Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal

Image
  Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal sangat penting untuk mencapai hasil yang optimal. Berikut ini adalah beberapa contoh upaya kolaboratif yang dapat dilakukan: 1.       Kolaborasi antara tenaga medis dan bidan: Tim medis yang terdiri dari dokter, perawat, dan bidan dapat bekerja sama untuk memberikan pelayanan kesehatan yang holistik kepada ibu hamil dan bayi yang akan lahir. Dengan saling berbagi pengetahuan dan keterampilan, mereka dapat meningkatkan pemantauan kehamilan, memberikan perawatan prenatal yang tepat, dan menangani komplikasi saat melahirkan. 2.       Kemitraan antara lembaga kesehatan dan masyarakat: Kolaborasi antara fasilitas kesehatan, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat lokal dapat membantu meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan maternal dan perinatal. Misalnya, mengadakan kampanye penyuluhan dan program edukasi di komunitas mengenai perawa

Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Cara Penyimpanan ASI dengan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas

 

Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Cara Penyimpanan ASI dengan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas XXX Tahun 2019

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1    Latar Belakang

Bayi merupakan merupakan anugrah terindah yang diberikan oleh sang pencipta kepada manusia. Bagi sebagian manusia mungkin merawat bayi sangatlah susah, jika mereka hanya memikirkan banyaknya pengeluaran yang akan diberikan kepada sang bayi. Tapi jika kita fikirkan secara logis, merawat bayi sangatlah mudah. Dengan hanya memberikan ASI kepada bayi, tidak perlu membutuhkan banyak pengeluaran dan tenaga(Rizki, 2013).

ASI eksklusif atau lebih tepatnya pemberian ASI secara eksklusif adalah pemberian ASI hanya dalam waktu 6 bulan saja dan tidak diberikan makanan ataupun minuman lainnya sejak bayi berusia 30 menit setelah lahir (Walyani dan Purwoastuti, 2015).

Kebutuhan bayi akan zat gizi sangat tinggi untuk mempertahankan kehidupannya. Kebutuhan tersebut dapat tercukupi dengan memberikan Air susu Ibu (ASI) kepada bayi. Pedoman internasional yang menganjurkan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama didasarkan pada bukti ilmiah tentang manfaat ASI bagi daya tahan hidup bayi, pertumbuhan, dan perkembangannya. Pemberian ASI eksklusif dapat mengurangi tingkat kematian bayi yang dikarenakan berbagai penyakit yang menimpanya serta mempercepat pemulihan bila sakit dan membantu menjarangkan kelahiran (Prasetyono, 2009).

Dalam rangka menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi, UNICEF dan WHO merekomendasikan sebaiknya bayi hanya disusui air susu ibu (ASI) selama paling sedikit 6 bulan, dan pemberian ASI dilanjutkan sampai bayi berumur dua tahun (WHO, 2018).

Sustainable Development Goals dalam The 2030 Agenda For Sustainable Development menargetkan pada tahun 2030 dapat mengurangi angka kematian neonatal paling sedikit 12 per 1.000 kelahiran hidup dan kematian pada anak di bawah usia 5 tahun paling sedikit 25 per 1.000 kelahiran hidup. Hal tersebut dapat dicapai salah satunya dengan pemberian ASI eksklusif dilaksanakan dengan baik (United Nations). Namun, hanya 44 persen dari bayi baru lahir di dunia yang mendapat ASI dalam waktu satu jam pertama sejak lahir, bahkan masih sedikit bayi di bawah usia enam bulan disusui secara eksklusif. Cakupan pemberian ASI eksklusif di Afrika Tengah sebanyak 25%, Amerika Latin dan Karibia sebanyak 32%, Asia Timur sebanyak 30%, Asia Selatan sebanyak 47%, dan negara berkembang sebanyak 46%. Secara keseluruhan, kurang dari 40 persen anak di bawah usia enam bulan diberi ASI Eksklusif (WHO, 2015).

Hal tersebut belum sesuai dengan target WHO yaitu meningkatkan pemberian ASI eksklusif dalam 6 bulan pertama sampai paling sedikit 50%. Ini merupakan target ke lima WHO di tahun 2025 (WHO, 2014).
Di Indonesia, bayi yang telah mendapatkan ASI eksklusif sampai usia enam bulan adalah sebesar 29,5%. ). Hal ini belum sesuai dengan target Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019 yaitu persentase bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI eksklusif sebesar 50% (Profil Kesehatan Indonesia, 2017).

Menurut provinsi, cakupan ASI eksklusif pada bayi sampai usia 6 bulan paling rendah berada di Sumatera Utara sebesar 10,7%, Gorontalo sebesar 12,7% dan paling tinggi di DI Yogyakarta sebesar 61,45%. Sementara kondisi Jawa Barat didapatkan pemberian ASI Eksklusif sampai usia 6 bulan sebesar 38,23% (Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia,2017).

Pemerintah Indonesia telah melakukan kampanye pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif yang dipelopori oleh World Health Organization (WHO). Pemberian ASI eksklusif yang berlangsung hanya 4 bulan berubah menjadi 6 bulan, dan bahkan bisa diberikan hingga usia 2 tahun selama produksi ASI masih banyak atau ketika anak sudah tidak mau lagi minum ASI (Firmansyah dan Mahmudah, 2012). Selain itu, pemerintah telah menetapkan peraturan yang tercantum dalam UU RI No. 36 Tahun 2009 yang menegaskan bahwa berbagai tindakan yang dengan sengaja menghalangi program pemberian ASI eksklusif dapat dikenai pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling banyak 100 juta rupiah. UU ini telah disahkan oleh Presiden dan juga Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI pada tanggal 13 Oktober 2009 (Wiji, 2013).

Aktivitas menyusui bayi seringkali menemui berbagai kendala. Salah satu faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif adalah ibu yang bekerja di luar rumah, sehingga tidak dapat memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan kepada bayinya. Faktor ini terkait kurangnya pengetahuan ibu. Sesungguhnya, ibu yang bekerja tetap bias memberikan ASI eksklusif kepada bayinya selama 6 bulan. Ibu yang bekerja dapat memberikan ASI eksklusif kepada bayinya dengan cara memeras ASI, dan memberikannya kepada bayi saat ibu bekerja (Prasetyono, 2009).

Pekerjaan seringkali menjadi alasan yang membuat seorang ibu berhenti menyusui. Sebenarnya ada beberapa cara yang dapat dianjurkan pada ibu menyusui yang bekerja. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menyusui bayi sebelum ibu bekerja dan menyimpan ASI di lemari pendingin kemudian dapat diberikan pada bayi saat ibu bekerja (Kristiyansari, 2009). Rendahnya pemahaman ibu, keluarga, dan masyarakat mengenai pentingnya ASI bagi bayi mengakibatkan program pemberian ASI eksklusif tidak berlangsung secara optimal. Rendahnya tingkat pemahaman tentang pemberian ASI eksklusif dikarenakan kurangnya informasi atau pengetahuan yang dimiliki oleh para ibu mengenai segala nilai plus nutrisi dan manfaat yang terkandung dalam ASI. Seorang ibu yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi kemungkinan pengetahuan dan wawasannya pun akan semakin luas, termasuk juga pengetahuan dan wawasan dalam masalah pemenuhan gizi yang baik bagi bayi atau balitanya (Prasetyono, 2009).

Cuti melahirkan rata-rata selama 3 bulan amat singkat dan sekarang banyak ibu yang bekerja, sehingga kemudian ibu menghentikan menyusui karena alasan pekerjaan dan merasa tidak mampu menyusui secara eksklusif disebabkan memiliki keterbatasan waktu dan kesibukan (Nugroho, 2011).

Hal ini didukung oleh penelitian julianti di Puskesmas Wolo Kendari tahun 2018 Hasil penelitian menunjukkan Mayoritas Ibu bekerja yakni 23 orang (43,40%) memiliki pengetahuan yang baik tentang penyimpanan ASI. Mayoritas Ibu bekerja 41 orang (77,36%) memiliki sikap yang positif terhadap pemberian ASI pada bayi, Seaca bivariat hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang penyimpanan ASI dengan Sikap dalam Pemberian ASI Pada Ibu Bekerja Di Wilayah Kerja Puskesmas Wolo tahun 2018.

Berdasarkan data laporan Puskesmas XXX, pada tahun 2018 ibu bersalin 1014, bayi 908, ASI Eksklusif 523 (50,7%) dengan paling rendah di desa XXX yaitu sebesar 11,1%. Studi pendahuluan yang di lakukan oleh peneliti pada tanggal 29 april 2019 setelah di lakukan wawancara dengan 5 ibu menyusui yang berada di wilayah tersebut mengemukakan bahwa 2 ibu yang tidak bekerja mengemukakan bahwa awal mulanya hanya coba-coba untuk memberikan susu formula pada usia 4 dan 5 bulan dengan alasan supaya bayi tidak rewel dan pertumbuhan bayi akan cepat. Sedangkan 3 ibu yang bekerja hanya memberikan ASI eksklusif sampai 3 bulan saja, dikarenakan ibu hanya mendapat cuti selama 3 bulan dan setelah masuk kerja ibu mengatakan metode Air Susu Ibu Perah (ASIP) tidak praktis dan ibu tidak mengetahui tentang cara memerah ASI dan cara penyimpanan ASI agar tidak rusak.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam proposal penelitian ini peneliti akan mengkaji mengenai “ Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja Tentang Cara Penyimpanan ASI dengan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas XXX Tahun 2019”.

 

1.2    Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana hubungan pengetahuan ibu bekerja tentang cara penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa XXX wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019?

 

1.3    Tujuan Penelitian

1.3.1        Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu bekerja tentang cara penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa XXX wilayah kerja Puskesmas XXX Tahun 2019.

1.3.2        Tujuan Khusus

a.         Untuk mengetahui distribusi dan frekuensi tingkat pengetahuan ibu bekerja tentang cara penyimpanan ASI di Desa XXX wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019.

b.        Untuk mengetahui distribusi dan frekuensi Pemberian ASI Eksklusif di wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019.

c.         Untuk Mengetahui hubungan pengetahuan ibu bekerja tentang cara penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa XXX wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019.

 

1.4    Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah untuk mengetahui “Hubungan Pengetahuan Ibu Bekerja tentang Cara Penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif di Desa XXX wilayah kerja puskesmas XXX tahun 2019”. Penelitian ini dilakukan karena masih banyak ibu bekerja yang tidak mengetahui tentang cara penyimpanan ASI sehingga tidak memberikan ASI secara Eksklusif. Penelitian akan dilakukan pada ibu menyusui yang bekerja di Desa XXX wilayah kerja Puskesmas XXX. Penelitian dilakukan pada bulan April-Mei 2019. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional.

 

1.5    Kegunaan Penelitian

1.5.1        Guna Teoritis

1.        Bagi Institusi Pendidikan

Hasil karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai bahan referensi atau bacaan bagi mahasiswa dan sebagai metode untuk melatih dan mendidik mahasiswa agar menjadi seorang bidan yang berkompeten di bidangnya.

2.        Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman dan wawasan bagi penulis baik dalam hal penulisan karya tulis maupun dalam bidang kesehatan khususnya mengenai hubungan pengetahuan ibu bekerja tentang cara penyimpanan ASI dengan pemberian ASI Eksklusif.

1.5.2        Guna Praktis

1.        Bagi Responden

Untuk menambah pengetahuan tentang cara penyimpanan ASI dan pentingnya ASI Eksklusif.

2.        Bagi Tempat Penelitian

Penelitian digunakan sebagai bahan meningkatkan pelayanan dan meningkatkan asuhan khususnya untuk ibu menyusui yang bekerja agar mengetahui cara penyimpanan ASI dan pentingnya ASI Eksklusif.


Comments

Popular posts from this blog

Konsep Cairan dan Elektrolit Tubuh

Makalah Konsep Dasar Teori Air Susu Ibu (ASI)