Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal

Image
  Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal sangat penting untuk mencapai hasil yang optimal. Berikut ini adalah beberapa contoh upaya kolaboratif yang dapat dilakukan: 1.       Kolaborasi antara tenaga medis dan bidan: Tim medis yang terdiri dari dokter, perawat, dan bidan dapat bekerja sama untuk memberikan pelayanan kesehatan yang holistik kepada ibu hamil dan bayi yang akan lahir. Dengan saling berbagi pengetahuan dan keterampilan, mereka dapat meningkatkan pemantauan kehamilan, memberikan perawatan prenatal yang tepat, dan menangani komplikasi saat melahirkan. 2.       Kemitraan antara lembaga kesehatan dan masyarakat: Kolaborasi antara fasilitas kesehatan, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat lokal dapat membantu meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan maternal dan perinatal. Misalnya, mengadakan kampanye penyuluhan dan program edukasi di komunitas mengenai perawa

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)

 

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) di Puskesmas XXX Tahun 2019

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1    Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dengan jumlah peningkatan penduduk yang tinggi. Menurut BKKBN data Sensus Penduduk tahun 2010, penduduk Indonesia berjumlah sekitar 237,6 juta jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,49%. Dari pertumbuhan jumlah penduduk ini tentu saja akan berimplikasi secara signifikan terhadap perkembangan ekonomi dan kesejahteraan Negara.

Menurut World Health Organization (WHO) (2016) penggunaan kontrasepsi telah meningkat di banyak bagian dunia, terutama di Asia dan Amerika Latin dan terendah di Sub-Sahara Afrika. Secara global, pengguna kontrasepsi modern telah meningkat tidak signifikan dari 54% pada tahun 1990 menjadi 57,4% pada tahun 2014. Secara regional, proporsi pasangan usia subur 15-49 tahun melaporkan penggunaan metode kontrasepsi modern telah meningkat minimal 6 tahun terakhir.

Menurut penilaian United Nations Development Program (UNDP) pada tahun 2005, kualitas sumber daya manusia suatu negara diukur bukan berdasarkan kuantitas sumber daya manusia namun melalui indeks pembangunan manusia. Indonesia menempati peringkat 110 dari 177 negara di seluruh dunia dalam hal indeks pembangunan manusia. Keadaan ini dikhawatirkan akan terus memburuk apabila jumlah penduduk terus meningkat secara tajam dan menyebabkan program pembangunan pemerintah tidak dapat dinikmati seluruh masyarakat yang ada. Salah satu hal yang diduga sebagai penyebab pertumbuhan penduduk berlebihan adalah angka kelahiran yang meningkat. Salah satu cara untuk menghambat laju kelahiran penduduk adalah program keluarga berencana (KB). Program KB sangat berperan untuk menekan pertumbuhan penduduk agar program pembangunan dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat. Menurut WHO expert Committee 1970, KB adalah tindakan yang membantu pasangan suami istri untuk menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang sangat diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami istri serta menentukan jumlah anak dalam keluarga.

Data Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa pada wanita usia 10-54 tahun menurut jenis kontrasepsi, pil (8,5%), suntik 3 bulan (42,4%), suntik 1 bulan (6,1%), implant (4,7%), AKDR (6,6%), MOW (3,1%), MOP (0,2%), kondom (1,1%) dan tidak menggunakan (27,1%).

KB juga merupakan salah satu strategi untuk mengurangi kematian ibu khususnya ibu dengan kondisi 4T; terlalu muda melahirkan (di bawah usia 20 tahun), terlalu sering melahirkan, terlalu dekat jarak melahirkan, dan terlalu tua melahirkan (di atas usia 35 tahun). Melalui tahapan konseling pelayanan KB, Pasangan Usia Subur (PUS) dapat menentukan pilihan kontrasepsi sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya berdasarkan informasi yang telah mereka pahami, termasuk keuntungan dan kerugian, risiko metode kontrasepsi dari petugas kesehatan. Program KB dilakukan diantaranya dalam rangka mengatur jumlah kelahiran atau menjarangkan kelahiran. Sasaran program KB adalah PUS yang lebih dititik beratkan pada kelompok Wanita Usia Subur (WUS) yang berada pada kisaran usia 15-49 tahun (Kemenkes RI, 2016).

Keterkaitan manfaat kontrasepsi dan KB dengan penurunan AKI melahirkan seringkali tidak dirasakan. Salah satu penyebab kematian ibu antara lain karena masih rendahnya pemahaman tentang kontrasepsi dan  KB serta kesehatan reproduksi. Rendahnya akses terhadap pelayanan kontrasepsi dan KB juga akan meningkatkan AKI. Banyak WUS tidak mendapat pelayanan kontrasepsi dan KB (unmet need), padahal hal itu berisiko meningkatkan jumlah kematian ibu.

Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia, cakupan peserta KB baru menurut jenis kontrasepsi tahun 2015, Suntikan (49,93%), Pil (26,36%), Implan (9,63%), IUD (6,81%), Kondom (5,47%), MOW (1,64%), dan MOP (0,16%). Sedangkan cakupan peserta KB aktif, Suntikan (47,78%), Pil (23,6%), Implan (10,58%), IUD (10,73%), Kondom (3,16%), MOW (3,49%), dan MOP (0,65%). Peserta KB baru dan KB aktif menunjukkan pola yang sama dalam pemilihan jenis alat kontrasepsi (Kemenkes RI, 2016).

Di Jawa Barat jumlah peserta KB baru tahun 2017 menunjukkan bahwa prevalensi peserta keluarga berencana (KB) di Indonesia adalah 9.333.302, alat atau cara KB yang dominan dipakai adalah Suntikan 562,771 dan Pil 244,867sedangkan yang lainnya Intra Uterine Devices (IUD) 93.051, Implant 79.773, Medis Operatif  Wanita (MOW) 17.798, Medis Operatif Pria (MOP)  6.654 dan kondom 22.884. Berdasarkan data tersebut jumlah akseptor IUD di Provinsi Jawa Barat masih rendah.

Data BKKBD Tahun 2018 jumlah peserta KB di Kabupaten XXX terdapat 117.816 jiwa menggunakan alat kontrasepsi pil, 170.338 jiwa menggunakan alat kontrasepsi suntik, 47.041 jiwa menggunakan alat kontrasepsi implant, 24.326 jiwa menggunakan alat kontrasepsi AKDR, 6.885 jiwa menggunakan alat kontrasepsi MOW, 2.394 jiwa menggunakan alat kontrasepsi MOP, dan 4.512 jiwa mengunakan alat kontrasepsi kondom.

Di Puskesmas XXX, data tahun 2018 terdapat 610 ibu nifas. Dan di Puskesmas XXX data tahun 2018 terdapat 8920 akseptor aktif, 27.737 jiwa yang menggunakan alat kontrasepsi pil, 4.336 jiwa yang menggunakan alat kontrasepsi suntik, 438 jiwa yang menggunakan alat kontrasepsi implant, 880 jiwa yang menggunakan alat kontrasepsi AKDR, 206 jiwa menggunakan alat kontrasepsi kondom, 295 jiwa yang menggunakan alat kontrasepsi MOW, dan 28 jiwa yang menggunakan alat kontrasepsi MOP.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Ratna Sari Pandiangan (2017) menunjukkan dari 92 responden, sebanyak 8,7% menggunakan alat kontrasepsi IUD dan 91,3% tidak menggunakan alat kontrasepsi IUD. Variabel pendidikan (p=0,011), pengetahuan (p=0,016), sikap (p=0,036), dukungan suami (<0,001) dan social budaya (p=0,043) memiliki hubungan terhadap penggunaan alat kontrasepsi IUD di wilayah kerja Siempat Rube. Variable pendidikan mempunyai nilai Exp (B) sebesar 6,593 merupakan variable yang paling berpengaruh terhadap penggunaan alat kontrasepsi IUD.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Monika fitria (2017) menunjukkan bahwa metode kontrasepsi jangka pendek, yaitu suntik dan pil merupakan metode kontrasepsi yang paling banyak dipilih oleh Wanita usia Subur (WUS) di Desa Salassae. Hasil analisa bivariat dengan uji Chi-Square menunjukkan bahwa ada pengaruh faktor tingkat pendidikan (p-value 0,042) ibu dengan pemilihan metode kontrasepsi pada WUS di Desa Salassae.

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan terhadap 10 orang ibu nifas di Puskesmas XXX ditemukan bahwa 4 orang akan menggunakan AKDR dan 6 orang lainnya akan menggunakan KB jenis lain. Ibu yang tidak akan menggunakan AKDR disebabkan karena ibu merasa takut pada saat pemasangan dan pencabutan, ibu merasa takut dan khawatir benang AKDR dapat terlepas atau keluar dengan sendirinya.

Pengetahuan ibu nifas tentang kontrasepsi pasca salin penting untuk menjadi perhatian bagi tenaga kesehatan khususnya bidan yang secara langsung memiliki kewenangan untuk memberikan konseling mengenai kontrasepsi kepada ibu nifas. Selain itu, pemilihan jenis kontrasepsi yang tidak tepat oleh ibu nifas juga dapat berdampak pada kegagalan KB dan juga ketidaknyamanan ibu yang diakibatkan oleh efeksamping dari kontrasepsi yang digunakan (Sulistyorini, 2016).

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk mengambil judul penelitian Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan ibu nifas tentang alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) di Puskesmas XXX Tahun 2019.

 

1.2    Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut adakah Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan ibu nifas tentang alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) di Puskesmas XXX Tahun 2019?

 

1.3    Tujuan Penelitian

1.3.1.      Tujuan Umum

Untuk mengetahui Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan ibu nifas tentang alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) di Puskesmas XXX Tahun 2019.

1.3.2.      Tujuan Khusus

Tujuan khusus pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.      Diketahuinya faktor usia ibu nifas terhadap alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) di Puskesmas XXX 2019

2.      Diketahuinya faktor pendidikan ibu nifas terhadap alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) di Puskesmas XXX 2019

3.      Diketahuinya faktor sosial budaya ibu nifas terhadap alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) di Puskesmas XXX 2019

4.      Diketahuinya hubungan faktor usia ibu nifas terhadap alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) di Puskesmas XXX 2019

5.      Diketahuinya hubungan faktor pendidikan ibu nifas terhadap alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) di Puskesmas XXX 2019

6.      Diketahuinya hubungan faktor sosial budaya ibu nifas terhadap alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) di Puskesmas XXX 2019.

 

1.4    Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan ibu nifas tentang alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) yang diambil dari faktor ibu yang meliputi usia, pendidikan dan sosial budaya di Puskesmas XXX tahun 2019. Dengan data yang telah ditemukan dari hasil studi pendahuluan dari 10 ibu nifas 4 orang yang akan menggunakan AKDR dan 6 orang lainnya akan menggunakan KB jenis lain. Penelitian ini merupakan penelitian survei analitik dengan variabel independen adalah faktor pengetahuan ibu nifas tentang alat kontrasepsi dalam rahim meliputi faktor usia, pendidikan dan sosial budaya, sedangkan variabel dependennya adalah alat kontrasepsi dalam rahim. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional yaitu penelitian yang mempelajari dinamika kolerasi anatara faktor-faktor resiko dengan efek dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach) artinya tiap subjek hanya diobservasi sekali dan pengukurann dilakukan terhadap status karakter atau variable subjek pada saat pemeriksaan. Instrumen penelitian ini berupa data primer dan lembar ceklist, penelitian ini dilakukan pada bulan mei 2019. Populasi penelitian yaitu ibu nifas di Puskesmas XXX tahun 2019 dengan sampel penelitian 24 sampel dengan menggunakan teknik random sampling.

 

1.5    Kegunaan Peneliti

1.5.1        Manfaat Teoritis

1.        Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan pengalaman belajar mengenai pengetahuan ibu nifas terhadap pemilihan metode KB AKDR.

2.        Bagi institusi pendidikan

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat khususnya dalam memperbanyak referensi tentang alat kontrasepsi IUD dan sebagai acuan bagi peneliti selanjutnya.

1.5.2        Manfaat praktis

1.        Bagi Responden

Untuk menambah pengetahuan dan manfaat ibu tentang metode Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR).

2.        Bagi tempat penelitian

Untuk memberikan masukan bagi puskesmas dalam meningkatkan penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) khususnya metode kontrasepsi AKDR/IUD

 


Comments

Popular posts from this blog

Konsep Cairan dan Elektrolit Tubuh

Makalah Konsep Dasar Teori Air Susu Ibu (ASI)