Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal

Image
  Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal sangat penting untuk mencapai hasil yang optimal. Berikut ini adalah beberapa contoh upaya kolaboratif yang dapat dilakukan: 1.       Kolaborasi antara tenaga medis dan bidan: Tim medis yang terdiri dari dokter, perawat, dan bidan dapat bekerja sama untuk memberikan pelayanan kesehatan yang holistik kepada ibu hamil dan bayi yang akan lahir. Dengan saling berbagi pengetahuan dan keterampilan, mereka dapat meningkatkan pemantauan kehamilan, memberikan perawatan prenatal yang tepat, dan menangani komplikasi saat melahirkan. 2.       Kemitraan antara lembaga kesehatan dan masyarakat: Kolaborasi antara fasilitas kesehatan, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat lokal dapat membantu meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan maternal dan perinatal. Misalnya, mengadakan kampanye penyuluhan dan program edukasi di komunitas mengenai perawa

MAKALAH ASFIKSIA NEONATORUM

 

ASFIKSIA NEONATORUM

 

A.    Pengertian

Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau segera lahir (Sarwono, 2007).

Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak bisa bernafas secara spontan dan adekuat (Wroatmodjo,2004).

Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan dengan sempurna, sehingga tindakan perawatan dilaksanakan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut yang mungkin timbul. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, beberapa faktor perlu dipertimbangkan dalam menghadapi bayi dengan asfiksia.

 

B.     Etiologi dan Faktor Predisposisi

Etiologi dan predisposisi terjadinya asfiksia, antara lain sebagai berikut:

1.      Faktor Ibu

Hipoksia ibu akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya. Hipoksia ibu dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian analgetika atau anesthesi dalam gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak karena pendarahan, hipertensi karena eklamsia, penyakit jantung dan lain-lain.

2.      Faktor Plasenta

Yang meliputi solutio plasenta, pendarahan pada plasenta previa, plasenta tipis, plasenta kecil, plasenta tak menempel pada tempatnya.

3.      Faktor Janin dan Neonatus

Meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit ke leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, gemelli, IUGR, kelainan kongenital dan lain-lain.

4.      Faktor Persalinan

Meliputi partus lama, partus tindakan dan lain-lain.

 

C.    Patofisiologi

Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.

Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer.

Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.

 

D.    Gejala Klinik

Gejala klinik Asfiksia neonatorum yang khas meliputi :

a.       Pernafasan terganggu

b.      Detik jantung berkurang

c.       Reflek / respon bayi melemah

d.      Tonus otot menurun

e.       Warna kulit biru atau pucat

E.     Diagnosis

Asfiksia pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia atau hipoksia janin. Diagnosa anoksia / hipoksia dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukan tanda-tanda gawat janin untuk menentukan bayi yang akan dilahirkan terjadi asfiksia, maka ada beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatikan.

1.      Denyut Jantung Janin

Frekuensi normal ialah 120 sampai 160 denyutan per menit, selama his frekuensi ini bisa turun, tetapi diluar his kembali lagi kepada keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyutan jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensinya turun sampai dibawah 100/menit, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya.

2.      Mekonium Dalam Air Ketuban

Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada prosentase kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan terus timbul kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air ketuban pada prosentase kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.

3.      Pemeriksaan pH Pada Janin

Dengan menggunakan amnioskopi yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya. Dengan penilaian pH darah janin dapat ditemukan derajat asfiksia yaitu :

Tabel 1.1. Penilaian pH Darah Janin

NO

Hasil Apgar Score

Derajat Asfiksia

Nilai pH

1.

0 – 3

Berat

< 7,2

2.

4 – 6

Sedang

7,1 – 7,2

3.

7 – 10

Ringan

> 7,2

Sumber : Wiroatmodjo, 1994

4.      Dengan Menilai Apgar Skor

Cara yang digunakan untuk menentukan derajat asfiksia yaitu dengan penilaian Apgar Skor. Apgar mengambil batas waktu 1 menit karena dari hasil penyelidikan sebagian besar bayi baru lahir mempunyai Apgar terendah pada umur tersebut dan perlu dipertimbangkan untuk melakukan tindakan resusitasi aktif. Sedangkan nilai Apgar lima menit untuk menentukan prognosa dan berhubungan dengan kemungkinan terjadinya gangguan neurologik di kemudian hari. Ada lima tanda (sign) yang dinilai oleh Apgar, yaitu :

Tabel 1.2 Apgar Skor

Tanda-tanda Vital

Nilai = 0

Nilai = 1

Nilai = 2

1.  Appearance

(warna kulit)

Seluruh tubuh bayi berwarna kebiru-biruan atau pucat

Warna kulit tubuh normal, tetapi tangan dan kaki berwarna kebiruan

Warna kulit seluruh tubuh normal

2.  Pulse (denyut jantung)

Tidak ada

<100 x/ menit

>100 x/ menit

3.  Grimace (Respons reflek)

Tidak ada

 

Menyeringai/ meringis

 

Meringis, menarik, batuk, atau bersin saat stimulasiMeringis, menarik, batuk, atau bersin saat stimulasi

4.  Activity

(tonus otot)

Lemah, tidak ada gerakan

 

Lengan dan kaki dalam posisi fleksi dengan sedikit gerakan

Bergerak aktif dan spontan

5.  Respiration

(usaha bernafas)

Tidak bernapas

Menangis lemah, terdengar seperti merintih, pernapasan lambat dan tidak teratur

Menangis kuat, pernapasan baik dan teratur

 

Dari kelima tanda diatas yang paling penting bagi jantung karena peninggian frekuensi jantung menandakan prognosis yang peka. Keadaan akan memburuk bila frekuensi tidak bertambah atau melemah walaupun paru-paru telah berkembang. Dalam hal ini pijatan jantung harus dilakukan. Usaha nafas adalah nomor dua. Bila apnea berlangsung lama dan ventilasi yang dilakukan tidak berhasil maka bayi menderita depresi hebat yang diikuti asidosis metabolik yang hebat. Sedang ketiga tanda lain tergantung dari dua tanda penting tersebut.

Ada 3 derajat Asfiksia dari hasil Apgar Skor diatas yaitu :

a.       Nilai Apgar 7-10, Vigorous baby atau asfiksia ringan.

Bayi dalam keadaan merintih, adanya retraksi sela iga, dengan nafas takipnea ( >60x/menit), bayi tampak sianosis, adanya pernafasan cupping hidung, bayi kurang aktifitas, pada pemeriksaan auskultasi terdapat .ronchi, rales, dan wheezing.

b.      Nilai Apgar 4-6 Mild Moderat atau asfiksia sedang.

Pada pemeriksaan fisik akan dilihat frekuensi jantung menurun menjadi (60 – 80x/menit), usaha nafas lambat, tonus otot baik, bayi masih bereaksi terhadap rangsangan, bayi sianosis, tidak terjadi kekurangan O2 yang bermakna selama proses persalinan.

c.       Nilai Apgar 0-3, asfiksia berat

Pada pemeriksaan ditemukan frekuensi jantung kecil ( <40x/menit),tidak ada usaha nafas, tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada, bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan rangsangan, bayi pucat, terjadi kekurangan O2 yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan..

 

F.     Pelaksanaan Resusitasi

Segera setelah bayi baru lahir perlu diidentifikasi atau dikenal secara cepat supaya bisa dibedakan antara bayi yang perlu diresusitasi atau tidak. Tindakan ini merupakan langkah awal resusitas bayi baru lahir. Tujuannya supaya intervensi yang diberikan bisa dilaksanakan secara tepat dan cepat (tidak terlambat).

1.      Membuka Jalan Nafas

Tujuan : Untuk memastikan terbuka tidaknya jalan nafas.

Metode :

§  Meletakkan bayi pada posisi yang benar.

Ø  Letakkan bayi secara terlentang atau miring dengan leher agak ekstensi/ tengadah. Perhatikan leher bayi agar tidak mengalami ekstensi yang berlebihan atau kurang. Ekstensi karena keduanya akan menyebabkan udara yang masuk ke paru-paru terhalangi.

Ø  Letakkan selimut atau handuk yang digulung dibawah bahu sehingga terangkat 2-3 cm diatas matras.

Ø  Apabila cairan/lendir terdapat bar dalam mulut, sebaiknya kepala bayi dimiringkan supaya lendir berkumpul di mulut (tidak berkumpul di farings bagian belakang) sehingga mudah disingkirkan.

§  Membersihkan Jalan Nafas

Ø  Apabila air ketuban tidak bercampur mekonium, hisap cairan dari mulut dan hidung, mulut dilakukan terlebih dahulu kemudian hidung.

Ø  Apabila air ketuban tercampur mekonium, hanya hisap cairan dari trakea, sebaiknya menggunakan alat pipa endotrakel (pipa ET).

Ø  Urutan kedua metode membuka jalan nafas ini bisa dibalik, penghisapan terlebih dahulu baru meletakkan bayi dalam posisi yang benar, pembersihan jalan nafas pada semua bayi yang sudah mengeluarkan mekoneum, segera setelah lahir (sebelum baru dilahirkan) dilakukan dengan menggunakan keteter penghisap no 10 F atau lebih. Cara pembersihannya dengan menghisap mulut, farings dan hidung.

2.      Mencegah Kehilangan Suhu Tubuh / Panas

Tujuan : Mencegah komplikasi metabolisme akibat kehilangan panas.

Metode :

§  Meletakkan bayi terlentang dibawah pemancar panas (Infant warmer) dengan temperatur untuk bayi aterm 34°C, untuk bayi preterm 35°C.

§  Tubuh dan kepala bayi dikeringkan dengan menggunakan handuk dan selimut hangat, keuntungannya bayi bersih dari air ketuban, mencegah kehilangan suhu tubuh melalui evaporosi serta dapat pula sebagai pemberian rangsangan taktik yang dapat menimbulkan atau mempertahankan pernafasan.

§  Untuk bayi sangat kecil (berat badan kurang dari 1500 gram) atau apabila suhu ruangan sangat dingin dianjurkan menutup bayi dengan sehelai plastik tipis yang tembus pandang.

3.      Pemberian Tindakan VTP (Ventilasi Tekanan Positif)

Tujuan : untuk membantu bayi baru lahir memulai pernafasan.

Metode :

§  Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar.

§  Agar VTP efektif kecepatan memompa (Kecepatan Ventilasi dan tekanan ventilasi harus sesuai, kecepatan ventilasi sebaiknya 40-60 kali/menit.

§  Tekanan ventilasi yang dibutuhkan sebagai berikut :

Ø  Nafas pertama setelah lahir membutuhkan 30-40 cm H2O.

Ø  Setelah nafas pertama membutuhkan 15-20 cm H2O.

Ø  Bayi dengan kondisi / penyakit paru-paru yang berakibat turunnya compliance membutuhkan 20-40 cm H2O.

Ø  Tekanan ventilasi hanya dapat diukur apabila digunakan balon yang mempunyai pengukur tekanan.

4.      Observasi gerak dada bayi

Adanya gerakan dada bayi naik turun merupakan bukti bahwa sungkup terpasang dengan baik dan paru-paru mengembang. Bayi seperti menarik nafas dangkal. Apabila dada bergerak maksimum, bayi seperti menarik nafas panjang, menunjukkan paru-paru terlalu mengembang, yang berarti tekanan diberikan terlalu tinggi. Hal ini dapat menyebabkan pneumotoraks.

5.      Observasi gerak perut bayi

Gerak perut tidak dapat dipakai sebagai pedoman ventilasi yang efektif. Gerak perut mungkin disebabkan masuknya udara kedalam lambung.

6.      Penilaian suara nafas bilateral

Suara nafas didengar dengan menggunakan stetoskop. Adanya suara nafas di kedua paru-paru merupakan indikasi bahwa bayi mendapat ventilasi yang benar.

7.      Observasi pengembangan dada bayi

Apabila dada terlalu berkembang, kurangi tekanan dengan mengurangi meremas balon. Apabila dada kurang berkembang, mungkin disebabkan oleh salah satu sebab berikut yakni perlekatan sungkup kurang sempurna, arus udara terhambat, atau tidak cukup tekanan.

8.      Pemberian Obat-Obatan Penunjang

Obat-obatan diperlukan apabila frekuensi jantung bayi tetap 80 per menit walaupun telah dilakukan ventilasi adekuat (dengan oksigen 100%) dan kompresi dada untuk paling sedikit 30 detik atau frekuensi jantung nol.

Obat-obatan yang diperlukan pada bayi asfiksia :

§  Beri adrenalin (larutan 1 : 10.000) dengan dosis 0,1-0,3 ml/kg berat badan, apabila bayi mengalami bradikardia menetap diberikan sublingual atau diberikan intravena, sementara NaHCO3 tetap diberikan, disertai pernafasan buatan.

§  Natrium bicarbonat (NaHCO3) diberikan dengan dosis 2 ml/kg berat badan (cairan 7,5%) dilarutkan dengan Dextrose 10% dalam perbandingan 1 : 1 disuntikkan perlahan-lahan kedalam Vena umbilikus dalam waktu 5 menit.

§  Infus NaCl 0,9% atau Ringer laktat 10 ml/kg berat badan.

9.      Penatalaksanaan Berdasarkan Penilaian Apgar Skor

a.      Apgar skor menit I : 0-3

Ø  Jaga agar bayi tidak kedinginan, sebab dapat menimbulkan hipotermis dengan segala akibatnya. Jangan diberi rangsangan taktil, jangan diberi obat perangsang nafas lekukan resusitasi.

Ø  Lakukan segera intubasi dan lakukan mouth ke tube atau pulmanator to tube ventilasi. Bila intubasi tidak dapat, lakukan mouth to mouth respiration kemudian dibawa ke ICU.

Ø  Ventilasi Biokemial

Ø  Dengan melakukan pemeriksaan blood gas, kalau perlu dikoreksi dengan Natrium Bicarbonat. Bila fasilitas Blood gas tidak ada, berikan Natrium Bicarbonat pada asfiksia berat dengan dosis 2-4 mcg/kg BB, maksimum 8 meg/kg BB / 24 jam. Ventilasi tetap dilakukan. Pada detik jantung kurang dari 100/menit lakukan pijat jantung 120/menit, ventilasi diteruskan 40 x menit. Cara 3-4x pijat jantung disusul 1x ventilasi.

b.      Apgar skor menit I : 4-6

Ø  Seperti yang diatas, jangan dimandikan, keringkan seperti diatas.

Ø  Beri rangsangan taktil dengan tepukan pada telapak kaki, maksimum 15-30 detik.

Ø  Bila belum berhasil, beri O2 dengan atau tanpa corong (lebih baik O2 yang dihangatkan).

Ø  Skor apgar 4-6 dengan detik jantung kurang dari 100 kali permenit lakukan bag dan mask ventilation dan pijat jantung.

c.       Apgar skor menit I : 7-10

Ø  Bersihkan jalan nafas dengan kateter dari lubang hidung dahulu (karena bayi adalah bernafas dengan hidung) sambil melihat adakah atresia choane, kemudian mulut, jangan terlalu dalam hanya sampai fasofaring. Kecuali pada bayi asfiksia dengan ketuban mengandung mekonium, suction dilakukan dari mulut kemudian hidung karena untuk menghindari aspirasi paru.

Ø  Bayi dibersihkan (boleh dimandikan) kemudian dikeringkan, termasuk rambut kepala, karena kehilangan panas paling besar terutama daerah kepala.

Ø  Observasi tanda vital sampai stabil, biasanya 2 jam sampai 4 jam.

 

G.    Komplikasi

Komplikasi yang mungkin muncul akibat asfiksia adalah:

1.      Sembab Otak

2.      Pendarahan Otak

3.      Anuria atau Oliguria

4.      Hyperbilirubinemia

5.      Obstruksi usus yang fungsional

6.      Kejang sampai koma

7.      Komplikasi akibat resusitasinya sendiri : Pneumothorax


Comments

Popular posts from this blog

Konsep Cairan dan Elektrolit Tubuh

Makalah Konsep Dasar Teori Air Susu Ibu (ASI)