Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal

Image
  Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal sangat penting untuk mencapai hasil yang optimal. Berikut ini adalah beberapa contoh upaya kolaboratif yang dapat dilakukan: 1.       Kolaborasi antara tenaga medis dan bidan: Tim medis yang terdiri dari dokter, perawat, dan bidan dapat bekerja sama untuk memberikan pelayanan kesehatan yang holistik kepada ibu hamil dan bayi yang akan lahir. Dengan saling berbagi pengetahuan dan keterampilan, mereka dapat meningkatkan pemantauan kehamilan, memberikan perawatan prenatal yang tepat, dan menangani komplikasi saat melahirkan. 2.       Kemitraan antara lembaga kesehatan dan masyarakat: Kolaborasi antara fasilitas kesehatan, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat lokal dapat membantu meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan maternal dan perinatal. Misalnya, mengadakan kampanye penyuluhan dan program edukasi di komunitas mengenai perawa

Hubungan Pengetahuan Suami Yang Mempunyai Bayi Tentang Bahaya Asap Rokok Di Dalam rumah Dengan kejadian ISPA di Puskesmas

 

Hubungan Pengetahuan Suami Yang Mempunyai Bayi  Tentang Bahaya Asap Rokok Di Dalam rumah Dengan kejadian ISPA di Puskesmas XXX Kabupaten XXX Tahun 2019

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1    Latar Belakang

Penyakit ISPA merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan kematian pada bayi, sehingga ISPA masih merupakan penyakit yang mengakibatkan kematian cukup tinggi (WHO, 2009). Kematian tersebut sebagian besar disebabkan oleh pneumonia. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksiinfeksi juga disebabkan oleh mikroorganisme. Infeksi-infeksi tersebut terbatas pada struktur-struktur saluran napas termasuk rongga hidung, faring, dan laring (Elizabeth, 2009). Biasanya penderita akan mengalami demam, batuk, dan pilek berulang serta anoreksia. Di bagian tonsilitis dan otitis media akan memperlihatkan adanya inflamasi pada tonsil atau telinga tengah dengan jelas. Infeksi akut pada bayi akan mengakibatkan berhentinya pernapasan sementara atau apnea (Meadow, 2015).

Sebagai kelompok penyakit, ISPA juga merupakan penyebab utama kunjungan pasien ke sarana kesehatan yakni sebanyak 40% - 60% kunjungan berobat di puskesmas dan 15% - 30% kunjungan berobat di rumah sakit (Depkes RI, 2017).  Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang melibatkan organ saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. Infeksi ini disebabkan oleh virus, jamur dan bakteri. ISPA akan menyerang host apabila ketahanan tubuh (immunologi) menurun. Secara global, tingkat kematian bayi mengalami penurunan sebesar 41%, dari tingkat estimasi 87 kematian per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1990 menjadi 51 kematian per 1000 kelahiran hidup pada tahun. Perkiraan insidensi ISPA di negara berkembang 0,29% (151 juta jiwa) dan negara industri 0,05% (5 juta jiwa) . ISPA menempati urutan pertama penyakit yang diderita pada kelompok bayi dan balita di Indonesia. Prevalensi ISPA di Indonesia adalah 25,5% dengan morbiditas pneumonia pada bayi 2,2% dan pada balita 3%, sedangkan mortalitas pada bayi 23,8% dan balita 15,5% (Depkes RI, 2017).

Di Indonesia infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) menempati urutan pertama menyebabkan kematian pada kelompok bayi dan balita. Survey mortalitas yang dilakukan oleh subdit ISPA tahun 2005 menempatkan ISPA / pneumonia sebagai penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia dengan persentase 10-20% pertahun (Maryunani, 2011). Karena bayi di bawah lima tahun adalah kelompok yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang masih rentan terhadap berbagai penyakit (Probowo, 2012)

Secara umum terdapat tiga faktor risiko terjadinya ISPA, yaitu faktor lingkungan, faktor individu anak serta faktor perilaku. Faktor lingkungan meliputi: pencemaran udara dalam rumah (asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi yang tinggi), ventilasi rumah dan kepadatan hunian. Faktor individu anak meliputi: umur anak, berat badan lahir, status gizi, vitamin A dan status imunisasi. Faktor perilaku meliputi perilaku pencegahan dan penanggulangan ISPA pada bayi atau peran aktif keluarga/masyarakat dalam menangani penyakit ISPA (Prabu, 2009).

Kebiasaan orang tua yang merokok di dalam rumah dapat berdampak negatif bagi anggota keluarga khususnya bagi bayi. Asap rokok yang menempel dan meninggalkan bahan kimia atau residu di baju, atap, sofa, gorden, dan tempat lain di dalam rumah. Jika merokok di luar ruangan atau perokok pasif terpapar asap rokok, asap rokok bisa menempel di baju dan kulit.  Jika merokok di dalam ruangan, residu bisa menempel di gorden, sofa, atap, bahkan mainan anak. Orang yang menghisap asap rokok ini dinamakan dengan third hand smoker (Sulaiman, 2014). Hal ini di dukung oleh sebuah penelitian yang menyatakan bahwa bayi yang tinggal serumah dengan anggota keluarga yang merokok beresiko 5,743 kali lebih besar menderita pneumonia dibanding dengan bayi yang serumah dengan anggota keluarga yang tidak merokok (Sugihartono, 2012).

Rokok merupakan benda beracun yang memberi efek yang sangat membahayakan pada perokok aktif ataupun perokok pasif, terutama pada bayi yang tidak sengaja terkontak asap rokok. Nikotin dengan ribuan bahaya beracun asap rokok lainnya masuk ke saluran pernapasan bayi yang dapat menyebabkan Infeksi pada saluran pernapasan. Nikotin yang terhirup melalui saluran pernapasan dan masuk ke tubuh melalui ASI ibunya akan berakumulasi di tubuh bayi dan membahayakan kesehatan bayi tersebut.

Akibat gangguan asap rokok pada bayi antara lain adalah muntah, diare, kolik (gangguan pada saluran pencernaan bayi), denyut jantung meningkat, gangguan pernapasan pada bayi, infeksi paru-paru dan telinga, gangguan pertumbuhan. Paparan asap rokok berpengaruh terhadap kejadian ISPA pada bayi, dimana bayi yang terpapar asap rokok berisiko lebih besar untuk terkena ISPA dibanding bayi yang tidak terpapar asap rokok.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengendalikan penyakit ISPA, dimulai sejak tahun 1984 bersamaan dengan diawalinya pengendalian ISPA di tingkat global (kemenkes RI, 2012). Namun sampai saat ini, upaya tersebut belum memperlihatkan hasil yang signifikan.Kasus ISPA masih banyak ditemukan di tempat pelayanan kesehatan, baik di tingkat Puskesmas maupun di tingkat Rumah sakit.

Berdasarkan data Puskesmas XXX, jumlah bayi pada tahun 2018 sebanyak 891 bayi, dan bayi yang terkena ISPA sebanyak 68 orang, bayi yang meninggal karena ISPA sebanyak 1 orang.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas XXX dengan melakukan wawancara terhadap 10 orang suami yang memiliki bayi dengan usia 0 – 12 bulan dan ISPA, sebanyak 7 orang yang tidak mengetahui mengenai bahaya asap rokok terhadap bayi dan 3 orang mengetahui bahaya asap rokok terhadap bayi.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “ Hubungan Pengetahuan Suami Yang Mempunyai Bayi  Tentang Bahaya Asap Rokok Di Dalam rumah Dengan kejadian ISPA di Puskesmas XXX Kabupaten XXX Tahun 2019”.

 

1.2    Perumusan masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang peneliti mengangkat rumusan masalah pada peneliti yang ini adalah Bagaimana hubungan pengetahuan suami  yang mempunyai bayi tentang bahaya asap rokok di dalam  rumah dengan kejadian ISPA di Puskesmas XXX  Kabupaten XXX Tahun 2019”

 

1.3    Tujuan Penelitian

1.3.1   Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan suami yang mempunyai bayi di rumah tentang bahaya asap rokok dengan kejadian ISPA di Puskesmas XXX Kabupaten XXX Tahun 2019.

 

1.3.2   Tujuan Khusus

1.         Untuk mengetahui distribusi frekuensi pengetahuan suami yang mempunyai bayi di rumah tentang bahaya asap rokok di Puskesmas XXX Kabupaten XXX Tahun 2019.

2.         Untuk mengetahui distribusi frekuensi kejadian ISPA di Puskesmas XXX Kabupaten XXX tahun 2019. 

3.         Untuk mengetahui hubungan pengetahuan suami yang mempunyai bayi tentang bahaya asap rokok dengan kejadian ISPA di Puskesmas XXX Kabupaten XXX tahun 2019.

 

1.4    Ruang Lingkup

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengetahuan suami tentang bahaya asap rokok dengan kejadian ISPA di Puskesmas XXX Kabupaten XXX ini karena pengetahuan suami tentang bahaya asap rokok masih sangat kurang. Responden dalam penelitian adalah suami yang memiliki bayi yang terkena ISPA sebanyak 68 orang. Penelitian ini di laksanakan bulan April 2019 sampai bulan Mei 2019. Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas XXX Kabupaten XXX. Penelitian ini menggunakan metode analitik dengan menggunakan pendekatan Cross Sectional.

 

1.5    Kegunaan Penelitian

1.5.1    Guna Teoritis

1.        Bagi institusi

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai bahan referensi atau bacaan bagi mahasiswa untuk melakukan penelitian yang lebih lanjut.

2.        Bagi Peneliti

Sebagai bahan tambahan untuk dapat menambah pemahaman serta wawasan hal-hal yang berkaitan dengan mutu pelayanan serta sebagai aplikasi dari pengetahuan yang telah diperoleh oleh peneliti sebelumnya.

 

1.5.2    Guna Praktis

1.        Bagi Responden

Diharapkan masyarakat yang memiliki bayi dapat bertambah pengetahuannya agar dapat berhenti merokok di dalam rumah.

2.        Bagi Puskesmas

Diharapkan akan memberi manfaat untuk meningkatkan mutu, jangkauan pelayanan dalam pembinaan serta memberi sosialisasi kepada masyarakat yang memiliki bayi mengenai bahaya asap rokok.


Comments

Popular posts from this blog

Konsep Cairan dan Elektrolit Tubuh

Makalah Konsep Dasar Teori Air Susu Ibu (ASI)