelahiran, antara terminasi kehamilan banyak diperlukan waktu untuk mempertahankan hingga janin lebih matur. Semakin lama menunggu, kemungkinan infeksi akan semakin besar dan membahayakan janin serta situasi maternal. (Astuti, 2012).

 

G.    Tanda gejala

Tanda dan gejala pada kehamilan yang mengalami ketudan pecah dini  adalah keluarnya cairaan ketuban merembes melalui vagina. Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau enetes, dengan cairan ini tidak akan berhenti atau kering karenaa terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya mengganjal atau menyumbat kebocoran untuk sementara. Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi. (Saifuddin, 2010).

 

H.    Diagnosis

Penegakan diagnosis ketuban pecah dini adalah sebagai berikut : bila air ketuban banyak dan mengandung mekonium verniks dan mengandung mekonium verniks maka diagnosis dengan inspeksi mudah ditegakan, tapi bila cairan keluarr sedikit maka diagnosis harus ditegakan pada :

1.        Anamnesa : kapan keluar cairan, warna, bau, adakah partikel-partikel di dalam cairan (lanugo serviks).

2.        Inpeksi : bila fundus di tekan atau bagian terendah digoyangkan, keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada forniks posterior.

3.        Periksa dalam : ada cairan dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi.

4.        Pemeriksaan laboratorium :

Kertas  lakmus : reaksi basa (lakmus merah berubah menjadi biru) mikroskopik : tampak lanugo, verniks kaseosa (tidak selalu dikerjakan )

5.        Pemeriksaan penunjang (Ababi, 2010).

 

I.       Komplikasi

1.        Ibu

a)         Infeksi pada ibu yang disebabkan oleh bakteri yang secara spesifik permulaan berasal dari vagina, anus, atau rectum dan menjalar ke uterus.

b)        Gagalnya persalinan normal yang diakibatkan oleh tidak adanya kemajua persalinan sehigga meningkatkan insiden seksio sesarea.

c)         Meningkatnya angka kematian pada ibu. (Sarwono, 2017)

2.        Bayi

a.         Hipoksia dan asfiksia

Dengan pecahnya ketuban terjadi oligihidramion yang menekan tali pusat sehingga terjadi asfiksia atau hipoksia.

b.         Persalinan prematur

Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul dengan persalinan. Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi pada 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan dalam 1 minggu.

c.         Sindrom deformitas janin

Ketuban pecah dini menyebabkan pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin.

d.        Peningkatan morbiditas neonatal  karena prematuritas. (Sarwono, 2017).

 

J.      Penatalaksanaan

Penatalaksanaan ketuban pecah dini dibagi pada kehamilan aterm, kehamilan preterm, serta dilakukan induksi, pada ketuban pecah dini yang sudah inpartu. (Ababi, 2010).

1.        Ketuban pecah dengan kehamilan aterm

Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm yaitu : diberi antibiotika, observasi suhu rektal tidak meningkat, ditunggu 24 jam, bila belum ada tanda- tanda inpartu dilakukan terminasi. Bila saat datang sudah lebih dari 24 jam, tidak adaa tanda – tanda inpartu dilakukan terminasi.

2.        Ketuban pecah dini dengan kehamilan prematur

a.         EFW (Estimate Fetal Weigt) <1500 gram yaitu pemberian ampicilin 1 gram/ hari tiap 6 jam, IM/IV selamaa 2 hari dan getamicine 60-80 mg tiap 8-12 jam sehari selama 2 hari, pemberian kotikosteroid untuk merangsang maturitas paru (betamethasone 12 mg, IV, 12xselang 24 jam ), melakukan observasi 2x24 jam kalau belum inpartu segera terminasu, melakukan obsevasi suhu rektal tiap 3 jam bila ada kecenderungan meningkat > 37,6oc segera terminasi.

b.         EFW (Estimate Fetal Weight) > 1500 gram yaitu melakukan observasi 2x24 jam, melakukan observasi suhu rectal tiap 3 jam, pemberian antibiotika/ kortikosteroid, pemberian ampiciline 1 gram/ hari tiap 6 jam, IM/IV selama 2 hari dan gentamycine 60-80 mg tiap 8-12 jam sehari selama 2 hari, pemberian kortikosteroid untuk merangsang meturasi paru (betamethasone 12 mg, IV, 2xselang 24 jam ), melakukan IV selama observasi tidak dilakukan, kecuali ada his/inpartu, bila suhu rektal meningkat >37,6oc segera terminasi, bila 2x24 jam cairan tidak keluar, USG: bagaimana jumlah air ketuban: bila jumlah air ketuban cukup, kehamilan dilanjutkan, perawatan ruangan sampai dengan 5 hari, bila jumlah air ketuban minimal segera terminasi, bila konsevatif sebelum pulang penderita diberi nasehat seperti kembali ke RS  bila ada tanda- tanda demam atau keluar cairan lagi (Ababi, 2010).

 


Comments

Popular posts from this blog

Konsep Cairan dan Elektrolit Tubuh

Makalah Konsep Dasar Teori Air Susu Ibu (ASI)