Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal

Image
  Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal sangat penting untuk mencapai hasil yang optimal. Berikut ini adalah beberapa contoh upaya kolaboratif yang dapat dilakukan: 1.       Kolaborasi antara tenaga medis dan bidan: Tim medis yang terdiri dari dokter, perawat, dan bidan dapat bekerja sama untuk memberikan pelayanan kesehatan yang holistik kepada ibu hamil dan bayi yang akan lahir. Dengan saling berbagi pengetahuan dan keterampilan, mereka dapat meningkatkan pemantauan kehamilan, memberikan perawatan prenatal yang tepat, dan menangani komplikasi saat melahirkan. 2.       Kemitraan antara lembaga kesehatan dan masyarakat: Kolaborasi antara fasilitas kesehatan, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat lokal dapat membantu meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan maternal dan perinatal. Misalnya, mengadakan kampanye penyu...

Makalah Asma Akut Dalam Kehamilan

 


ASMA AKUT DALAM KEHAMILAN

 

A.    Asma Dalam Kehamilan

Asma adalah penyakit yang sering memberikan komplikasi medis yang berarti pada kehamilan. Sekitar 4-8% kehamilan memiliki komplikasi berupa asma. Prevalensi morbiditas asma pada kehamilan terus meningkat dari tahun ke tahun, meskipun angka mortalitasnya menurun. Berat penyakit asma pada penderita selama kehamilan seringkali berubah sehingga penderita memerlukan pengaturan jenis dan dosis obat asma yang dipakai. Penelitian retrospektif menunjukkan bahwa selama kehamilan 1/3 penderita mengalami perburukan penyakit, 1/3 lagi mengalami perbaikan, dan 1/3 sisanya tidak mengalami perubahan.

Bagi wanita yang menderita asma, kehamilan dapat memengaruhi kondisi asma yang diderita. Ada sebagian penderita asma yang merasakan perbaikan gejala ketika hamil, namun pada kebanyakan kasus, kehamilan dapat membuat asma memburuk dan sering kambuh. Jika hal itu terjadi, ibu dan janin berisiko mengalami kekurangan oksigen, yang tentunya bisa membahayakan kondisi kesehatan ibu dan bayi yang dikandung.

 

B.     Penyebab asma saat hamil

Bila ibu memiliki riwayat penyakit asma sebelumnya, kemungkinan Bunda akan mengalami asma saat hamil. Apalagi jika beberapa faktor pemicunya berikut ini:.

1.      Infeksi saluran pernapasan, seperti pilek, flu, bronchitis, dan sinusitis. Penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus ini bisa memicu serangan asma.

2.      Asap rokok

3.      GERD (asam lambung naik ke tenggorokan)

4.      Menghirup asap yang berasal dari pembakaran atau alat masak

5.      Stres atau marah-marah

6.      Alergi makanan

7.      Perubahan musim seperti cuaca menjadi dingin dan udara kering

8.      Olahraga berlebihan

9.      Bau menyengat seperti parfum atau lainnya

10.  Reaksi alergi terhadap bahan kimia tertentu, seperti sampo, sabun dan alat kosmetik, bahkan terhadap produk rumah tangga.

 

C.    Patofisiologi

Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran pernapasan dengan komponen genetik yang utama. Peningkatan respon dari saluran pernapasan dan inflamasi subakut yang persisten telah banyak dihubungkan dengan gen-gen pada kromosom 5, 11, dan 12 yang meliputi kumpulan gen sitokin, gen reseptor β-adrenegik dan glukokortikoid, seta gen reseptor antigen sel T. Selain itu, juga dijumpai adanya stimulan alergen lingkungan seperti virus influenza dan asap rokok pada penderita-penderita yang rentan.

Tanda khas dari asma berupa obstruksi saluran pernapasan yang reversibel akibat konstriksi otot polos bronkus, kongesti vaskuler, produksi mukus yang kental, dan edema mukosa saluran pernapasan.Selain itu, juga dijumpai adanya inflamasi saluran pernapasan dan meningkatnya respon terhadap berbagai stimuli seperti iritan-iritan, infeksi virus, aspirin, udara dingin, dan latihan fisik. Proses inflamasi disebaban oleh respon sel mast, eosinofil, limfosit, dan epitelium bronkus yang mengakibatkan disekresikannya mediator-mediator inflamasi seperti histamin, leukotrien, prostaglandin, sitokin, dan lain sebagainya. IgE juga memegang peranan penting dalam patofisiologi dari asma.

 

D.    Gejala Asma

Napas terasa berat saat hamil belum tentu menandakan asma. Ini normal terjadi di masa kehamilan, terutama pada trimester terakhir. Sedangkan gejala asma yang harus kamu waspadai dan memerlukan penanganan dokter segera adalah:

1.      Sesak napas

2.      Batuk yang bertambah parah pada malam dan pagi hari

3.      Batuk saat melakukan aktivitas fisik

4.      Mengi

5.      Dada terasa tertekan

6.      Kulit tampak pucat

7.      Lemas

8.      Bibir dan jari tangan tampak kebiruan

 

E.     Efek Kehamilan Terhadap Asma

Tidak terdapat bukti klinis adanya pengaruh kehamilan terhadap asma. Penelitian perspektif terhadap ibu hamil dengan asma memberikan hasil 12,6% pasien dengan asma ringan mengalami eksaserbasi dan 2,3% menjalani perawatan di rumah sakit, 25,7% pasien dengan asma sedang mengalami eksaserbasi dan 6,8% menjalani perawatan di rumah sakit, dan pasien dengan asma berat sebanyak 51,9% mengalami eksaserbasi dengan jumlah pasien rawat di rumah sakit sebanyak 26,9%. Efek kehamilan terhadap asma bervariasi, didapatkan 23% pasien mengalami perbaikan gejala selama kehamilan dan 30% pasien mengalami perburukan gejala selama kehamilan. Karena banyaknya pasien yang mengalami perburukan, ibu hamil dengan asma harus dimonitor dengan tes APE dan KVP1 dan diobservasi gejalanya selama kehamilan. Selain itu, terdapat peningkatan risiko serangan hingga 18 kali lipat setelah persalinan dengan seksio sesarea dibandingkan dengan persalinan pervaginam.

 

F.     Efek Asma pada Kehamilan

Asma yang tidak terkontrol dalam kehamilan dapat menimbulkan komplikasi pada janin dan ibu berupa kematian perinatal, pertumbuhan janin terhambat, lahir premature, berat badan lahir rendah, preeklamsia, perdarahan post partum, dan peningkatan insidensi seksio sesarea, tergantung pada derajat beratnya penyakit asma. Prognosis bayi yang lahir dari ibu dengan asma terkontrol sebanding dengan prognosis bayi yang lahir dari ibu tanpa asma. Suatu studi perspektif menunjukkan ibu hamil dengan asma ringan ataupun sedang yang terkontrol dapat memiliki luaran ibu dan janin yang baik..

Pada asma berat, hipoksia janin dapat terjadi mendahului hipoksia pada ibu. Hipoksia janin akan menyebabkan gawat janin sebagai akibat penurunan sirkulasi uteroplasenter dan aliran darah balik maternal. Peningkatan pH (alkali) akan menggeser ke kiri kurva disosiasi oksihemoglobin. Hipoksemia maternal menyebabkan penurunan aliran darah pada tali pusat, peningkatan resistensi vaskular pulmonar dan sistemik, dan penurunan curah jantung.

 

G.    Efek asma terhadap janin

Penelitian pada baik manusia maupun hewan menunjukkan bahwa alkalosis pada ibu dapat menyebabkan hipoksemia janin jauh sebelum oksigenasi maternal terganggu. Gangguan pada janin diperkirakan merupakan akibat dari beberapa faktor, yaitu berkurangnya aliran darah fetus, berkurangnya aliran darah balik vena ibu, dan pergeseran kurva disosiasi oksihemoglobin ke kiri akibat keadaan basa. Apabila ibu tidak lagi mampu mempertahankan tekanan oksigen normal dan terjadi hipoksemia, janin akan berespon dengan mengurangi aliran darah umbilikus, meningkatkan resistensi vasukler sistemik dan paru, dan akhirnya mengurangi curah jantung. Kesadaran bahwa janin dapat mengalami gangguan berat sebelum penyakit ibu menjadi parah menunjukkan pentingnya pemantauan dan tatalaksana agresif pada semua wanita hamil dengan asma akut. Pemantauan respon janin pada dasarnya menjadi indikator gangguan pada ibu.5

 

H.    Manajemen dan Terapi Asma Selama Kehamilan

Menurut National Asthma Education and Prevention Program Expert Panel, penanganan efektif asma pada kehamilan harus mencakup penilaian objektif fungsi paru dan kesejahteraan janin, menghindari/ menghilangkan faktor presipitasi lingkungan, terapi farmakologi, dan edukasi pasien. Terapi farmakologi lini pertama yang diberikan pada serangan asma adalah agonis beta-2 kerja cepat inhalasi. Terapi farmakologi untuk mengontrol asma intermiten tidak dibutuhkan, untuk asma persisten ringan dapat digunakan agonis beta-2 kerja lambat inhalasi dan kortikosteroid inhalasi dosis rendah. Untuk asma persisten sedang dapat digunakan agonis beta-2 kerja lambat inhalasi, kortikosteroid inhalasi dosis sedang, dan teofilin oral. Dan untuk asma persisten berat dapat digunakan agonis beta-2 kerja lambat inhalasi, kortikosteroid inhalasi dosis tinggi, teofilin oral, dan kortikosteroid oral apabila dibutuhkan.

Edukasi pasien untuk menghindari faktor pencetus asma harus dilakukan untuk mengurangi angka kejadian serangan asma selama kehamilan. Selain itu, pasien juga harus diedukasi mengenai monitoring diri dan penanganan awal serangan asma untuk menghindari terjadinya perburukan pada ibu dan juga janin.

 

I.       Penanganan Mandiri Asma dalam Kehamilan

Berikut ini adalah beberapa penanganan asma yang bisa dilakukan selama hamil:

1.      Mengonsumsi obat asma

Kunci utama mengontrol asma saat hamil adalah dengan tetap rutin mengonsumsi obat asma. Kamu tidak perlu khawatir, karena sebagian besar obat asma hirup atau inhaler yang berisi terbutaline, albuterol, prednisone, dan theophylline aman dikonsumsi saat hamil. Namun hati-hati, obat asma yang dikonsumsi dengan cara diminum (obat oral) dikhawatirkan berisiko bagi janin.

Untuk memastikan obat asma yang aman dikonsumsi ketika hamil, sebaiknya konsultasikan ke dokter kandungan sejak awal kehamilan. Informasikan secara rinci kepada dokter, mengenai riwayat penyakit asma yang diderita dan obat yang pernah kamu konsumsi.

2.      Hindari pemicu munculnya gejala asma

Bagi penderita asma yang sedang hamil, menghindari faktor pemicu serangan asma merupakan langkah yang sangat penting. Langkah ini bisa dilakukan dengan beberapa cara berikut ini:

Ø  Hindari alergen pemicu asma, misalnya debu, asap, dan bulu binatang.

Ø  indari berdekatan dengan orang yang sedang menderita infeksi pernapasan.

Ø  Jangan merokok, dan jauhi asap rokok.

Ø  Rajin berolahraga, misalnya berenang, senam hamil, yoga, atau olahraga lain yang dianjurkan dokter.

Ø  Jika memiliki penyakit refluks asam lambung (gastroesophageal reflux disease/GERD), segera tangani dengan berobat ke dokter. GERD dapat memperburuk gejala asma saat hamil.

Ø  Jika pilek, tanyakan kepada dokter mengenai obat antihistamin yang aman untuk dikonsumsi.

3.      Rutin menjalani medical check-up

Pemeriksaan ini dilakukan sebulan sekali, dan bertujuan memantau kondisi kesehatan tubuh secara umum, termasuk kondisi paru-paru. Pemeriksaan ini juga berguna untuk memastikan kondisi janin sehat. Dokter akan menggunakan spirometri atau peak flow meter untuk mengukur fungsi paru-paru ibu hamil.

4.      Pantau gerakan janin tiap hari

Pantau gerakan janin setiap hari, terutama setelah kandunganmu berusia 28 minggu. Untuk memastikan janin aktif dan sehat, kamu bisa melakukan pemeriksaan USG kehamilan sebagai bagian dari pemeriksaan kehamilan rutin. Jika asma sering kambuh dan gejalanya semakin berat, segeralah konsultasikan pada dokter kandungan.

5.      Melakukan vaksin flu

Vaksinasi flu direkomendasikan untuk dijalani oleh semua ibu hamil, apalagi ibu hamil dengan asma. Vaksin ini memberimu perlindungan ekstra terhadap serangan flu berat.

 

J.      Penatalaksanaan Asma dalam Kehamilan

1.      Asma Akut

Penanganan asma akut pada kehamilan memegang prinsip yang sama dengan asma biasa dengan tambahan ambang batas rawat inap yang lebih rendah. Secara umum, dilakukan penanganan aktif dengan hidrasi intravena, pemasangan sungkup oksigen dengan target PO2 > 60 mmHg dan pemasangan pulse oximetry  dengan target saturasi O2 > 95%. Kemudian dilakukan pemeriksaan analisa gas darah (AGDA), pengukuran FEV1 serta PEFR, dan dilakukan pemantauan janin.5

Obat lini pertama adalah agonis β-adrenegik (subkutan, peroral, inhalasi) dengan loading dose 4-6 mg/kgBB dan dilanjutkan dengan maintenance dose 0,8-1 mg/kgBB/jam sampai tercapai kadar terapeutik dengan kadar plasma sebesar 10-20 ng/ml. Obat ini akan berikatan dengan reseptor spesifik di permukaan sel dan mengaktifkan adenilil siklase untuk meningkatkan cAMP intrasel dan merelaksasi otot polos bronkus. Selain itu, diberikan kortikosteroid metilprednisolon 40-60 mg intravena setiap 6 jam. Terapi selanjutnya bergantung kepada pemantauan respon hasil terapi sebelumnya. Bila FEV1 dan PEFR > 70% baseline maka pasien dapat dipulangkan dan berobat jalan. Namun, bila FEV1 dan PEFR < 70% baseline setelah 3 kali pemberian agonis β-adrenegik, maka diperlukan masa observasi di rumah sakit hingga keadaan pasien stabil.5

Asma berat yang tidak berespon terhadap terapi dalam 30-60 menit dimasukkan dalam kategori status asmatikus. Penanganan aktif di intensive care unit (ICU) dan intubasi dini, serta penggunaan ventilasi mekanik pada keadaan kelelahan otot, retensi CO2, dan hipoksemia akan memperbaiki morbiditas.5

2.      Penanganan asma kronik

Menurut National Asthma Education and Prevention Program Expert Panel, 1997, penanganan yang efektif terhadap asma kronis pada kehamilan harus mencakup hal-hal berikut:

a.       Penilaian objektif fungsi paru dan kesejahteraan janin

b.      Menghindari/ menghilangkan faktor presipitasi dari lingkungan

c.       Terapi farmalokogik dan edukasi pasien

Pasien harus mengukur PEFR 2 kali sehari dengan target 380-550 L/menit. Setiap pasien memiliki nilai baseline masing-masing sehingga terapi dapat disesuaikan.

Pendekatan farmakologis pada penderita asma disesuaikan dengan tingkat keparahan penyakit sesuai tabel diatas. Pada penderita asma intermitten ringan, agonis β-adrenegik inhalasi hanya diberikan apabila keluhan timbul sedangkan pemberian kortikosteroid inhalasi dosis rendah diberikan sebagai tambahan agonis β-adrenegik inhalasi sebagai pengendali penyakit pada penderita asma persisten ringan. Pada penderita asma persisten sedang kombinasi kortikosteroid inhalasi dosis ringan hingga sedang ditambahkan dengan agonis β-adrenegik inhalasi kerja panjang diberikan untuk mengontrol keluhan pasien. Kortikosteroid inhalasi dosis tinggi yang dikombinasikan dengan agonis β-adrenegik inhalasi kerja panjang diberikan sebagai pengendali penyakit pada penderita asma persisten berat. Steroid oral juga dapat diberikan pada penderita asma persisten berat bila pemberian terapi inhalasi tidak dapat meredam gejala yang timbul.  

 

K.    Risiko Asma saat Hamil

Bila asma tidak terkontrol dengan baik selama kehamilan, kamu berisiko mengalami kondisi-kondisi berikut ini:

1.      Morning sickness

2.      Preeklamsia

3.      Perdarahan lewat vagina.

4.      Komplikasi persalinan.

5.      Hambatan pertumbuhan janin.

6.      Melahirkan bayi prematur atau dengan berat badan lahir yang

Pada asma yang berat, dapat terjadi kompikasi yang berakibat fatal, baik bagi ibu hamil maupun janin dalam kandungannya.


Comments

Popular posts from this blog