Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal

Image
  Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal sangat penting untuk mencapai hasil yang optimal. Berikut ini adalah beberapa contoh upaya kolaboratif yang dapat dilakukan: 1.       Kolaborasi antara tenaga medis dan bidan: Tim medis yang terdiri dari dokter, perawat, dan bidan dapat bekerja sama untuk memberikan pelayanan kesehatan yang holistik kepada ibu hamil dan bayi yang akan lahir. Dengan saling berbagi pengetahuan dan keterampilan, mereka dapat meningkatkan pemantauan kehamilan, memberikan perawatan prenatal yang tepat, dan menangani komplikasi saat melahirkan. 2.       Kemitraan antara lembaga kesehatan dan masyarakat: Kolaborasi antara fasilitas kesehatan, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat lokal dapat membantu meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan maternal dan perinatal. Misalnya, mengadakan kampanye penyuluhan dan program edukasi di komunitas mengenai perawa

Asuhan Keperawatan Multiple Vehicle Trauma (Syok Hipovolemik Dan Syok Neurogenik)


 

Asuhan Keperawatan Multiple Vehicle Trauma (Syok Hipovolemik Dan Syok Neurogenik)

 

 

Syok didefinisikan sebagai suatu keadaan tidak adekuatnya perfusi jaringan, Keadaan akut yang menyebar secara luas dimana terjadi penurunan perfusi jaringan dan tidak adekuatnya sirkulasi volume darah intravaskuler yang efektif. Syok merujuk kepada suatu keadaan di mana terjadi kehilangan cairan tubuh dengan cepat sehingga terjadinya multiple organ failure akibat perfusi yang tidak adekuat.

 

 

BAB 1 PENDAHULUAN

 

1.1    Latar Belakang

Kemajuan di berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat yang diikuti dengan peningkatan kebutuhan hidup manusia sehingga menuntut seseorang untuk beraktivitas dengan cepat guna memenuhi kebutuhannya tanpa memikirkan resiko-resiko yang akan dihadapinya. Penyebab trauma pada tulang belakang yang banyak terjadi salah satunya pada pekerja yaitu di kalangan pekerja kasar yang tidak memperhatikan keselamatan kerja, prosedur atau cara kerja yang salah, serta kelalaian dan kurangnya kewaspadaan terhadap pekerjaan cedera sehingga menyebabkan jatuh dari ketinggian atau tertimpa benda-benda keras pada tulang yang mengakibatkan susunan tulang belakang mengalami kompresi dan menyebabkan fraktur.

Diseluruh dunia terdapat 6-20 juta kematian tiap tahun, meskipun penyebab nya berbeda-beda tiap negara. Jumlah insiden syok semakin semakin meningkat di Indonesia. Tidak jarang kita temui insiden seperti ini. Dinegara maju penyebab terbanyak hipovolemik adalah perdarahan akibat trauma. Sebuah studi menyebutkan bahwa prevalensi insiden trauma di Amerika diperkirakan mencapai 700 hingga 900 kasus tiap satu juta penduduk (200.000 hingga 250.000 orang). Enam puluh persen yang cedera berusia antara 16 sampai 30 tahun dan 80% berusia antara 16 sampai 45 tahun. Laki-laki mengalami cedera empat kali lebih banyak daripada perempuan. Faktor etiologi yang paling sering adalah kecelakaan kendaraan bermotor (45%), terjatuh (21,5%), luka tembak atau kekerasan (15,4%), dan kecelakaan olah raga, biasanya menyelam (13,4%). Lebih kurang 53% dari cedera itu adalah kuadriplegi.

Syok didefinisikan sebagai suatu keadaan tidak adekuatnya perfusi jaringan, Keadaan akut yang menyebar secara luas dimana terjadi penurunan perfusi jaringan dan tidak adekuatnya sirkulasi volume darah intravaskuler yang efektif. Syok merujuk kepada suatu keadaan di mana terjadi kehilangan cairan tubuh dengan cepat sehingga terjadinya multiple organ failure akibat perfusi yang tidak adekuat. Syok paling sering timbul setelah terjadi perdarahan hebat (syok hemoragik). Perdarahan eksternal akut akibat trauma tembus dan perdarahan hebat akibat kelianan gastrointestinal merupakan 2 penyebab syok hemoragik yang paling sering ditemukan. Syok hemoragik juga bisa terjadi akibat perdarahan internal akut ke dalam rongga toraks dan rongga abdomen. Penyebab utama perdarahan internal adalah terjadinya trauma pada organ dan ruptur pada aneurysme aortic abdomen. Syok bisa merupakan akibat dari kehilangan cairan tubuh lain selain dari darah dalam jumlah yang banyak. Contoh syok hipovolemik yang terjadi akibat kehilangan cairan lain ini adalah gastroenteritis refraktrer dan luka bakar hebat. Objektif dari keseluruhan jurnal ini adalah terfokus kepada syok hipovolemik yang terjadi akibat perdarahan dan pelbagai kontroversi yang timbul seputar cara penanganannya.

Resusitasi cairan dan intervensi pembedahan awal merupakan langkah terpenting untuk menyelamatkan pasien dengan trauma yang menimbulkan syok hemoragik. Ini dan beberapa prinsip lain membantu dalam perkembangan garis panduan untuk penanganan syok hemoragik akibat trauma. Akan tetapi, peneliti- peneliti terbaru telah mempersoalkan garis panduan ini, dan hari ini telah timbul pelbagai kontroversi tentang cara penanganan syok hemoragik yang paling optimal. Kita sebagai mahasiswa keperawatan harus mampu mengenal tanda dan gejala syok dan melaksanakan penatalaksanaan pada pasien syok. Sehingga ketika menemukan kasus syok mahasiswa mampu memberikan pertolongan pertama pada klien. Oleh karena itu, mahasiswa perlu mempelajari tentang syok dan penatalaksaannya.

 

1.2    Rumusan Masalah

Bagaimanakah konsep dan Asuhan Keperawatan pada klien dengan

Multiple Vehicle Trauma (Syok Hipovolemik dan Syok Neurogenik) ?.

 

1.3    Tujuan

1.3.1    Tujuan Umum

Menjelaskan konsep dari Syok Hipovolemik dan Syok Neurogenik dan asuhan keperawatan pada klien dengan Syok Hipovolemik dan Syok Neurogenik

1.3.2    Tujuan Khusus

1.          Menjelaskan konsep Multiple Vehicle Trauma

2.          Menjelaskan definisi Syok Hipovolemik dan Syok Neurogenik

3.          Menjelaskan etiologi Syok Hipovolemik dan Syok Neurogenik

4.          Menjelaskan    manifestasi    klinis    Syok   Hipovolemik    dan   Syok Neurogenik

5.          Menjelaskan patofisiologi Syok Hipovolemik dan Syok Neurogenik

6.          Menjelaskan WOC Syok Hipovolemik dan Syok Neurogenik

7.          Menjelaskan pemeriksaan penunjang pada Syok Hipovolemik dan Syok Neurogenik

8.          Menjelaskan penatalaksanaan pasien dengan Syok Hipovolemik dan Syok Neurogenik

9.          Menjelaskan komplikasi Syok Hipovolemik dan Syok Neurogenik

10.       Menjelaskan prognosis dari Syok Hipovolemik dan Syok Neurogenik

11.       Menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan Syok Hipovolemik dan Syok Neurogenik

1.4    Manfaat

1.        Mengetahui dan memahami konsep Multiple Vehicle Trauma

2.        Mengetahui dan memahami definisi Syok Hipovolemik dan Syok Neurogenik

3.        Mengetahui dan memahami etiologi Syok Hipovolemik dan Syok Neurogenik

4.        Mengetahui dan memahami manifestasi klinis dari Syok Hipovolemik dan Syok Neurogenik

 

5.        Mengetahui dan memahami patofisiologi Syok Hipovolemik dan Syok Neurogenik

6.        Mengetahui    dan   memahami    WOC    Syok   Hipovolemik    dan   Syok Neurogenik

7.        Mengetahui    dan    memahami     pemeriksaan     penunjang    pada    Syok Hipovolemik dan Syok Neurogenik

8.        Mengetahui    dan    memahami     penatalaksanaan    klien    dengan    Syok Hipovolemik dan Syok Neurogenik

9.        Mengetahui dan memahami komplikasi dari Syok Hipovolemik dan Syok Neurogenik

10.     Mengetahui dan memahami prognosis dari Syok Hipovolemik dan Syok Neurogenik

11.     Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pasien dengan Syok Hipovolemik dan Syok Neurogenik

 

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

 

 

2.1    SYOK HIPOVOLEMIK

2.1.1   Definisi

Syok hipovolemik merujuk keada suatu keadaan di mana terjadi kehilangan cairan tubuh dengan cepat sehingga terjadinya multiple organ failure akibat perfusi yang tidak adekuat (Smeltzer, 2001)

Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi kehilangan cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ, disebabkan oleh volume sirkulasi yang tidak adekuat dan berakibat pada perfusi yang tidak adekuat.

 

2.1.2   Etiologi

 Penyebab trauma dapat terjadi oleh karena trauma tembus atau trauma benda tumpul. Trauma yang sering menyebabkan syok hemoragik adalah sebagai berikut: laserasi dan ruptur miokard, laserasi pembuluh darah besar, dan perlukaan organ padat abdomen, fraktur pelvis dan femur, dan laserasi pada tengkorak.

 Kelainan pada pembuluh darah yang mengakibatkan banyak kehilangan darah antara lain aneurisma, diseksi, dan malformasi arteri-vena.

 Kelainan pada gastrointestinal yang dapat menyebabkan syok hemoragik antara lain: perdarahan varises oesofagus, perdarahan ulkus peptikum, Mallory-Weiss tears, dan fistula aortointestinal.

 Kelainan yang berhubungan dengan kehamilan, yaitu kehamilan ektopik terganggu, plasenta previa, dan solutio plasenta. Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik umum terjadi. Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik pada pasien dengan tes kehamilan negatif jarang terjadi, tetapi pernah dilaporkan.

 

Tabel 1. Kondisi Pasien Syok Hipovolemik

Kondisi-kondisi yang Menempatkan Pasien pada Risiko Syok Hipovolemik

kehilangan cairan eksternal                     Trauma Pembedahan Muntah-muntah Diare

Diuresis

Diabetes Insipidus

Perpindahan cairan internal                    Hemoragi internal Luka bakar

Asites Peritonitis

 

 

Sumber : Smeltzer, 2001

 

 

2.1.3   Manifestasi Klinis

1.            Agitasi

2.            Akral dingin

3.            Penurunan konsentrasi

4.            Penurunan kesadaran

5.            Penurunan atau tidak ada keluaran urine

6.            Lemah

7.            Warna kulit pucat

8.            Napas cepat

9.            Berkeringat

 

 

2.1.4   Tahapan Syok Hipovolemik

Perbeadaan antara kelas-kelas syok hemoragik mungkin tidak terlihat jelas pada seorang penderita, dan penggantian volume harus diarahkan pada respon terhadap terapi semula dan bukan dengan hanya mengandalkan klasifikasi awal saja. System klasifikasi ini berguna untuk memastikan tanda-tanda dini dan patofisiologi keadaan syok. (ATLS, 2001)

 

Klasifikasi

Penemuan Klinis

Pengelolaan

Kelas I : kehilangan

volume darah < 15 % EBV

Hanya takikardi minimal,

nadi < 100 kali/menit

Tidak perlu penggantian

volume cairan secara IVFD

Kelas II : kehilangan volume darah 15 – 30 % EBV

Takikardi (>120 kali/menit),

takipnea (30-40 kali/menit), penurunan pulse pressure, penurunan produksi urin

(20-30 cc/jam)

Pergantian volume darah yang hilang dengan cairan kristaloid (RL atau NaCl 0,9%) sejumlah 3 kali

volume darah yang hilang

Kelas III : kehilangan volume darah 30 - 40 % EBV

Takikardi (>120 kali/menit),

takipnea (30-40 kali/menit), perubahan status mental (confused), penurunan

produksi urin (5-15 cc/jam)

Pergantian volume darah yang hilang dengan cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau RL) dan darah

Kelas IV : kehilangan volume darah > 40 % EBV

Takikardi (>140 kali/menit),

takipnea (35 kali/menit), perubahan status mental (confused dan lethargic), Bila kehilangan volume darah > 50 % : pasien tidak sadar, tekanan sistolik sama dengan diastolik, produksi urin minimal atau tidak

keluar

Pergantian volume darah yang hilang dengan cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau RL) dan darah

 

 

Beberapa faktor akan sangat mengganggu penilaian respon hemodinamis terhadap perdarahan, antara lain ;

a.         Usia penderita

b.        Parahnya cedera, dengan perhatian khusus bagi jenis dan lokasi anatomis cederanya

c.         Rentang waktu antar cedera dan permulaan terapi

d.        Terapi cairan pra-rumah sakit dan penerapan pakaian anti syok pneumatic (PSAG)

e.        Obat-obat yang sebelumnya sudah diberikan karena ada penyakit kronis

 

2.1.5   Patofisiologi Syok Hipovolemik

Saat sel-sel tubuh kekurangan pasokan darah dan oksigen, maka kemampuan metabolisme enrgi pada sel-sel tersebut akan terganggu. Metabolisme energi terjadi di dalam sel tempat nutrien secara kimiawi dipecah dan disimpan dalam bentuk ATP (adenosin tripospat). Sel-sel menggunakan simpanan energi ini untuk melakukan berbagai fungsi penting seperti traspor aktif, kontraksi otot, sintesa biokimia, dan melaukan fungsi selular khusus seperti konduksi impuls listrik. ATP dapat disintesa secara aerob (pada adanya oksigen)atau secara anaerob (tanpa adanya oksigen). Meskipun begitu, metabolisme aerob akan menghasilkan jumlah ATP yang jauh lebih besar per mol glukosa dibanding metabolisme anaerob, dan karenanya adalah cara yang lebih efisien dan lebih efektif dalam penghasil energi. Selain itu, metabolisme anaerob mengakibatkan akumulasi produk akhir yang toksik, asam laktat, yang harus dibuang dari sel dan ditranspor ke hepar untuk pengubahan menjadi glukosa dan glikogen.

Pada keadaan syok, sel-sel tidak mendapat pasokan darah yang adekuat dan kekurangan oksigen dan nutrien; karenanya, sel-sel harus menghasilkan energi melalui metabolisme anaerob. Metabolisme ini menghasilkan tingkat energi yang rendah dari sumber nutrien, dan lingkungan intraseluler, yang bersifat asam. Karena perubahan ini, fungsi normal sel menurun. Sel membengkak dan membrannya menjadi lebih permeabel, sehingga memungkinkan elektrolit dan cairan untuk merembes dari dan ke dalam sel. Pompa kalium-natrium menjadi terganggu. Struktur sel (mitokondria dan lisosom) menjadi rusak dan terjadi kematian sel (Hardaway, 1988).

2.1.6   Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium awal yang sebaiknya dilakukan antara lain: analisis Complete Blood Count (CBC), kadar elektrolit (Na, K, Cl, HCO3, BUN, kreatinin, kadar glukosa), PT, APTT, AGD, urinalisis (pada pasien yang mengalami trauma), dan tes kehamilan. Darah sebaiknya ditentukan tipenya dan dilakukan pencocokan.

Pemeriksaan Penunjang lainnya:

 Langkah diagnosis pasien dengan trauma, dan tanda serta gejala hipovolemia langsung dapat ditemukan kehilangan darah pada sumber perdarahan.

 Pasien trauma dengan syok hipovolemik membutuhkan pemeriksaan ultrasonografi di unit gawat darurat jika dicurigai terjadi aneurisma aorta abdominalis. Jika dicurigai terjadi perdarahan gastrointestinal, sebaiknya dipasang selang nasogastrik, dan gastric lavage harus dilakukan. Foto polos dada posisi tegak dilakukan jika dicurigai ulkus perforasi atau Sindrom Boerhaave. Endoskopi dapat dilakukan (biasanya setelah pasien tertangani) untuk selanjutnya mencari sumber perdarahan.

 Tes kehamilan sebaiknya dilakukan pada semua pasien perempuan usia subur. Jika pasien hamil dan sementara mengalami syok, konsultasi bedah dan ultrasonografi pelvis harus segera dilakukan pada pelayanan kesehatan yang memiliki fasilitas tersebut. Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik sering terjadi. Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik pada pasien dengan hasil tes kehamilan negatif jarang, namun pernah dilaporkan.

 Jika dicurigai terjadi diseksi dada karena mekanisme dan penemuan dari foto polos dada awal, dapat dilakukan transesofageal echocardiography, aortografi, atau CT-scan dada.

 Jika dicurigai terjadi cedera abdomen, dapat dilakukan pemeriksaan FAST (Focused Abdominal Sonography for Trauma) yang bisa dilakukan pada pasien yang stabil atau tidak stabil. CT-Scan umumnya dilakukan pada pasien yang stabil.

 

2.1.7   Penatalaksanaan

Diagnosis dan terapi syok harusilakukan secara simultan. Untuk hampir semua penderita trauma, penanganan dilakukan seolah-olah penderita menderita syok hipovolemi, kecuali bila ada bukti jelas bahwa keadaan syok disebabkan oleh suatu etiologi yang bukan hipovolemia. Prinsip pengelolaan dasar yang harus dipegang ialah menghentikan perdarahan dan mengganti kehilangan volume.

Primary Survey

Pemeriksaan jasmani diarahkan kepada diagnosis cedera yang mengancam nyawa dan meliputi penilaian dari ABCDE. Mencatat tanda vital awal (baseline recording) penting untuk memantau respon penderita terhadap terapi. Yang harus diperiksa adalah tanda-tanda vital, produksi urin, dan tingkat kesadaran. Pemeriksaan penderita yang lebih rinci akan menyusul bila keadaan penderita mengijinkan.

A.   Airway (+ lindungi tulang servikal)

B.   Breathing (+ oksigen jika ada)

C.   Circulation + kendalikan perdarahan

1.                 Posisi syok

Angkat kedua tungkai dengan menggunakan papan setinggi ± 45o. 300 – 500 cc darah dari kaki pindah ke sirkulasi sentral.

Gambar 2. Posisi syok

2.                 Cari dan hentikan perdarahan

3.                 Ganti volume kehilangan darah Menghentikan perdarahan (prioritas utama)

  Tekan sumber perdarahan

 

  Tekankan jari pada arteri proksimal dari luka    Bebat tekan pada seluruh ekstremitas yang luka   Pasang tampon sub fasia (gauza pack)

  Hindari tourniquet (torniquet = usaha terakhir)

Perdarahan permukaan tubuh ekstremitas lakukan penekanan, gunakan sarung tangan atau plastik sebagai pelindung !


4.            Pemasangan    infus    dan   pergantian    volume    darah   dengan cairan/darah.

5.            Cari sumber perdarahan yang tersembunyi

Rongga perut (hati, limpa, arteri), rongga pleura, panggul atau pelvis, tulang paha (femur), kulit kepala (anak)

6.            Lokasi dan Estimasi perdarahan

  Fraktur femur tertutup : 1,5-2 liter   Fraktur tibia tertutup : 0,5 liter

  Fraktur pelvis : 3 liter   Hemothorak : 2 liter

  Fraktur iga (tiap satu) : 150 cc   Luka sekepal tangan : 500 cc   Bekuan darah sekepal : 500 cc

 

Catatan :

1.                 Menilai respon pada penggantian volume adalah penting, bila respon mnmal kemungkinan adanya sumber perdarahan aktif yang harus dihentikan, segera lakukan pemeriksaan golongan darah dan cross matched, konsultasi dengan ahli bedah, hentikan perdarahan luar yang tampak (misalnya pada ekstremitas)

2.                 Penggantian darah dapat digunakan darah lengkap (WBC) atau komponen darah merah (PRC). Usahakan jangan memberikan tranfusi yang dingin karena dapat menyebabkan hipotermi.

D.  Disability – Pemeriksaan neurologi

Dilakukan pemeriksaan neurologi singkat untuk menentukan tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, fungsi motorik dan sensorik. Informasi ini bermanfaat dalam menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan kelainan neurologi dan meramalkan pemulihan. Perubahan fungsi system syaraf sentral tidak selalu disebabkan cedera intracranial tetapi mungkin mencerminkan perfusi dan oksigenasi otak harus dicapai sebelum penemuan tersebut dapat dianggap berasal dari cedera intracranial.

E.   Exposure – Pemeriksaan lengkap

Setelah mengurus prioritas-prioritas untuk menyelamatkan jiwanya, penderita harus ditelanjangi dan diperiksa dari ubun-ubun sampai ke jari kaki sebagai bagian dari mencari cedera. Bila menelanjangi penderita, sangat penting mencegah hypothermia.

F.   Folley Catheter

Kateterisasi kandung kencing memudahkan penilaian urin akan adanya hematuria dan evaluasi dari perfusi ginjal dengan memantau produksi urin. Darah pada urethra atau prostat dengan letaktinggi, mudah bergerak, atau tidak tersentuh pada laki-laki merupakan kontraindikasi mutlak bagi pemasangan kateter urethra sebelum ada konfirmasi radiografis tentang urethra yang utuh.

G.  Gastric Cholic – Dekompresi

Dilatasi lambung seringkali terjadi pada penderita trauma, khususnya pada anak-anak, dan dapat mengakibatkan hipotensi atau disritmia jantung yang tak dapat diterangkan, biasanya berupa bradikardi dari stimulasi syaraf vagus yang berlebihan. Distensi lambung membuat terapi syok menjadi sulit. Pada penderita yang tidak sadar, distensi lambung membesarkan resiko aspirasi isi lambung, ini merupakan suatu komplikasi yang bias menjadi fatal. Dekompresi lambung dilakukan dengan memasukkan selang/pipa kadalam perut melalui hidung atau mulut dan memasangnya pada penyedot untuk mengeluarkan isi lambung. Namun walau penempatan pipa sudah baik, masih memungkinkan terjadi aspirasi.

 

Bidang Kegawatdaruratan

Tiga tujuan penanganan kegawatdaruratan pasien dengan syok hipovolemik antara lain:

1.            Memaksimalkan pengantaran oksigen-dilengkapi dengan ventilasi yang adekuat, peningkatan saturasi oksigen darah, dan memperbaiki aliran darah,

2.            Mengontrol kehilangan darah lebih lanjut, dan

3.            Resusitasi cairan.

 

 

1.          Memaksimalkan penghantaran oksigen

 Jalan napas pasien sebaiknya dibebaskan segera dan stabilisasi jika perlu. Kedalaman dan frekuensi pernapasan, dan juga suara napas, harus diperhatikan. Jika terjadi keadaan patologi (seperti pneumothoraks, hemothoraks, dan flail chest) yang mengganggu pernapasan, harus segera ditangani. Tambahan oksigen dalam jumlah besar dan bantuan ventilator harus diberikan pada semua pasien. Ventilasi tekanan positif yang berlebihan dapat berbahaya pada pasien yang mengalami syok hipovolemik dan sebaiknya dihindari.

 Sebaiknya dibuat dua jalur intravena berdiameter besar. Hukum Poeseuille mengatakan bahwa aliran berbanding terbalik dengan panjang kateter infus dan berhubungan langsung dengan diameter. Sehingga kateter infus intravena yang ideal adalah pendek dan diameternya lebar; diameter lebih penting daripada panjangnya. Jalur intravena dapat ditempatkan pada vena antecubiti, vena sphena, atau vena tangan, atau pada vena sentralis dengan menggunakan teknik Seldinger. Jika digunakan jalur utama vena sentralis maka digunakan kateter infus berdiameter lebar. Pada anak kurang dari 6 tahun dapat digunakan jalur intraosseus. Faktor yang paling penting dalam melakukannya adalah skill dan pengalaman

 Pengadaan infus arteri perlu dipertimbangkan pada pasien dengan perdarahan hebat. Untuk pasien ini, infus arteri akan memonitoring tekanan darah secara berkala dan juga analisa gas darah.

 Pada jalur intravena, cairan yang pertama digunakan untuk resusitasi adalah kristaloid isotonik, seperti Ringer Laktat atau Saline Normal. Bolus awal 1-2 liter pada orang dewasa (20 ml/kgBB pada pasien anak), dan respon pasien dinilai.

 Jika tanda vital sudah kembali normal, pasien diawasi agar tetap stabil dan darah pasien perlu dikirim untuk dicocokkan. Jika tanda vital membaik sementara, infus kristaloid dilanjutkan dan dipersiapkan darah yang cocok. Jika perbaikan yang terjadi tidak bermakna atau tidak ada, infus kristaloid harus dilanjutkan, dan darah O diberikan (darah tipe O rhesus (-) harus diberikan kepada pasien wanita usia subur untuk mencegah sensitasi dan komplikasi lanjut).

 Jika pasien kritis dan hipotensi berat (syok derajat IV), diberikan cairan kristaloid dan darah tipe O. Pedoman pemberian kristaloid dan darah tidak diatur, terapi yang diberikan harus berdasarkan kondisi pasien.

 Posisi pasien dapat digunakan untuk memperbaiki sirkulasi; salah satu contohnya menaikkan kedua kaki pasien sementara cairan diberikan. Contoh lain dari posisi yang bermanfaat adalah memiringkan pasien yang sementara hamil dengan trauma kearah kirinya, dengan tujuan memposisikan janin menjauhi vena cava inferior dan meningkatkan sirkulasi. Posisi Trendelenburg tidak dianjurkan untuk pasien dengan hipotensi karena dikhawatirkan terjadi aspirasi. Posisi Trendelenburg juga tidak memperbaiki keadaan kardiopulmonal dan dapat mengganggu pertukaran udara.

 Autortransfusi mungkin dilakukan pada beberapa pasien trauma. Beberapa alat diizinkan untuk koleksi steril, antikoagulasi, filtrasi, dan retransfusi darah disediakan. Pada penanganan trauma. Darah yang berasal dari hemothoraks dialirkan melalui selang thorakostomi.

 

2.          Kontol perdarahan lanjut

 Kontrol perdarahan tergantung sumber perdarahan dan sering memerlukan intervensi bedah. Pada pasien dengan trauma, perdarahan luar harus diatasi dengan menekan sumber perdarahan secara langsung, perdarahan dalam membutuhkan intervensi bedah. Fraktur tulang panjang ditangani dengan traksi untuk mengurangi kehilangan darah.

 Pada pasien dengan nadi yang tidak teraba di unit gawat darurat atau awal tibanya, dapat diindikasikan torakotomi emergensi dengan klem menyilang pada aorta diindikasikan untuk menjaga suplai darah ke otak. Tindakan ini hanya bersifat paliatif dan butuh segera dibawa di ruang operasi.

 Pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal, vasopressin intravena dan H2 bloker telah digunakan. Vasopressin umumnya dihubungkan dengan reaksi negatif, seperti hipertensi, aritmia, gangren, dan iskemia miokard atau splanikus. Oleh karena itu, harus dipertimbangkan untuk penggunaanya secara tetap. H2 Bloker relatif aman, tetapi tidak terlalu menguntungkan

 Infus somatostatin dan ocreotide telah menunjukkan adanya pengurangan perdarahan gastrointestinal yang bersumber dari varises dan ulkus peptikum. Obat ini membantu kerja vasopressin tanpa efek samping yang signifikan.

 Pada pasien dengan perdarahan varises, penggunaan Sengstaken- Blakemore tube dapat dipertimbangkan. Alat ini memiliki balon gaster dan balon esofagus. Balon gaster pertama dikembangkan dan dilanjutkan balon esofagus bila perdarahan berlanjut. Penggunaan selang ini dikaitkan dengan akibat yang buruk, seperti ruptur esofagus, asfiksi, aspirasi, dan ulserasi mukosa. Oleh karena alasan tersebut, penggunaan ini dipertimbangkan hanya sebagai alat sementara pada keadaan yang ekstrim.

 Pada dasarnya penyebab perdarahan akut pada sistem reproduksi (contohnya kehamilan ektopik, plasenta previa, solusio plasenta, ruptur kista, keguguran) memerlukan intervensi bedah.

 PASG dapat digunakan untuk mengendalikan perdarahan dari patah tulang pelvis atau ekstremitas bagian bawah, namun tidak boleh mengganggu resusitasi cairan cepat. Cukupnya perfusi jaringan menentukan jumlah cairan resusitasi yang diperlukan. Mungkin diperlukan operasi untuk dapat mengendalikan perdarahan internal

 

3.          Resusitasi Cairan

Apakah kristaloid dan koloid merupakan resusitasi terbaik yang dianjurkan masih menjadi masalah dalam diskusi dan penelitian. Banyak cairan telah diteliti untuk digunakan pada resusitasi, yaitu: larutan natrium klorida isotonis, larutan ringer laktat, saline hipertonis, albumin, fraksi protein murni, fresh frozen plasma, hetastarch, pentastarch, dan dextran 70.

 Pendukung resusitasi koloid membantah bahwa peningkatan tekanan onkotik dengan menggunakan substansi ini akan menurunkan edema pulmonal. Namun, pembuluh darah pulmonal memungkinkan aliran zat seperti protein antara ruang intertisiel dan ruang intravaskuler. Mempertahankan tekanan hidrostatik pulmoner (< 15 mmHg tampaknya menjadi faktor yang lebih penting dalam mencegah edama paru)

 Pendapat lain adalah koloid dalam jumlah sedikit dibutuhkan untuk meningkatkan volume intravaskuler. Penelitian telah menunjukkan akan kebenaran hal ini. Namun, mereka belum menunjukkan perbedaan hasil antara koloid dibandingkan dengan kristaloid.

 Larutan koloid sintetik, seperti hetastarch, pentastarch, dan dextran 70 mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan koloid alami seperti fraksi protein murni, fresh frozen plasma, dan albumin. Larutan ini mempunyai zat dengan volume yang sama, tetapi karena strukturnya dan berat molekul yang tinggi, maka kebanyakan tetap berada pada intravaskuler, mengurangi edema intertisiel. Meskipum secara teoritis menguntungkan, penelitian gagal menunjukkan perbedaan pada parameter ventilasi, hasil tes fungsi paru, lama penggunaan ventilator, lama perawatan, atau kelangsungan hidup.

 Kombinasi salin hipertonis dan dextran juga telah dipelajari sebelumnya karena fakta-fakta menunjukkan bahwa hal ini dapat meningkatkan kontraktilitas dan sirkulasi jantung. Penelitian di Amerika Serikat dan Jepang gagal menunjukkan perbedaan kombinasi ini jika dibandingkan dengan larutan natrium klorida isotonik atau ringer laktat. Selanjutnya, meski ada banyak cairan resusitasi yang dapat digunakan, tetap dianjurkan untuk menggunakan Ringer Laktat terlebihdahulu,dan pilihan keduayaitu Normal Saline 0,9%.

Area yang lain yang menarik tentang resusitasi adalah tujuan untuk mengembalikan volume sirkulasi dan tekanan darah kepada keadaan normal sebelum control perdarahan.

 

4.          Medikasi Obat

Tujuan farmakoterapi adalah untuk mengurangi morbiditas dan mencegah komplikasi

Obat Anti Sekretorik : Obat ini memiliki efek vasokonstriksi dan dapat mengurangi aliran darah ke sistem porta.

a.      Somatostatin (Zecnil)

Secara alami menyebabkan tetrapeptida diisolasi dari hipotalamus dan pankreas dan sel epitel usus. Berkurangnya aliran darah ke sistem portal akibat vasokonstriksi. Memiliki efek yang sama dengan vasopressin, tetapi tidak menyebabkan vasokonstriksi arteri koroner. Cepat hilang dalam sirkulasi, dengan waktu paruh 1-3 menit.

 Dosis

Dewasa : bolus intravena 250 mcg, dilanjutkan dengan 250-500 mcg/jam, infus selanjutnya; maintenance 2-5 hari jika berhasil Anak-anak Tidak dianjurkan

 Interaksi

Epinefrin, demeclocycline, dan tambahan hormon tiroid dapat mengurangi efek obat ini.

 Kontraindikasi

-       Hipersensitifitas

-       Kehamilan

-       Risiko yang fatal ditunjukkan pada binatang percobaan, tetapi tidak diteliti pada manusia, dapat digunakan jika keuntungannya lebih besar daripada risiko terhadap janin.

Perhatian

 

Dapat menyebabkan eksaserbasi atau penyakit kandung kemih; mengubah keseimbangan pusat pengaturan hormon dan dapat menyebabkan hipotiroidisme dan defek konduksi jantung.

b.     Ocreotide (Sandostatin)

Oktapeptida sintetik, dibandingkan dengan somatostatin memiliki efek farmakologi yang sama dengan potensi kuat dan masa kerja yang lama.

Digunakan sebagai tambahan penanganan non operatif pada sekresi fistula kutaneus dari abdomen, duodenum, usus halus (jejunum dan ileum), atau pankreas.

 Dosis

Dewasa: 25-50 mcg/jam intravena, kontinyu; dapat dilanjutkan dengan bolus intravena 50 mcg; penanganan hingga 5 hari. Anak-anak : 1-10 mcg/kgBB intravena q 12 jam; dilarutkan dalam 50-100 ml Saline Normal atau D5W.

 Kontraindikasi

-       Hipersensitivitas

-       Kehamilan

-       Risiko terhadap janin tidak diteliti pada manusia, tetapi telah ditunjukkan pada beberapa penelitian pada binatang.

 Perhatian

Efek samping yang utama berhubungan dengan perubahan motilitas gastrointestinal, termasuk mual, nyeri abdomen, diare, dan peningkatan batu empedu dan batu kandung kemih; hal ini karena perubahan pada pusat pengaturan hormon (insulin, glukagon, dan hormon pertumbuhan), dapat timbul hipoglikemia, bradikardi, kelainan konduksi jantung, dan pernah dilaporkan terjadi aritmia, karena penghambatan sekresi TSH dapat terjadi hipotiroidisme, hati-hati pada pasien dengan gangguan ginjal, kolelithiasis dapat terjadi.

 


2.1.8   Komplikasi Syok Hipovolemik

1.            Kerusakan ginjal

2.            Kerusakan otak

3.            Gangren dari lengan atau kakiรจkadang-kadang mengarah ke amputasi

4.            Serangan jantung

 

2.1.9         Prognosis

Syok Hipovolemik selalu merupakan darurat medis. Namun, gejala-gejala dan hasil dapat bervariasi tergantung pada:


 

1.            Jumlah volume darah yang hilang

2.            Tingkat kehilangan darah

3.            Cedera yang menyebabkan kehilangan

4.            Mendasari pengobatan kondisi kronis, seperti diabetes dan jantung, paru- paru, dan penyakit ginjal

 

BAB 4 PENUTUP

 

4.1      Kesimpulan

Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan mengenal gejala-gejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas dan efisiensi kerja kita pada saat-saat/menit-menit pertama pasien mengalami syok.

Syok adalah gangguan sistem sirkulasi dimana sistem kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam jumlah yang memadai yang menyebabkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan. Syok terjadi akibat berbagai keadaan yang menyebabkan berkurangnya aliran darah, termasuk kelainan jantung (misalnya serangan jantung atau gagal jantung), volume darah yang rendah (akibat perdarahan hebat atau dehidrasi) atau perubahan pada pembuluh darah (misalnya karena reaksi alergi atau infeksi)

 

4.2      Saran

Dengan mempelajari materi ini mahasiswa keperawatan yang nantinya

menjadi seorang perawat professional agar dapat lebih peka terhadap tanda dan gejala ketika menemukan pasien yang mengalami syock sehingga dapat melakukan pertolongan segera. Mahasiswa dapat melakukan tindakan- tindakan emergency untuk melakukan pertolongan segera kepada pasien yang mengalami syock.


 

DAFTAR PUSTAKA

 

 

Hudak & Gallo, 1994, Keperwatan Kritis: Pendekatan Holistik, edk. 6, vol. 2, trans. Sumarwati, M. dkk., EGC, Jakarta.

Cole, Elaine. 2009. Trauma Care. UK : Wiley-Blackwell

Huether. McCance & Brashers. Rote. Understanding Patophysiology. 2008.

Missouri: Mosby

Urden, linda D.dkk. 2008. Priorities in critical care nursing. Canada: Mosby Elseveir

Zimmerman J L, Taylor R W, Dellinger R P, Farmer J C, Diagnosis and Management of Shock, dalam buku: Fundamental Critical Support. Society of Critical Care Medicine, 1997

Duane lynn, 2008. Types of Shock. Advance Trauma Life Support. 2001. Edisi keenam. American Collage of Surgeons.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart. Jakarta : EGC.

Bewes, Petter. 2001. Bedah Primer : Trauma. Jakarta : EGC

 

Comments

Popular posts from this blog

Konsep Cairan dan Elektrolit Tubuh

Makalah Konsep Dasar Teori Air Susu Ibu (ASI)