Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal

Image
  Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal sangat penting untuk mencapai hasil yang optimal. Berikut ini adalah beberapa contoh upaya kolaboratif yang dapat dilakukan: 1.       Kolaborasi antara tenaga medis dan bidan: Tim medis yang terdiri dari dokter, perawat, dan bidan dapat bekerja sama untuk memberikan pelayanan kesehatan yang holistik kepada ibu hamil dan bayi yang akan lahir. Dengan saling berbagi pengetahuan dan keterampilan, mereka dapat meningkatkan pemantauan kehamilan, memberikan perawatan prenatal yang tepat, dan menangani komplikasi saat melahirkan. 2.       Kemitraan antara lembaga kesehatan dan masyarakat: Kolaborasi antara fasilitas kesehatan, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat lokal dapat membantu meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan maternal dan perinatal. Misalnya, mengadakan kampanye penyuluhan dan program edukasi di komunitas mengenai perawa

MAKALAH PENYAKIT GANGGUAN JANTUNG DALAM KEHAMILAN

 

GANGGUAN JANTUNG DALAM KEHAMILAN

 

A.    Definisi

Kehamilan dengan penyakit jantung selalu saling mempengaruhi karena kehamilan dapat memberatkan penyakit jantung yang dideritanya. Dan penyakit jantung dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. 

Penyakit jantung dalam kehamilan merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian yang tinggi pada kehamilan atau persalinan. Pasien dengan penyakit jantung biasanya dibagi dalam 4 golongan. Klasifikasi fungsional yang diajukan oleh New York Heart Association adalah:

1.      Klas I : aktivitas tidak terganggu (tidak perlu membatasi kegiatan fisik).

2.      Klas II : aktivitas fisik terbatas, namun tak ada gejala saat istirahat (bila melakukan aktifitas fisik maka terasa lelah, jantung berdebar-debar, sesak nafas atau terjadi angina pektoris).

3.      Klas III : aktivitas ringan sehari-hari terbatas (kalau bekerja sedikit saja merasa lelah, sesak nafas, jantung berdebar).

4.      Klas IV : waktu istirahat sudah menimbulkan keluhan (memperlihatkan gejala-gejala dekompensasio walaupun dalam istirahat).

Penyakit jantung yang berat dapat menyebabkan partus prematurus atau kematian intrauterin karena oksigenasi janin terganggu. Dengan kehamilan pekerjaan jantung menjadi sangat berat sehingga klas I dan II dalam kehamilan dapat masuk ke dalam klas III atau IV.

 

B.     Epidemiologi

Di Indonesia, angka kematian ibu akibat penyakit jantung dalam kehamilan berkisar antara 1 –2%. Penyakit jantung rematik merupakan jenis penyakit jantung terbanyak, dan lebih dari 90% biasanya dengan kelainan katup mitral (stenosis katup mitral), disusul penyakit jantung kongenital dan penyakit otot jantung.

Meskipun banyak kasus penyakit jantung dengan kehamilan dijumpai di klinik dan rumah sakit di Indonesia, akan tetapi hanya sedikit yang pernah dilaporkan dalam tulisan ilmiah. Dari laporan pendahuluan mengenai insiden kelainan jantung pada kehamilan diperoleh angka 3,1 % dari sekitar 20 % penderita yang dirawat di Bagian Kebidanan dan Kandungan RSCM/FKUI Jakarta dan dikonsulkan ke kardiologis (Aziz, Hartanuh, Sugeng dan Samil). Menurut Samil angka kematian penyakit jantung di Bagian Kebidanan dan Kandungan RSCM Jakarta merupakan urutan keempat setelah eklamsia, perdarahan dan infeksi. Mortalitas terbanyak pada multipara sebesar 1,6 %, dengan insiden 1,21 % dari seluruh kasus obstetric/ginekologis yang dirawar di bagian tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Bambang DW, Suhatno Djoko Sumantri terhadap 4741 kasus persalinan di RSU Dr. Soetomo Surabaya selama empat tahun (1990-1993), didapatkan ibu hamil dengan penyakit jantung (tidak termasuk hipertensi dalam kehamilan) adalah 31 kasus per tahun atau 0,65 % per tahun dengan angka kematian sebesar 4,88 %. Dibandingkan dengan 0,3 % per tahun 91972-1973) dan 0,5% per tahun (1978-1982), angka kejadian ibu hamil dengan penyakit jantung tersebut menunjukkan adanya peningkatan dari tahun ke tahun.

 

C.    Etiologi

Etiologi kelainan jantung dapat primer maupun sekunder. Kelainan primer akibat kelainan kongenital, katup, iskemik dan kardiomiopati. Sedangkan sekunder akibat penyakit lain seperti hipertensi, anemia berat, dan lain-lain.

 

D.    Kehamilan dan Fisiologi Kardiovaskuler

Adaptasi normal yang dialami seorang wanita yang mengalami kehamilan termasuk system kardiovaskuler akan memberikan gejala dan tanda yang sukar dibedakan dari gejala penyakit jantung. Keadaan ini yang menyebabkan beberapa kelainan yang tidak dapat ditoleransi pada saat kehamilan.


 

1.      Perubahan Hemodinamik

Pada wanita hamil akan terjadi perubahan hemodinamik karena peningkatan volume darah sebesar 30-50% yang dimulai sejak trimester pertama dan mencapai puncaknya pada usia kehamilan 32-34 minggu dan menetap sampai aterm. Sebagian besar peningkatan volume darah ini menyebabkan meningkatnya kapasitas rahim, mammae, ginjal, otot polos dan sistem vaskuler kulit dan tidak memberi beban sirkulasi pada wanita hamil yang sehat. Peningkatan volume plasma (30-50%) relatif lebih besar dibanding peningkatan sel darah (20-30%) mengakibatkan terjadinya hemodilusi dan menurunya konsentrasi hemoglobin. Peningkatan volume darah ini mempunyai 2 tujuan yaitu pertama mempermudah pertukaran gas pernafasan, nutrien dan metabolit ibu dan janin dan kedua mengurangi akibat kehilangan darah yang banyak saat kelahiran.

Peningkatan volume darah ini mengakibatkan cadiac output saat istirahat akan meningkat sampai 40%. Peningkatan cadiac output yang terjadi mencapai puncaknya pada usia kehamilan 20 minggu. Pada pertengahan sampai akhir kehamilan cadiac output dipengaruhi oleh posisi tubuh. Sebagai akibat pembesaran uterus yang mengurangi venous return dari ekstremitas bawah. Posisi tubuh wanita hamil turut mempengaruhi cadiac output dimana bila dibandingkan dalam posisi lateral kiri, pada saat posisi supinasi maka cadiac output akan menurun 0,6 l/menit dan pada posisi tegak akan menurun sampai 1,2 l/menit. Umumnya perubahan ini hanya sedikit atau tidak memberi gejala, dan pada beberapa wanita hamil lebih menyukai posisi supinasi. Tetapi pada posisi supinasi yang dipertahankan akan memberi gejala hipotensi yang disebut supine hypotensive syndrome of pregnancy. Keadaan ini dapat diperbaiki dengan memperbaiki posisi wanita hamil miring pada salah satu sisi, Perubahan hemodinamik juga berhubungan dengan perubahan atau variasi dari cadiac output. Cadiac output adalah hasil denyut jantung dikali stroke volume. Pada tahap awal terjadi kenaikan stroke volume sampai kehamilan 20 minggu. Kemudian setelah kehamilan 20 minggu stroke volume mulai menurun secara perlahan karena obstruksi vena cava yang disebabkan pembesaran uterus dan dilatasi venous bed. Denyut jantung akan meningkat secara perlahan mulai dari awal kehamilan sampai akhir kehamilan dan mencapai puncaknya kira-kira 25 persen diatas tanpa kehamilan pada saat melahirkan.

Curah jantung (cadiac output) juga berhubungan langsung dengan tekanan darah merata dan berhubungan terbalik dengan resistensi vascular sistemik. Pada awal kehamilan terjadi penurunan tekanan darah dan kembali naik secara perlahan mendekati tekanan darah tanpa kehamilan pada saat kehamilan aterm. Resistensi vascular sistemik akan menurun secara drastic mencapai 2/3 nilai tanpa kehamilan saat kehamilan sekitar 20 minggu. Dan secara perlahan mendekati nilai normal pada akhir kehamilan. Cadiac output sama dengan oxygen consumption dibagi perbedaan oksigen arteri-venous sistemik Oxygen consumption ibu hamil meningkat 20 persen dalam 20 minggu pertama kehamilan dan terus meningkat sekitar 30 persen diatas nilai tanpa kehamilan pada saat melahirkan. Peningkatan ini terjadi karena kebutuhan metabolisme janin dan kebutuhan ibu hamil yang meningkat.

Cadiac output juga akan meningkat pada saat awal proses melahirkan. Pada posisi supinasi meningkat sampai lebih dari 7 liter/menit. Setiap kontraksi uterus cadiac output akan meningkat 34 persen akibat peningkatan denyut jantung dan stroke volume, dan cadiac output dapat meningkat sebesar 9 liter/menit. Pada saat melahirkan pemakaian anestesi epidural mengurangi cadiac output menjadi 8 liter/menit dan penggunaan anestesi umum juga mengurangi cadiac output. Setelah melahirkan cadiac output akan meningkat secara drastis mencapai 10 liter/menit (7-8 liter / menit dengan seksio sesaria) dan mendekati nilai normal saat sebelum hamil, setelah beberapa hari atau minggu setelah melahirkan. Kenaikan cadiac output pada wanita hamil kembar dua atau tiga sedikit lebih besar dibanding dengan wanita hamil tunggal. Adakalanya terjadi sedikit peningkatan cadiac output sepanjang proses laktasi.

Perubahan unsur darah juga terjadi dalam kehamilan. Sel darah merah akan meningkat 20-30% dan jumlah leukosit bervariasi selama kehamilan dan selalu berada dalam batas atas nilai normal. Kadar fibronogen, factor VII, X dan XII meningkat, juga jumlah trombosit meningkat tetapi tidak melebihi nilai batas atas nilai normal. Kehamilan juga menyebabkan perubahan ukuran jantung dan perobahan posisi EKG. Ukuran jantung berubah karena dilatasi ruang jantung dan hipertrofi. Pembesaran pada katup trikuspid akan menimbulkan regurgitasi ringan dan menimbulkan bising bising sistolik normal grade 1 atau 2. Pembesaran rahim keatas rongga abdomen akan mendorong posisi diafragma naik keatas dan mengakibatkan posisi jantung berobah kekiri dan keanterior dan apeks jantung bergeser keluar dan keatas. Perubahan ini menyebabkan perubahan EKG sehingga didapati deviasi aksis kekiri, sagging ST segment dan sering didapati gelombang T yang inversi atau mendatar pada lead III.

2.      Distribusi Aliran Darah

Aliran darah pada wanita hamil tidak sepenuhnya diketahui. Distribusi aliran darah dipengaruhi oleh resistensi vaskuler lokal. Renal blood flow meningkat sekitar 30 persen pada trimester pertama dan menetap atau sedikit menurun sampai melahirkan. Aliran darah ke kulit meningkat 40 - 50 persen yang berfungsi untuk menghilangkan panas. Mammary blood flow pada wanita tanpa kehamilan kurang dari 1 persen dari cadiac output. Dan dapat mencapai 2 persen pada saat kehamilan aterm. Pada wanita yang tidak hamil aliran darah ke rahim sekitar 100 ml/menit (2 persen dari cadiac output) dan akan meningkat dua kali lipat pada kehamilan 28 minggu dan meningkat mencapai 1200 ml/menit pada saat kehamilan aterm, mendekati jumlah nilai darah yang mengalir ke ginjalnya sendiri. Nilai semasa kehamilan pembuluh darah rahim berdilatasi maksimal, aliran darah meningkat akibat meningkatnya tekanan darah maternal dan aliran darah. Pada dasarnya wanita hamil selalu menjaga aliran darah ke rahimnya, apabila redistribusi aliran darah total diperlukan oleh ibu atau jika terjadi penurunan tekanan darah maternal dan cadiac output, maka aliran darah ke uterus menurun dan tetap dipertahankan.

Vasokonstriksi yang disebabkan katekolamin endogen, obat vasokonstriksi, ventilasi mekanik, dan beberapa obat anestetik yang berhubungan dengan pre eklampsi dan eklampsi akan menurunkan aliran darah ke rahim. Pada wanita normal aliran darah rahim mempunyai potensi dapat dibatasi. Dan pada wanita berpenyakit jantung, pengalihan aliran darah dari rahim menjadi masalah karena aliran darah sudah tidak teratur. Mekanisme perubahan hemodinamik juga tidak sepenuhnya dimengerti, yang diakibatkan oleh perobahan volume cairan tubuh. Total body water semasa kehamilan meningkat 6 sampai 8 lifer yang sebagian besar berada pada ekstraseluler. Segera setelah 6 minggu kehamilan volume plasma meningkat dan pada trimester kedua mencapai nilai maksimal 1,5 dari normal. Masa sel darah merah juga meningkat tetapi tidak untuk tingkatan yang sama; hematokrit menurun semasa kehamilan meskipun jarang mencapai nilai kurang dari 30 persen, Perubahan vaskuler berhubungan penting dengan perobahan hemodinamik pada saat kehamilan. Arterial compliance meningkat dan terjadi peningkatan kapasitas venous vascular. Perubahan ini sangat penting dalam memelihara hemodinamik dari kehamilan normal. Perubahan arterial yang berhubungan dengan peningkatan fragilitas bila kecelakaan vaskuler terjadi yang sering terjadi pada kehamilan dapat merugikan hemodinamik. Peningkatan level hormon steroid saat kehamilan inilah yang menjadi alasan utama terjadinya perubahan pada vaskuler dan miokard.

3.      Perubahan hemodinamik dengan exercise

Kehamilan akan merubah respons hemodinamik terhadap exercise. Pada wanita hamil derajat exercise yang diberikan pada posisi duduk menyebabkan peningkatan cadiac output yang lebih besar dibanding dengan wanita tanpa kehamilan dengan derajat exercise yang sama. Dan maksimum cadiac output dicapai pada tingkatan exercise yang lebih rendah. Peningkatan cadiac output relatif lebih besar dari peningkatan konsumsi oksigen, sehingga terdapat perbedaan oksigen arterio-venous yang lebih lebar dari yang dihasilkan pada wanita tanpa kehamilan dengan derajat exercise yang sama. Keadaan ini menunjukkan pelepasan oksigen ke perifer sedikit kurang efisien selama kehamilan. Pada wanita tanpa kehamilan, latihan akan meningkatkan stroke volume yang lebih besar dan sedikit peningkatan denyut jantung dari pada yang didapati pada individu yang tidak terlatih. Pada saat kehamilan efek latihan ini tidak terlihat dan kemungkinan karena peningkatan stroke volume dibatasi akibat kompresi vena kava inferior atau meningkatnya distensibility vena.

 

E.     Kelainan Katup Jantung pada Kehamilan

Kelainan katup jantung adalah salah satu penyakit jantung yang sering ditemukan pada saat kehamilan. Gangguan ini dapat meningkatkan kejadian gagal jantung, morbiditas dan mortalitas pada ibu dan janin yang dikandung. Jenis-jenis kelainan ini meliputi mitral stenosis yang disebabkan penyakit jantung rematik, mitral dan aorta regurgitasi, kelainan katup tricuspid serta katup jantung prostetik.

Sudah diketahui bahwa pada kehamilan terjadi peningkatan volume darah mencapai 30 hingga 50 % yang diikuti dengan meningkatnya curah jantung (cadiac output). Hal ini muncul pada trimester pertama dan mencapai puncaknya pada 20-24 minggu usia kehamilan. Setelah itu akan bertahan dan mulai menurun 3 hari setelah melahirkan. Suara murmur dapat terdengar sebagai hal yang normal pada kehamilan. Biasanya lemah, middiastolik dan terdengar sepanjang garis sternalis kiri. Intensitasnya meningkat seiring dengan meningkatnya curah jantung, namun bila terdengar sangat keras serta berupa murmur diastolik, murmur kontinus atau murmur sistolik yang kuat maka pemeriksaan ekokardiografi sangat diperlukan.

Risiko terjadinya komplikasi jantung pada ibu hamil akan menigkat pada kasus dengan stenosis katup yang berat serta menurunkan fungsi sistolik ventrikel kiri (stenosis aorta dengan area katup <1,5 cm2 dan stenosis mitral dengan area katup < 2 cm2), seperti stenosis mitral dengan hipertensi pulmonal, regurgitasi berat dengan gangguan fungsi ventrikel kiri dan sindrom Marfan’s dengan aneurisma pada ascending aorta. Risiko juga akan meningkat pada ibu yang memiliki riwayat penyakit jantung seperti: aritmia, gagal jantung dengan kelas NYHA III-IV. Untuk itu peran konseling sebelum konsepsi sangat diperlukan. Semua kejadian kelainan katup diharapkan dapat ditemukan sebelum kehamilan terjadi. Untuk mendapatkan adanya kelainan katup diperlukan pemeriksaan fisik jantung yang tepat. Auskultasi jantung yang benar tentu sangat membantu untuk menemukan kecurigaan terjadinya kelaina katup jantung. Pemeriksaan penunjang utama adalah ekokardiografi untuk memastikan adanya kelainan katup jantung tersebut. Pemeriksaan ekokardiografi meliputi jenis murmur, gradiennya, anatomi katup mitral, ukuran anatomi aorta descending, dimensi ventrikel kiri dan Fraksi Ejeksi (EF). Hal lain yang perlu diperhatikan adalah persiapan menjalani kehamilan pada ibu yang menggunakan katup jantung prostetik.

Untuk memprediksi komplikasi pada nenonatal yang perlu diperhatikan adalah adanya gangguan pada fungsi jantung (NYHA II ke atas) dan obstruksi jantung kiri. Komplikasi yang dapat terjadi adalah lahir premature, intrauterine growth retardation, respiratory distress syndrome, hemoragik intraventrikel dan kematian. Pada beberapa kasus kehamilan dengan kelainan katup jantung, penggunaan antibiotika diperlukan untuk menghindari terjadinya (profilaksis) endokarditis.

Penyakit jantung rematik adalah penyebab utama kelainan katup ini. Pada stenosis mitral terjadi tahanan pada ventrikel kiri yang menyebabkan tekanan pada atrium kiri dan vena pulmonal meningkat. Hal ini dapat menimbulkan kongesti pulomal dan edema. Selain itu, stenosis mitral dapat diikuti dengan aritmia atrial selama kehamilan dan saat melahirkan. Karena selama kehamilan terjadi peningkatan volume dan curah jantung maka dapat terjadi sesak nafas dan menurunnya kemampuan aktivitas fisik. Bila frekuensi detak jantung meningkat maka pengisian saat diastolik turun maka tekanan atrial yang meningkat dapat menimbulkan kongesti paru dan edema. Risiko maternal pada ibu dengan mitral stenosis yang lain adalah tromboemboli.

Terapi yang diberikan untuk mengatasi gejala antara lain adalah : diuretik, mengurangi asupan garam dan mengurangi aktivitas fisik. Untuk mengatasi peningkatan frekuensi detak jantung dan perbaikan pengisian diastolik digunakan Beta Blocker. Bila terjadi fibrilasi atrial yang dapat menambah risiko terjadinya tromboemboli maka dapat dilakukan kardioversi. Pengguanan Beta Blocker dan digoxin dimaksudkan untuk mengontrol frekuensi detak jantung. Jika diperlukan maka prokainamid dan quinidine dapat dipakai sebagai antiaritmia. Guna mencegah tromboemboli, antikoagulan digunakan jika diperlukan. Selain itu, digunakan pula antibiotic sebagai profilaksis endokarditis selama masa melahirkan.

Pada mitral stenosis dengan area katup mitral yang ketat ( area katup < 1 cm2) dan disertai gejala yang signifikan ( NYHA III-IV), maka dapat dilakukan valvuloplasti mitral dengan balon atau pembedahan. Percutaneous ballon mitral valvulopasty biasa dikerjakan pada trimester kedua dan selama pelaksanaan maka dibutuhkan pelindung pelvis untuk pencegahan radiasi pada janin. Terkadang hal ini dapat dikerjakan dengan bantuan transesofageal ekokardiografi (TEE). Bila tidak ada yang ahli dalam melakukan valvuloplasti maka pembedahan untuk dilakukan commisurotomy dapat diupayakan.

Melahirkan pervaginam dapat dilakukan dengan bantuan anestesi pada epidural. Sectio caesarea dikerjakan jika memang ada indikasi dari gangguan jalan lahir. Saat melahirkan dapat terjadi peningkatan tekanan 8-10 mmHg pada atrium kiri dan vena pulmonal. Unutk mengetahui gejala dan gangguan hemodinamik selama proses melahirkan dianjurkan menggunakan Swan- Ganz kateter.

 

F.     Evaluasi Pasien dengan Penyakit Jantung

1.      Anamnesa

Pada pasien dengan penyakit jantung yang telah terdiagnosis sebelum kehamilannya, harus dicari data-data mengenai: usia saat pertama kali diagnosis ditegakkan, gejala-gejala sebelumnya dan komplikasi yang ada, prosedur diagnostik sebelumnya termasuk kateterisasi jantung, excercise test (treadmill) atau ekokardiografi, riwayat pengobatan sebelumnya, riwayat operasi, derajat kesembuhan, gejala sisa, obat-obat yang dipakai, diet, pembatasan-pembatasan aktifitas, serta sedapat mungkin didapatkan catatan medis mengenai perawatan rumah sakit, prosedur diagnostik dan pengobatan sebelumnya.

Pada pasien tanpa riwayat penyakit jantung sebelumnya, harus ditanyakan mengenai riwayat demam rematik atau penyakit-penyakit lainnya yang berhubungan dengan penyakit jantung seperti demam scarlet, sistemik lupus eritematosus, penyakit paru-paru, penyakit ginjal, difteri atau pneumonia, riwayat perawatan di Rumah sakit dan riwayat operasi besar sebelumnya.

Perlu ditanyakan juga mengenai tanda-tanda dan gejala penyakit jantung seperti sianosis pada waktu lahir atau waktu aktivitas, “squatting” pada masa kanak-kanak, infeksi saluran napas berulang, gangguan irama jantung, dispnu pada saat istirahat atau aktifitas, batuk-batuk lama, hemoptisis, asma, nyeri dada, riwayat keluarga dengan penyakit jantung dan kelainan-kelainan kongenital.

 

2.      Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik perlu dievaluasi mengenai berat badan dan tinggi badan, kelainan pada wajah, jari-jari dan tubuh yang menunjukkan kelainan kongenital dan perubahan-perubahan pada kulit seperti sianosis, pucat, angioma, xantelasma, dan xanthoma. Tekanan darah harus diukur secara hati-hati dengan cuff yang sesuai, kalau perlu pada kedua lengan dan pada beberapa posisi. Denyut nadi radial harus dinilai dengan cermat, pada Aorta Insufisiensi dapat dijumpai denyut yang kolaps (Collapsing pulse), denyut yang lemah pada cadiac output yang rendah, pulsus alternans atau pulsus paradoksus.

Inspeksi pada kepala dan wajah untuk mencari adanya tanda-tanda kelainan kongenital, pengukuran JVP dan penilaian denyut karotid dan kelenjar thyroid. Inspeksi dan palpasi pada dada untuk mencari adanya kelainan bentuk dinding toraks seperti pectus excavatum, precordial bulging, denyut apeks kordis, thrill. Pada auskultasi perlu dinilai bunyi jantung I, II, III, IV, murmur jantung, opening snap, gallop dsb. Selanjutnya juga perlu dilakukan pemeriksaan pada paru-paru, abdomen dan ekstremitas serta sistim-sistim organ tubuh lainnya.

 

3.      Pemeriksaan Penunjang

a.       Laboratorium rutin, seperti hematologis, kimia darah, gula darah.

b.      EKG, bila perlu dapat dilakukan monitor 24 jam.

c.       Phonokardiogram, untuk menilai bunyi jantung dan murmur.

d.      Ekokardiografi.

e.       Lain-lain, seperti kultur tenggorok (throat culture), C-reactive protein, ASTO, kultur darah.

 

4.      Diagnosis

Diagnosis biasanya dapat ditegakkan bila ditemukan adanya satu diantara gejala-gejala berikut :

a.       Bising diastolik, presistolik, atau bising jantung terus-menerus;

b.      Bising jantung yang nyaring, terutama bila disertai thrill;

c.       Pembesaran jantung yang jelas pada gambaran foto toraks;

d.      Aritmia yang berat.

Kadang-kadang penyakit jantung dalam kehamilan baru diketahui kalau sudah terjadi dekompensasio seperti adanya sesak nafas, sianosis, edema atau ascites.

 

5.      Penanganan

Pada penderita penyakit jantung diusahakan untuk membatasi penambahan berat badan yang berlebihan, anemia secepat mungkin diatasi, infeksi saluran pernafasan atas dan preeklampsia sedapat-dapatnya dijauhkan karena sangat memberatkan pekerjaan jantung.

Saat-saat berbahaya adalah pada kehamilan 28 – 32 minggu karena merupakan puncak hemodilusi, partus kala II karena venous return yang meningkat saat mengedan, dan masa postpartum sebagai akibat kembalinya cairan tubuh ke dalam sistim sirkulasi sehingga beban jantung bertambah berat.

Penanganan ibu hamil dengan penyakit jantung membutuhkan kerja sama tim yang kompak dan terpadu dari berbagai disiplin ilmu seperti obstetri ginekologi, kardiologi, ilmu penyakit dalam, dan anestesi.

a.      Kelas I dan II

Umumnya penderita dapat meneruskan kehamilan sampai cukup bulan dan melahirkan pervaginam. Namun tetap harus diwaspadai terjadinya gagal jantung pada kehamilan, persalinan dan nifas. Faktor pencetus utama terjadinya gagal jantung adalah endokarditis, oleh karena itu semua wanita hamil dengan penyakit jantung harus sedapat mungkin dicegah terjadinya infeksi terutama infeksi saluran napas atas.

Dalam penanganan penyakit jantung selama kehamilan terdapat 4 hal yang perlu diperhatikan, yaitu :

1)      cukup istirahat ( 10 jam istirahat malam, ½ jam setiap kali setelah makan ) dan hanya pekerjaan ringan yang diizinkan.

2)      harus dilakukan pencegahan terhadap kontak dengan orang-orang yang dapat menularkan infeksi saluran nafas atas, merokok, penggunaan obat-obat yang memberatkan pekerjaan jantung.

3)      tanda-tanda dini dekompensasio harus cepat diketahui, seperti adanya batuk, ronki basal, dispnoe dan hemoptoe.

4)      sebaiknya pasien masuk rumah sakit 2 minggu sebelum persalinan untuk istirahat.

Persalinan biasanya pervaginam, kecuali ada indikasi obstetri untuk seksio sesarea. Penggunaan teknik analgesia untuk menghilangkan nyeri persalinan sangat dianjurkan, yang umum dipakai adalah analgesia epidural. Apabila akan dilakukan seksio sesarea, kebanyakan klinikus menyukai analgesia epidural namun penggunaan harus hati-hati pada hipertensi pulmonar. Anestesi umum dengan tiopental, suksinil kolin, N2O dan 30 % O2 juga memberikan hasil yang memuaskan.

Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan pada persalinan pervaginam adalah :

1)      ibu harus dalam posisi setengah duduk (kepala dan dada ditinggikan) dan miring ke kiri.

2)      Penolong persalinan harus memberikan pendekatan psikologis supaya ibu tetap tenang dan merasa aman.

3)      Untuk mencegah timbulnya dekompensasio kordis sebaiknya dibuat daftar pengawasan khusus untuk mencatat nadi dan pernapasan secara berkala (tanda-tanda vital harus dimonitor diantara tiap his, dalam kala I setiap 10-15 menit dan dalam kala II setiap 10 menit. Apabila terdapat peningkatan denyut nadi lebih dari 115 x/mt atau peningkatan respirasi lebih dari 28 x/mt dan disertai dispnu merupakan tanda-tanda dini kegagalan ventrikel, dan pasien perlu diberikan morfin, digitalis, oksigen dan diuretik).

4)      Bila dibutuhkan oksitosin, berikan dalam konsentrasi tinggi (20 U/ltr) dengan tetesan rendah dan pengawasan keseimbangan cairan.

5)      Nyeri persalinan dapat diatasi dengan pemberian obat seperti Tramadol 100 mg supositoria, pethidin 50 mg IM, atau morphin 10-15 mg IM.

6)      Persalinan kala II biasanya diakhiri dengan ekstraksi forseps atau ekstraksi vakum dan sedapat mungkin ibu dilarang mengedan.

7)      Penanganan kala III dilakukan secara aktif, namun pemakaian preparat ergometrin merupakan kontraindikasi, karena kontraksi uterus yang dihasilkan bersifat tonik dengan akibat terjadi pengembalian darah ke dalam sirkulasi sistemik kurang lebih 1 liter.

8)      Setelah kala III selesai, harus dilakukan pengawasan yang ketat untuk mengetahui kemungkinan terjadinya gagal jantung atau edema paru, karena saat tersebut merupakan saat yang paling kritis selama hamil, pemasangan gurita dengan kantong pasir di dinding perut dapat dilakukan untuk mencegah perubahan mendadak sirkulasi (kolaps postpartum). 6

Dalam kondisi sehari-hari, apabila ditemukan pasien dengan kegagalan jantung maka penanganan awal harus mencakup langkah-langkah standar resusitasi, termasuk diantaranya:

1)      Perhatikan airway, breathing dan circulation.

2)      Bagi ibu hamil, posisi yang dianjurkan adalah setengah duduk miring ke kiri, untuk mencegah efek hipotensi akibat penekanan vena cava inferior oleh uterus gravidarum.

3)      Pemberian Morfin / petidin, β Bloker atau diuretik.

4)      Digitalisasi.

5)      Antibiotika untuk profilaksis terhadap endokarditis.

b.      Kelas III dan IV

Bila seorang ibu hamil dengan kelainan jantung kelas III dan IV ada dua kemungkinan penatalaksanaan yaitu : terminasi kehamilan atau meneruskan kehamilan dengan tirah baring total dan pengawasan ketat, dan ibu dalam posisi setengah duduk.

Kelas III sebaiknya tidak hamil, kalau hamil pasien harus dirawat di Rumah Sakit selama kehamilan, persalinan dan nifas, dibawah pengawasan ahli penyakit dalam dan ahli kebidanan, atau dapat dipertimbangkan untuk dilakukan abortus terapeutikus. Persalinan hendaknya pervaginam dan dianjurkan untuk sterilisasi.

Kelas IV tidak boleh hamil. Kalau hamil juga, pimpinan yang terbaik ialah mengusahakan persalinan pervaginam.

c.       Pengawasan Nifas

Pengawasan nifas sangat penting diperhatikan, mengingat kegagalan jantung dapat terjadi pada saat nifas, walaupun pada saat kehamilan atau persalinan tidak terjadi kegagalan jantung. Komplikasi-komplikasi nifas seperti perdarahan post partum, anemia, infeksi dan tromboemboli akan lebih berbahaya pada pasien-pasien dengan penyakit jantung.

Sebaiknya penderita penyakit jantung dirawat di rumah sakit sekurang-kurangnya 14 hari setelah melahirkan dengan istirahat dan mobilisasi tahap demi tahap serta diberi antibiotika untuk mencegah endokarditis.

Laktasi dibolehkan bagi wanita yang sanggup secara fisik, namun bagi penderita penyakit jantung kelas III dan IV tetap dilarang untuk menyusui.


Comments

Popular posts from this blog

Konsep Cairan dan Elektrolit Tubuh

Makalah Konsep Dasar Teori Air Susu Ibu (ASI)