Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal

Image
  Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal sangat penting untuk mencapai hasil yang optimal. Berikut ini adalah beberapa contoh upaya kolaboratif yang dapat dilakukan: 1.       Kolaborasi antara tenaga medis dan bidan: Tim medis yang terdiri dari dokter, perawat, dan bidan dapat bekerja sama untuk memberikan pelayanan kesehatan yang holistik kepada ibu hamil dan bayi yang akan lahir. Dengan saling berbagi pengetahuan dan keterampilan, mereka dapat meningkatkan pemantauan kehamilan, memberikan perawatan prenatal yang tepat, dan menangani komplikasi saat melahirkan. 2.       Kemitraan antara lembaga kesehatan dan masyarakat: Kolaborasi antara fasilitas kesehatan, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat lokal dapat membantu meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan maternal dan perinatal. Misalnya, mengadakan kampanye penyuluhan dan program edukasi di komunitas mengenai perawa

MAKALAH ATONIA UTERI

 


MAKALAH ATONIA UTERI

 

A.    Pengertian

Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. (Sarwono, 2016)

Atonia uteri merupakan penyebab paling banyak Pendarahan, hingga sekitar 70% kasus. Atonia dapat terjadi setelah persalinan vaginal, persalinan operatif ataupun persalinan abdominal. Penelitian sejauh ini membuktikan bahwa atonia uteri lebih tinggi pada persalinan abdominal dibandingkan dengan persalinan vaginal (Edhi, 2013)

 

B.     Etiologi Atonia Uteri

Kegagalan  kontraksi  dan  retraksi  dari  serat  miometrium  dapat menyebabkan   perdarahan   yang   cepat   dan   parah   serta   syok hipovolemik. Kontraksi miometrium yang lemah dapat diakibatkan oleh kelelahan karena persalinan lama atau persalinan  yang terlalu cepat, terutama jika dirangsang. Selain itu, obat-obatan seperti obat anti-inflamasi nonsteroid, magnesium sulfat, beta-simpatomimetik, dan   nifedipin   juga   dapat   menghambat   kontraksi   miometrium. Penyebab  lain adalah  situs  implantasi  plasenta  di  segmen  bawah rahim, korioamnionitis,   endomiometritis,   septikemia,   hipoksiapada   solusio   plasenta,   dan   hipotermia   karena   resusitasi   masif(Rueda et al., 2013)

Atonia  uteri  merupakan  penyebab  paling banyak  PPP,  hingga sekitar 70% kasus. Atonia dapat terjadi setelah persalinan vaginal, persalinan operatif ataupun persalinan abdominal. Penelitian sejauh ini  membuktikan  bahwa  atonia  uteri  lebih  tinggi  pada  persalinan abdominal dibandingkan dengan persalinan vaginal (Edhi, 2013).

 


 

C.    Tanda gejala atonia uteri

1.      perdarahan pervaginam

Perdarahan yang sangat banyak dan darah tidak merembes. Peristiwa sering terjadi pada kondisi ini adalah darah keluar disertai gumpalan disebabkan tromboplastin sudah tidak mampu lagi sebagai anti pembeku darah.

2.      konsistensi rahim lunak

Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang membedakan atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya

3.      fundus uteri naik

4.      terdapat tanda-tanda syok

a.       nadi cepat dan lemah (110 kali/ menit atau lebih)

b.      tekanan darah sangat rendah : tekanan sistolik < 90 mmHg

c.       pucat

d.      keringat/ kulit terasa dingin dan lembap

e.       pernafasan cepat frekuensi30 kali/ menit atau lebih

f.       gelisah, binggung atau kehilangan kesadaran

g.      urine yang sedikit ( < 30 cc/ jam)

 

D.    Penanganan Atonia Uteri

1.      Standar Pertolongan Persalinan

Standar 9: Banyaknya darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan umum pasien. Pasien bisa masih dalam keadaaan sadar, sedikit anemis, atau sampai syok berat hipovolemik. Tindakan pertama yang harus dilakukan tergantung pada keadaaan klinisnya.

No

Langkah Penatalaksanaan

Alasan

1

Masase fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta (maksimal 15 detik)

Masase merangsang kontraksi uterus. Saat dimasase dapat dilakukan penilaia kontraksi uterus

2

Bersihkan bekuan darah adan selaput ketuban dari vagina dan lubang servik

Bekuan darah dan selaput ketuban dalam vagina dan saluran serviks akan dapat menghalang kontraksi uterus secara baik.

3

Pastikan bahwa kantung kemih kosong,jika penuh dapat dipalpasi, lakukan kateterisasi menggunakan teknik aseptic

Kandung kemih yang penuh akan dapat menghalangi uterus berkontraksi secara baik

4

Lakukan Bimanual Internal (KBI) selama 5 menit

Kompresi bimanual internal memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah dinding uterusdan juga merangsang miometrium untuk berkontraksi.

5

Anjurkan keluarga untuk mulai membantu kompresi bimanual eksternal

Keluarga dapat meneruskan kompresi bimanual eksternal selama penolong melakukan langkah-langkah selanjutnya

6

Keluarkan tangan perlahan-lahan

Menghindari rasa nyeri

7

Berikan ergometrin 0,2 mg IM (kontraindikasi hipertensi) atau misopostrol 600-1000 mcg

Ergometrin dan misopostrol akan bekerja dalam 5-7 menit dan menyebabkan kontraksi uterus

8

Pasang infus menggunakan jarum 16 atau 18 dan berikan 500cc ringer laktat + 20 unit oksitosin. Habiskan 500 cc pertama secepat mungkin

Jarum besar memungkinkan pemberian larutan IV secara cepat atau tranfusi darah. RL akan membantu memulihkan volume cairan yang hilang selama perdarahan.oksitosin IV akan cepat merangsang kontraksi uterus.

9

Ulangi kompresi bimanual internal.

KBI yang dilakukan bersama dengan ergometrin dan oksitosin atau misopostrol akan membuat uterus berkontraksi.

10

Rujuk segera

Rujuk segera Jika uterus tidak berkontaksiselama 1 sampai 2 menit, hal ini bukan atonia sederhana. Ibu membutuhkan perawatan gawat darurat di fasilitas yang mampu melaksanakan bedah dan tranfusi darah

11

Dampingi ibu ke tempat rujukan. Teruskan melakukan KBI

Dampingi ibu ke tempat rujukan. Teruskan melakukan KBI Kompresi uterus ini memberikan tekanan langung pada pembuluh darah dinding uterus dan merangsang uterus berkontraksi

12

Lanjutkan infus RL +20 IU oksitosin dalam 500 cc larutan dengan laju 500 cc/ jam sehingga menghabiskan 1,5 I infus. Kemudian berikan 125 cc/jam. Jika tidak tersedia cairan yang cukup, berikan 500 cc yang kedua dengan kecepatan sedang dan berikan minum untuk rehidrasi

RL dapat membantu memulihkan volume cairan yang hilang akibat perdarahan. Oksitosin dapat merangsang uterus untuk berkontraksi.

 

 

Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi postpartum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia uteri terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut miometrium tersebut tidak berkontraksi.

 

2.      Teori KBI

a.       Letakkan kepalan tangan pada fornik anterior tekan dinding anteror uteri sementara telapak tangan lain pada abdomen, menekan dengan kuat dinding belakang uterus ke arah kepalan tangan dalam.

b.      Tekan uterus dengan kedua tangan secara kuat. Kompresi uterus ini memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah di dalam dinding uterus dan juga merangsang miometrium untuk berkontraksi.

Evaluasi keberhasilan:

a.       Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan melakukan KBl selama dua menit, kemudian perlahan-lahan keluarkan tangan dari dalam vagina. Pantau kondisi ibu secara melekat selama kala empat.

b.      Jika uterus berkontraksi tapi perdarahan terus berlangsung, periksa perineum, vagina dari serviks apakah terjadi laserasi di bagian tersebut. Segera lakukan si penjahitan jika ditemukan laserasi.

c.       Jika kontraksi uterus tidak terjadi dalam waktu 5 menit, ajarkan keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksternal kemudian terus­kan dengan langkah-langkah penatalaksanaan atonia uteri selanjutnya. Minta tolong keluarga untuk mulai menyiapkan rujukan.

Alasan: Atonia uteri seringkali bisa diatasi dengan KBl, jika KBl tidak berhasil dalam waktu 5 menit diperlukan tindakan-tindakan lain.

3.      Teori Tampon

Pemberian tampon (packing) uterovagina dengan kassa gulung dapat merugikan karena memerlukan waktu untuk pemasangannya, dapat menyebabkan perdarahan yang tersembunyi atau bila ada perembesan berarti banyak darah yang sudah terserab di tampon tersebut sebelumnya dan dapat menyebabkan infeksi. Tetapi dapat pula menguntungkan bila dengan tampon tersebut perdarahan bisa berhenti sehingga tidak diperlukan tindakan operatif atau tampon digunakan untuk menurunkan perdarahan sementara sambil menunggu penanganan operatif. Alternatif dari pemberian tampon selain dengan kassa, juga dipakai beberapa cara yaitu : dengan menggunakan Sengstaken-Blakemore tube, Rusch urologic hydrostatic balloon catheter (Folley catheter) atau SOS Bakri tamponade balloon catheter.

Pada tahun 2003 Sayeba Akhter dkk mengajukan alternatif baru dengan pemasangan kondom yang diikatkan pada kateter. Dari penelitiannya disebutkan angka keberhasilannya 100% ( 23 berhasil dari 23 PPH ), kondom dilepas 24 – 48 jam kemudian dan tidak didapatkan komplikasi yang berat. Indikasi pemasangan kondom sebagai tampon tersebut adalah untuk PPH dengan penyebab Atonia Uteri. Cara ini kemudian disebut dengan Metode Sayeba. Metode ini digunakan sebagai alternatif penanganan HPP terutama sambil menunggu perbaikan keadaan umum, atau rujukan.

Cara pemasangan tampon kondom menurut Metode Sayeba adalah secara aseptik kondom yang telah diikatkan pada kateter dimasukkan kedalam cavum uteri. Kondom diisi dengan cairan garam fisiologis sebanyak 250-500 cc sesuai kebutuhan. Dilakukan observasi perdarahan dan pengisian kondom dihentikan ketika perdarahan sudah berkurang. Untuk menjaga kondom agar tetap di cavum uteri, dipasang tampon kasa gulung di vagina. Bila perdarahan berlanjut tampon kassa akan basah dan darah keluar dari introitus vagina. Kontraktilitas uterus dijaga dengan pemberian drip oksitosin paling tidak sampai dengan 6 jam kemudian. Diberikan antibiotika tripel, Amoksisilin, Metronidazol dan Gentamisin. Kondom kateter dilepas 24 – 48 jam kemudian, pada kasus dengan perdarahan berat kondom dapat dipertahankan lebih lama.

 

5.      Asuhan persalinan kala satu

Standar 10: Persalinan kala dua yang aman

Standar 11: Penatalaksanaan aktif persalinan kala tiga

Standar 12: Penanganan kala II dengan gawat janin melalui episiotomi

 

 


Comments

Popular posts from this blog

Konsep Cairan dan Elektrolit Tubuh

Makalah Konsep Dasar Teori Air Susu Ibu (ASI)