Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal

Image
  Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal sangat penting untuk mencapai hasil yang optimal. Berikut ini adalah beberapa contoh upaya kolaboratif yang dapat dilakukan: 1.       Kolaborasi antara tenaga medis dan bidan: Tim medis yang terdiri dari dokter, perawat, dan bidan dapat bekerja sama untuk memberikan pelayanan kesehatan yang holistik kepada ibu hamil dan bayi yang akan lahir. Dengan saling berbagi pengetahuan dan keterampilan, mereka dapat meningkatkan pemantauan kehamilan, memberikan perawatan prenatal yang tepat, dan menangani komplikasi saat melahirkan. 2.       Kemitraan antara lembaga kesehatan dan masyarakat: Kolaborasi antara fasilitas kesehatan, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat lokal dapat membantu meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan maternal dan perinatal. Misalnya, mengadakan kampanye penyuluhan dan program edukasi di komunitas mengenai perawa

MAKALAH KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

 


MAKALAH KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

 

A.    Definisi

Kehamilan ektopik adalah salah satu komplikasi kehamilan di mana ovum yang sudah dibuahi menempel di jaringan yang bukan dinding rahim. (Rustam, 2003)

Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi di luar kavum uteri.Sering disebut juga kehamilan ekstrauterin. Kurang tepat, karena kehamilan pada cornu uteri atau serviks uteri (intrauterin) juga masih termasuk sebagai kehamilan ektopik. (Cunningham, 2001)

Kehamilan ektopik adalah suatu keadaan dimana hasil konsepsi berimplantasi, tumbuh dan berkembang di luar endometrium kavum uteri. (Anthonius, 2001)

Dari ketiga definisi diatas dapajt disimpulkan bahwa kehamilan ektopik adalah suatu keadaan dimana hasil konsepsi berimplantasi, tumbuh dan berkembang di luar endometrium kavum uteri. Bila kehamilan tersebut mengalami proses pengakhiran (abortus) maka disebut kehamilan ektopik terganggu. Kehamilan ektopik terganggu adalah kehamilan ektopik yang terganggu, dapat terjadi abortus atau pecah dan hal ini berbahaya bagi wanita tersebut.

 

B.     Etiologi

Etiologi kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, tetapi masih belum diketahui secara jelas. Beberapa faktor yang berisiko untuk terjadinya kehamilan ektopik:

1.      Faktor mekanis

Hal-hal yang mengakibatkan terhambatnya perjalanan ovum yang dibuahi ke dalam kavum uteri, antara lain:

·         Salpingitis, terutama endosalpingitis yang menyebabkan aglutinasi silia lipatan mukosa tuba dengan penyempitan saluran atau pembentukan kantong-kantong buntu. Berkurangnya silia mukosa tuba sebagai akibat infeksi juga menyebabkan implantasi hasil zigot pada tuba falopii.

·         Adhesi peritubal setelah infeksi pasca abortus/ infeksi pasca nifas, apendisitis, atau endometriosis, yang menyebabkan tertekuknya tuba atau penyempitan lumen.

·         Kelainan pertumbuhan tuba, terutama divertikulum, ostium asesorius dan hipoplasi. Namun ini jarang terjadi.

·         Bekas operasi tuba memperbaiki fungsi tuba atau terkadang kegagalan usaha untuk memperbaiki patensi tuba pada sterilisasi.

·         Tumor yang merubah bentuk tuba seperti mioma uteri dan adanya benjolan pada adneksa.

·         Penggunaan IUD (Intra Utery Device).

2.      Faktor Fungsional

·         Migrasi eksternal ovum terutama pada kasus perkembangan duktus mulleri yang abnormal.

·         Refluks menstruasi.

·         Berubahnya motilitas tuba karena perubahan kadar hormon estrogen dan progesteron.

3.      Peningkatan daya penerimaan mukosa tuba terhadap ovum yang dibuahi.

4.      Hal lain, seperti: riwayat kehamilan ektopik terganggu dan riwayat abortus induksi sebelumnya.

 

C.    Patofisiologi

Proses implantasi ovum di tuba pada dasarnya sama dengan yang terjadi di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumnar atau interkolumnar. Pada nidasi secara kolumnar telur bernidasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan direabsorbsi. Pada nidasi interkolumnar, telur bernidasi antara dua jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup maka ovum dipisahkan dari lumen oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba malahan kadangkadang sulit dilihat vili khorealis menembus endosalping dan masuk kedalam otototot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah.

Perkembangan janin selanjutnya tergantung dari beberapa faktor, yaitu; tempat implantasi, tebalnya dinding tuba dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas. Di bawah pengaruh hormon esterogen dan progesteron dari korpus luteum graviditi dan tropoblas, uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat berubah menjadi desidua. Beberapa perubahan pada endometrium yaitu; sel epitel membesar, nukleus hipertrofi, hiperkromasi, lobuler, dan bentuknya ireguler. Polaritas menghilang dan nukleus yang abnormal mempunyai tendensi menempati sel luminal. Sitoplasma mengalami vakuolisasi seperti buih dan dapat juga terkadang ditemui mitosis. Perubahan endometrium secara keseluruhan disebut sebagai reaksi AriasStella. Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi kemudian dikeluarkan secara utuh atau berkepingkeping. Perdarahan yang dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus disebabkan pelepasan desidua yang degeneratif. Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu. Karena tuba bukan tempat pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus.

 

D.    Tanda Gejala

Pada minggu-minggu awal, kehamilan ektopik memiliki tanda-tanda seperti kehamilan pada umumnya, yaitu terlambat haid, mual dan muntah, mudah lelah, dan perabaan keras pada payudara.1-4

1.      Tanda

a.       Ketegangan abdomen

·         Rasa tegang abdomen yang menyeluruh atau terlokalisir terdapat pada 80% kasus kehamilan ektopik terganggu

·         Nyeri goyang servik (dan ketegangan pada adneksa) terdapat pada 75% kasus kehamilan ektopik.

b.      Masa adneksa ─ Massa unilateral pada adneksa dapat diraba pada ⅓ sampai ½ kasus KE. Kadang-kadang dapat ditemukan adanya masa pada cavum Douglassi (hematocele)

c.       Perubahan pada uterus ─ Terdapat perubahan-perubahan yang umumnya terjadi pada kehamilan normal seperti ada riwayat terlambat haid dan gejala kehamilan muda

Apabila seorang wanita dengan kehamilan ektopik mengalami gejala diatas, maka dikatakan bahwa wanita tersebut mengalami Kehamilan Ektopik Terganggu. Apabila anda merasa hamil dan mengalami gejala-gejala seperti ini maka segera temui dokter anda. Hal ini sangat penting karena kehamilan ektopik dapat mengancam nyawa apabila ruptur (pecah) dan menyebabkan perdarahan di dalam.

2.      Gejala

a.       Nyeri : Nyeri panggul atau abdomen hampir selalu terdapat.

·         Nyeri dapat bersifat unilateral atau bilateral ; terlokalisir atau menyebar.

·         Nyeri subdiafragma atau nyeri bahu tergantung ada atau tidaknya perdarahan intra-abdominal.

b.      Perdarahan : Perdarahan uterus abnormal (biasanya berupa bercak perdarahan ) terjadi pada 75% kasus yang merupakan akibat dari lepasnya sebagian desidua.

c.       Amenorea : Amenorea sekunder tidak selalu terdapat dan 50% penderita KE mengeluhkan adanya spotting pada saat haid yang dinanti sehingga tak jarang dugaan kehamilan hampir tidak ada.

d.      Sinkope : Pusing, pandangan berkunang-kunang dan atau sinkope terjadi pada 1/3 sampai ½ kasus KET.

e.       “Desidual cast” : 5 – 10% kasus kehamilan ektopik mengeluarkan ”desidual cast” yang sangat menyerupai hasil konsepsi.

 

 

 

E.     Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada kasus kehamilan ektopik diantaranya adalah pemeriksaan kada hormon, ultrasonography, dan dilatation & curettage (D&C).

1.      Kadar serum β-Hcg

Kadar β-hCG berkorelasi dengan ukuran dan usia gestasi pertumbuhan embrionik normal. Pada kehamilan normal, kadar β-hCG menjadi dua kali lipat setiap 48-72 jam sampai mencapai kadar 10.000-20.000mIU/mL. Pada kehamilan ektopik peningkatan kadar β-hCG tersebut kurang dari normal.

2.      Kadar Progesteron

Kadar progesteron adalah modalitas diagnostik lain yang bisa digunakan untuk membedakan gestasi abnormal dari kehamilan intrauterin yang sehat. Berbeda dengan kadar β-hCG, kadar progesteron tidak bergantung pada usia gestasional. Kadar progesteron relatif konstan selama trimester pertama kehamilan, baik normal maupun abnormal.

3.      Ultrasonografi (USG)

Modalitas USG mungkin menjadi salah satu modalitas terpenting untuk mendiagnosis kehamilan ektopik. Sebetulnya pemeriksaan dengan USG ini lebih tepatnya ditujukan untuk mengkonfirmasi kehamilan intrauterin. Visualisasi kantong kehamilan intrauterin dengan atau tanpa aktivitas jantung janin adalah cara yang adekuat untuk mengeksklusi adanya kehamilan ektopik. USG dapat dilakukan secara abdominal maupun transvaginal. [11]

4.      Dilatasi dan Kuretase (D&C)

Walaupun sekarang ini metode dilatation & curetage (D&C) sudah jarang digunakan karena sudah luasnya ketersediaan USG, metode ini dapat menjadi opsi untuk menyingkirkan diagnosis kehamilan ektopik dengan cara menegakan diagnosis kehamilan intrauterin. Jika jaringan yang didapatkan positif mengandung villi korialis baik pada percobaan pengapungan jaringan pada saline maupun pada pemeriksaan histologis, itu artinya terdapat kehamilan intrauterin.

5.      Kuldosintesis

Kuldosintesis adalah suatu metode pemeriksaan untuk mengetahui apakah terdapat darah di dalam kavum Douglas. Metode ini dilakukan dengan cara memasukan jarum menembus fornix posteror vagina ke cul-de-sac dan mencoba mengaspirasi darah. Namun, walaupun metode ini cukup sederhana, cepat, dan tidak mahal, penggunaannya saat ini sudah jarang dilakukan karena tingginya hasil positif palsu (10-14%). Tingginya nilai positif palsu ini dapat disebabkan oleh korpus luteum yang ruptur, abortus inkomplit, dan menstruasi retrograde.

6.      Laparoskopi

Laparoskopi menjadi pilihan terakhir yang digunakan sebagai alat bantu diagnostik untuk kehamilan ektopik apabila hasil penilaian metode diagnostik yang lain meragukan. Pemakaian rutin pemeriksaan laparoskopi pada semua pasien yang diduga mengalami kehamilan ektopik memiliki risiko dan menambah biaya yang tidak diperlukan walaupun sebenarnya laparoskopi memang pemeriksaan standar diagnostik.

 

F.     Penatalaksanaan

Penatalaksanaan kehamilan ektopik tergantung pada beberapa hal, antara lain lokasi kehamilan dan tampilan klinis. Sebagai contoh, penatalaksanaan kehamilan tuba berbeda dari penatalaksanaan kehamilan abdominal. Selain itu, perlu dibedakan pula penatalaksanaan kehamilan ektopik yang belum terganggu dari kehamilan ektopik terganggu. Tentunya penatalaksanaan pasien dengan kehamilan ektopik yang belum terganggu berbeda dengan penatalaksanaan pasien dengan kehamilan ektopik terganggu yang menyebabkan syok.

Penatalaksanaan ekspektasi didasarkan pada fakta bahwa sekitar 75% pasien pada kehamilan ektopik akan mengalami penurunan kadar β-hCG. Penurunan kadar β-hCG diobservasi ketat dengan penatalaksanaan ekspektasi, kehamilan ektopik dini dengan kadar stabil atau cenderung turun. Oleh sebab itu, tidak semua pasien dengan kehamilan ektopik dapat menjalani penatalaksanaan seperti ini. Penatalaksanaan ekspektasi dibatasi pada keadaan-keadaan berikut: 1) kehamilan ektopik dengan kadar β-hCG yang menurun, 2) kehamilan tuba, 3) tidak ada perdarahan intraabdominal atau ruptur, dan 4) diameter massa ektopik tidak melebihi 3.5 cm. Sumber lain menyebutkan bahwa kadar β-hCG awal harus kurang dari 1000 mIU/mL, dan diameter massa ektopik tidak melebihi 3.0 cm. Dikatakan bahwa penatalaksanaan ekspektasi ini efektif pada 47-82% kehamilan tuba.1,6

Pada penatalaksanaan medis digunakan zat-zat yang dapat merusak integritas jaringan dan sel hasil konsepsi. Kandidat-kandidat penerima tatalaksana medis harus memiliki syarat-syarat berikut ini: keadaan hemodinamik yang stabil, bebas nyeri perut bawah, tidak ada aktivitas jantung janin, tidak ada cairan bebas dalam rongga abdomen dan kavum Douglas, harus teratur menjalani terapi, harus menggunakan kontrasepsi yang efektif selama 3-4 bulan pascaterapi, tidak memiliki penyakit-penyakit penyerta, sedang tidak menyusui, tidak ada kehamilan intrauterin yang koeksis, memiliki fungsi ginjal, hepar dan profil darah yang normal, serta tidak memiliki kontraindikasi terhadap pemberian methotrexate. Berikut ini akan dibahas beberapa metode terminasi kehamilan ektopik secara medis.

1.      Methotrexate

2.      Actinomycin

3.      Larutan Glukosa Hiperosmolar

 

G.    Kewenangan Bidan

Bagi setiap wanita hamil yang diduga bidan mengalami kehamilan ektopik atau ketika tidak dapat dipastikan apakah kehamilan berlangsung di dalam rahim dan wanita tersebut menunjukan tanda dan gejala kehamilan ektopik, maka penatalaksanaan medis lebih lanjut diperlukan.

Bidan dapat melakukan pemeriksaan fisik dan pengkajian riwayat kehamilan serta evaluasi laboratorium, termasuk pemeriksaan ultrasonografi. Jika kemungkinan kehamilan ektopik tidak dapat disingkirkan, maka bidan harus berkonsultasi dengan dokter (Varney, dkk, 2006).

 

H.    Kesimpulan

Kehamilan ektopik adalah suatu keadaan dimana hasil konsepsi berimplantasi, tumbuh dan berkembang di luar endometrium kavum uteri. Bila kehamilan tersebut mengalami proses pengakhiran (abortus) maka disebut kehamilan ektopik terganggu.

Kewenangan bidan yaitu dapat melakukan pemeriksaan fisik dan pengkajian riwayat kehamilan serta evaluasi laboratorium, termasuk pemeriksaan ultrasonografi. Jika kemungkinan kehamilan ektopik tidak dapat disingkirkan, maka bidan harus berkonsultasi dengan dokter (Varney, dkk, 2006).

 

I.       Dafar Pustaka

1.      Cunningham FG. Ectopic Pregnancy. Williams Obstetrics. 21st ed. New York: McGraw-Hills. 2001.p.883-910.

  1. Anthonius BM. Kehamilan Ektopik. Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2001.324-67.

3.      Rustam MPH. Sinopsis Obstetri. Jilid 1. Jakarta: EGC.2003.h.226-35.

4.      Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Kehamilan Ektopik. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. 2002.h. 323-338.

5.      Bader TJ. Ectopic Pregnancy. Ob/Gyn Secrets. 3rd ed. Philadelphia: Elsevier-Mosby.2005.p.109.

6.      Lozeau AM, Potter B. Diagnosis and Management of Ectopic Pregnancy. American Academy of Family Physician.2005.p.1707-14


Comments

Popular posts from this blog

Konsep Cairan dan Elektrolit Tubuh

Makalah Konsep Dasar Teori Air Susu Ibu (ASI)