Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal

Image
  Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal sangat penting untuk mencapai hasil yang optimal. Berikut ini adalah beberapa contoh upaya kolaboratif yang dapat dilakukan: 1.       Kolaborasi antara tenaga medis dan bidan: Tim medis yang terdiri dari dokter, perawat, dan bidan dapat bekerja sama untuk memberikan pelayanan kesehatan yang holistik kepada ibu hamil dan bayi yang akan lahir. Dengan saling berbagi pengetahuan dan keterampilan, mereka dapat meningkatkan pemantauan kehamilan, memberikan perawatan prenatal yang tepat, dan menangani komplikasi saat melahirkan. 2.       Kemitraan antara lembaga kesehatan dan masyarakat: Kolaborasi antara fasilitas kesehatan, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat lokal dapat membantu meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan maternal dan perinatal. Misalnya, mengadakan kampanye penyuluhan dan program edukasi di komunitas mengenai perawa

MAKALAH APENDISITIS AKUT DALAM KEHAMILAN

 

APENDISITIS AKUT DALAM KEHAMILAN

 

A.    Defenisi

Merupakan keadaan akut abdomen yang paling sering. Paling sering pada decade kedua dan ketiga, sejajar dengan jumlah jaringan limfoid pada apendiks. Rasio pria : wanita 2:1 usia 15 25 tahun, tetapi selanjutnya 1:1 insiden telah menurun dalam beberapa decade terakhir.

 

B.     Anatomi Fisiologis

1.      Anatomi Apendiks Vermiformis

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira – kirta 10 cm (kisaran 3 – 5 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagiam distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kea rah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu. Pada 65% kasus apendiks, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks pengantungnya.

Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang kolon asendens, atau di tepi lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks.

Perarafan parasimpatis berasal dari cabang n. vagus yang mengikuti a mesenterika superior dan a. apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n. torakalis X. oleh karena itu. Nyeri visceral pada apendisitis bermula di sekitar umbilicus.

Perdarahan apendiks berasal dari a. apedikularis yang merupakam arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi apendiks akan mengalami gangren.


2.      Fisiologi Apendiks Vermiformis

Apendiks menghasilkan lender 1 – 2 ml per hari. Lender itu normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lender di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis.

Imunoglobin secretor yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikianm pengangkatan apendiks tidak memengaruhi system imun tubuh karena jumlah jaringan limf di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.

 

C.    Etiologi dan patogenesis

Obstruksi lumen disebabkan oleh fekalit, hipertrofi limfoid, barium kering, biji, atau cacing usus. Gejala – gejala obstruki lingkaran tertutup berkembang karena sekresi mukosa terus menerus sampai kapasitas lumen 0,1 mL dank arena multiplikasi cepat dari bakteri dalam apendiks. Distensi merangsang serat nyeri aferen visceral, menimbulkan nyeri abdomen bawah dan tengah yang samar – samar, tumpul difus. Distensi mendadak dapat menyebabkan peristaltic dengan kram. Tekanan vena berlebihan dan aliran arteriol ke dalam menyebabkan kongesti vascular apendiks, dengan reflex mual. Pembendungan serosa merangsang peradangan peritoneum parietalis dengan pergeseran atau nyeri yang lebih hebat ke kuadran kanan bawah. Gangguan mukosa memungkinkan invasi bakteri, dan selanjutnya timbul demam, takikardi, dan lekositosis. Dengan distensi yang makin progresif, terjadi infark antimesenterik dan perforasi. Kadang episode apendisitis akut dapat menghilang jika obstruksi dihilangkan; pemeriksaan patologi selanjutnya menemukan dinding apendiks yang menebal dan berjaringan parut.

 

D.    Apendisitis akut pada kehamilan

Kejadian appendicitis akut dalam kehamilan dan di luar kehamilan tidaklah berbeda. Kejadian satu diantara 1000 sampai 2000 wanita hamil. Akan tetapi kejadia perforasi, lebih sering pada kehamilan, yaitu 1,5 sampai 3,5 kali dari wanita tidak hamil. Hal ini karena diagnosis dini appendicitis akuta kadang – kadang sulit dibuat, sering meragukan, atau dikacaukan oleh keadaan – keadaan lain seperti:

1.      Gejala dan tanda rasa mual, muntah, anoreksia, perut kembung, dan nyeri di perut sering dijumpai pula pada kelainan lain dari apendisitis.

2.      Adanya leukositosis fisiologik dalam kehamilan yang mungkin menyerupai jumlah leukosit pada apendisitis akuta.

3.      Berpindahnya letak sekum akibat dorongan rahim yang makin membesar, menyebabkan letak appendiks juga berpindah. Pada akhir pertengahan usia kehamilan, appendiks terletak di bagian kanan atas, sehingga gambaran klinik yang diberikan oleh apendisitis yang biasa tidak menunjukan gambar seperti di luar kehamilan.

4.      Adanya relaksasi otot-otot dinding perut pada kehamilan lanjut, menyebabkan tanda-tanda nyeri, kekakuan dinding perut, menjadi tak jelas.

5.      Tanda-tanda appendisitis akut. Kadang-kadang diperlihatkan pula oleh kelainan-kelainan lain. Pielonefritis akut, salphingitis akut, rasa nyeri dari ligamentum rotundum pada kehamilan lebih lanjut, solusio plasenta tingkat permulaan, infeksi saluran kemih, persalinan premature, obstruksi usus halus. Pada masa nifas adanya endometris atau adneksitis.

 

E.     Pemeriksaan Fisik

1.      Inspeksi: pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling , sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut.

2.      Palpasi : Pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah. Inidisebut tanda Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di perut kiri bawahdilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah.Ini disebut tanda Blumberg ( Blumberg Sign).

3.      Pemeriksaan colok dubur : pemeriksaan inidilakukan pada apendisitis, untuk menentukan letak apendiks, apabila letaknyasulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini dan terasa nyeri, makakemungkinan apendiks yang meradang terletak didaerah pelvis. Pemeriksaan inimerupakan kunci diagnosis pada apendisitis pelvika.

4.      Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator : pemeriksaan ini juga dilakukan untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kananditahan. Bila appendiks yang meradang menempel di m. psoas mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak dengan m. obturator internus yang merupakandinding panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaanini dilakukan pada apendisitis pelvika

 

F.     Pemeriksaan Penunjang.

1.      Laboratorium: terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkapditemukan jumlah leukosit antara10.000-20.000/ml (leukositosis) dan neutrofildiatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat.

2.      Radiologi: terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum.

 

G.    Diagnosis

Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis klinis apendisitis akut masih mungkin salah pada sekitar 15 – 20% kasus. Kesalahan diagnosis lebih sering pada perempuan disbanding lelaki. Hal ini dapat disadari mengingat pada perempuan terutama yang masih muda sering timbul gangguan yang mirip apendisitis akut. Keluhan itu berasal dari genitalia interna karena ovulasi, menstruasi, radang di pelvis, atau penyakit ginekologik lainnya.

Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis apendisitis akut biala diagnosis meragukan, sebaiknya dilakukan observasi penderta di rumah sakit dengan pengamatan 1 – 2 jam.

Foto barium kurang dapat dipercaya. Ultrasonograf bias meningkatkan akurasi diagnosis. Demikian pula laparoskopi pada kasus yang meragukan. Laboratorium pemeriksaan jumlah lekosit membantu menegakan diagnosis apendisitis akut. Pada kebanyakan kasus terdapat leukostitosis, terlebih pada kasus dengan komplikasi.

Diagnosis banding dapat diketahui melalui:

1.      Gastrentritis

2.      Demam degue

3.      Limfadenitis mesenterica

4.      Kelainan Ovulasi

5.      Infeksi Panggul

6.      Kehamilan ektopik

7.      Kista ovarium

8.      Endometritis Eksterna

9.      Urolitiasis pielum/ureter kanan

 

H.    Penatalaksanaan

Terapi selalu operatif Karen lumen yang terobstruksi tidak akan sembuh dengan antibiotic saja. Apendisitis tanpa rupture diterapi dengan apendiktomi segera setalah evaluasi media selesai. Rupture apendisitis dengan peritonitis lockal atau flegmon, dioperasi setelah resusitasi awal untuk memperbaiki cairan serta elektrolit yang hilang. Rupture apendisitis dengan penyebaran pada peritonitis membutuhkan resusitasi cairan yang lebih luas, tetapi pasien harus menjalani operasi secara normal dalam 4 jam untuk mencegah berlanjutnya kontaminasi peritoneum.

Rupture apendisitis dengan pembentukan abses periapendiks dapat diterapi secara akut dengan operasi, tetapi berkaitan dengan morbiditas yang meningkat. Jika gejala sudah berlangsung beberapa hari, mereda, dan berkaitan dengan massa kuadran kanan bawah, terapi awal nonoperatif dengan resusitasi cairan istirahat usus, dan dosis besar antibiotic yang tepat, mungkin dapat dilakukan drainase abses dengan bimbingan ultrasonografi. Jika tanda – tanda vital, lkositosis, dan tanda –tanda abdomen makin berkembang, drainase abses dapat diindikasikan, diikuti oleh terapi konservatif. Disarankan apendiktomi dilakukan setelah 6 minggu – 3 bulan tetapi angka keseluruhan dari kekambuhan tanpa apendiktomi interval hanya 5% - 7%.

Antibiotic praoperasi merendahkan komplikasi infeksi, tetaoi paduan masih controversial: (1) antibiotic praoperasi hanya untuk dugaan adanya perforasi; (2) antibiotic praoperasi untuk semuanya dilanjutkan seperti yang diindikasikan bila ditemukan perforasi atau ganggren; (3) antibiotic praoperasi untuk semuanya, dilanjutkan 3 – 5 hari jika ditemukan setiap tahap apendisitis. Patogen dalam apendisitis akut adalah flora kolon campuran, baik aerob maupun anaerob; bacteroides fragilis membutuhkan antibiotic, klindamisin ditambah aminoglikan atau sefalosporin generasi kedua merupakan paduan yang popular.

Prosedur insisi harus pada kuadran kanan bawah untuk pasien dengan dugaan apendisitis. Insisi McBurney memberikan pajanan yang terbaik, tetapi membutuhkan insisi keduajika dibutuhkan prosedur alternative. Insisi rocky – davis dengan pemisahan otot dapat diperluas ke medial bila diperlukan. Insisi paramedian kanan atau garis tengah bawah digunakan untuk eksplorasi umum, tetapi merupakan kontraindikasi pada abses, karena materi yang terinfeksi harus dibawa melalui kavum peritoneum yang belum terkontaminasi.

Pangkal apendiks secara tradisional diligasi dan dibalik; risiko terjadinya abses sekali intramurai dari pembalikan pangkal yang terinfeksi adalah kecil. Pembalikan tanpa ligasi memberikan resiko perdarahan dari arteri apendiks. Ligasi tanpa pembalikan mengamankan hemotasis tetapi memungkinkan kontaminasi peritoneum dari mukosa pangkal yang terpajan atau pengikatan yang tergelincir.

Jika tidak ditemukan apendisitis, organ – organ pelvis dan sisa visera abdomen di eksplorasi. Mesentrium diperiksa untuk limfadenitis. Ileum “dijalankan” untuk ileitis terminals atau diverticulitis meckel.

Drainase pus local disertai dengan drain lateral. Kavum peritonealis tidak dapat didrainase. Jika apendiks pecah, lemak subkutan dan kulit dibiarkan terbuka supaya menyembuh dengan pembentukan granulasi atau penutupan sekunder.

Apendiktomi sekarang dapat dilakukan dengan pendekatan laparoskopik. Ini terutama sesuai untuk wanita dimana diagnosis banding mencakup penyakit ginekologik. Alat stapling intrakorporal dipergunakan untuk membagi mesoapendiks dan basis apendiks.

 


 

I.       Komplikasi

Komplikasi yang paling sering ditemuka adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus

 

Comments

Popular posts from this blog

Konsep Cairan dan Elektrolit Tubuh

Makalah Konsep Dasar Teori Air Susu Ibu (ASI)