Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal

Image
  Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal sangat penting untuk mencapai hasil yang optimal. Berikut ini adalah beberapa contoh upaya kolaboratif yang dapat dilakukan: 1.       Kolaborasi antara tenaga medis dan bidan: Tim medis yang terdiri dari dokter, perawat, dan bidan dapat bekerja sama untuk memberikan pelayanan kesehatan yang holistik kepada ibu hamil dan bayi yang akan lahir. Dengan saling berbagi pengetahuan dan keterampilan, mereka dapat meningkatkan pemantauan kehamilan, memberikan perawatan prenatal yang tepat, dan menangani komplikasi saat melahirkan. 2.       Kemitraan antara lembaga kesehatan dan masyarakat: Kolaborasi antara fasilitas kesehatan, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat lokal dapat membantu meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan maternal dan perinatal. Misalnya, mengadakan kampanye penyuluhan dan program edukasi di komunitas mengenai perawa

Pengaruh Hidroterapi Kaki Dalam Menurunkan Kejadian Insomnia




PENGARUH HIDROTERAPI KAKI DALAM MENURUNKAN KEJADIAN INSOMNIA


insomnia adalah suatu kondisi tidur yang terganggu dan tidak memuaskan secara kuantitas dan atau kualitas sebagai akibat dari kebiasaan terjaga sehingga mengalami kesulitan tidur yang berlangsung selama kurun waktu tertentu.

 

2.1  Konsep Insomnia

2.1.1 Definisi Insomnia

Istilah insomnia berasal dari bahasa latin yaitu in- yang berarti “tidak” atau “tanpa” dan somnus yang artinya “tidur” (Nevid dkk., 2005:61). Insomnia atau gangguan sulit tidur adalah suatu keadaan seseorang dengan kualitas dan kuantitas tidur yang kurang (Lanywati, 2001: 15). Insomnia juga dapat didefinisikan sebagai gangguan tidur atau perubahan nyata yang dapat dilihat pada pola tidur (Ibrahim, 2001:68).

2.1.2 Gejala-Gejala Insomnia

Menurut Rafknowledge (2004:57), penderita insomnia umumnya dimulai dengan gejala-gejala seperti berikut: 1) Kesulitan jatuh tertidur atau tidak tercapainya tidur nyenyak yang bisa berlangsung sepanjang malam dan dalam tempo berhari-hari, berminggu-minggu atau lebih, 2) Merasa lelah saat bangun tidur dan tidak merasakan kesegaran. Mereka yang mengalami insomnia seringkali merasa tidak pernah tertidur sama sekali, 3) Sakit kepala di pagi hari yang sering disebut sebagai „efek mabuk‟, padahal nyatanya orang tersebut tidak minum-minum di malam itu, 4) Kesulitan berkonsentrasi, 5) Mudah marah, 6) Mata memerah, 7) Mengantuk di siang hari.
Kemudian menurut Laniwaty (2001:13), gejala-gejala insomnia adalah: 1) Kesulitan memulai tidur (initial insomnia), biasanya disebabkan oleh adanya gangguan emosi, ketegangan atau gangguan fisik, (misal: keletihan yang berlebihan atau adanya penyakit yang mengganggu fungsi organ tubuh), 2) Bangun terlalu awal (early awakening), yaitu dapat memulai tidur dengan normal, namun tidur mudah terputus dan atau bangun lebih awal dari waktu tidur biasanya., serta kemudian tidak bisa kembali tidur lagi. Gejala ini sering muncul seiring dengan bertambahnya usia seseorang atau karena depresi dan sebagainya.

2.1.3 Klasifikasi Insomia

Menurut klasifikasi diagnostik dari WHO pada tahun 1990 (Laniwaty, 2001:13), insomnia dimasukkan dalam golongan DIMS (Disorder of Initiating and Maintaining Sleep). Secara praktis, insomnia diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu: Insomnia primer dan Insomnia sekunder.
Insomnia primer merupakan gangguan sulit tidur yang penyebabnya belum diketahui secara pasti dan biasanya berlangsung lama atau kronis (long term insomnia). Insomnia primer sering menyebabkan terjadinya komplikasi kecemasan dan depresi, yang justru dapat menyebabkan semakin parahnya insomnia tersebut.
Dijelaskan oleh Taruna (2007), bahwa pada insomnia primer, terjadi hyperarousal state (peningkatan kesiagaan) dimana terjadi aktivitas ascending reticular activating system (aktivitas metabolisme dalam otak) yang berlebihan. Pasien bisa tidur tapi tidak merasa tidur. Masa tidur REM sangat kurang, sedangkan masa tidur NREM cukup, periode tidur berkurang dan terbangun lebih sering. Insomnia primer ini tidak berhubungan dengan kondisi kejiwaan, masalah neurologi, masalah medis lainnya, ataupun penggunaan obat-obat tertentu.
Insomnia sekunder merupakan gangguan sulit tidur yang penyebabnya dapat diketahui secara pasti. Penyebabnya dapat berupa gangguan sakit fisik maupun gangguan kejiwaan (psikis). Insomnia sekunder dapat dibedakan menjadi dua, yaitu insomnia sementara (transient insomnia) dan insomnia jangka pendek (short term insomnia). Insomnia sementara (transient insomnia) terjadi pada seseorang yang termasuk dalam golongan dapat tidur normal, namun karena adanya stres atau ketegangan sementara, mengakibatkan seseorang menjadi sulit tidur. Insomnia jangka pendek (short term insomnia) merupakan gangguan sulit tidur yang terjadi pada para penderita sakit fisik atau mendapat stres situasional.
Menurut Taruna (2007), insomnia sekunder disebabkan karena gangguan irama sirkadian, kejiwaan, masalah neurologi atau masalah medis lainnya, atau reaksi obat. Insomnia ini sangat sering terjadi pada orang tua. Insomnia ini bisa terjadi karena psikoneurotik dan penyakit organik. Pada orang dengan insomnia karena psikoneurosis, sering didapatkan keluhan-keluhan non organic seperti sakit kepala, kembung, badan pegal yang mengganggu tidur. Keadaan ini akan lebih parah jika orang tersebut mengalami ketegangan karena persoalan hidup. Pada insomnia sekunder karena penyakit organik, pasien tidak bisa tidur atau kontinuitas tidurnya terganggu karena nyeri organik, misalnya penderita arthritis yang mudah terbangun karena nyeri yang timbul akibat perubahan sikap tubuh.

2.1.4 Epidemiologi Insomnia

Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering ditemukan. Setiap tahun diperkirakan sekitar 20-50% orang dewasa melaporkan adanya gangguan tidur dan sekitar 17% mengalami gangguan tidur yang serius (Amir, 2007:198).

2.1.5 Faktor Penyebab Insomnia

Faktor penyebab menurut Ibrahim (2001:68), yaitu: 1) Problema situasi seperti adanya stress, tekanan pekerjaan, dan ketidakselarasan perkawinan, 2) Umur, 3) Gangguan medik yang tidak bisa dielakkan umpamanya rasa sakit dan ketidakenakan fisik, 4) Serangan yang berhubungan dengan pemakaian obat, misalnya gejala lepas obat, alkohol, atau sedative, 5) Kondisi psikologis terutama gangguan jiwa berat seperti schizophren dan gangguan afektif.
Taruna (2007) menjelaskan ada beberapa faktor resiko insomnia, yaitu:
1)      Emosi (faktor psikologik). Memendam kemarahan, cemas, ataupun depresi bisa menyebabkan insomnia,
2)      Kebiasaan. Penggunaan kafein, alkohol yang berlebihan, tidur yang berlebihan, merokok sebelum tidur dan stres kronik bisa menyebabkan insomnia. Faktor lingkungan seperti bising, suhu yang ekstrim, dan perubahan lingkungan (jet lag) bisa menyebabkan transient insomnia (insomnia sementara) dan recurrent insomnia (insomnia permanen),
3)      Usia di atas 50 tahun,
4)      Jenis kelamin. Insomnia lebih banyak menyerang wanita (20-50%) lebih tinggi daripada pria). Wanita lebih sering menderita insomnia karena siklus mentruasinya. 50% wanita dilaporkan menderita kembung yang mengganggu tidurnya 2-3 hari di setiap siklusnya. Peningkatan kadar progesteron menyebabkan rasa lelah pada awal siklus.

2.1.6 Akibat Insomnia

Menurut Turana (2007) efek insomnia adalah efek fisiologis, efek psikologis, efek fisik, efek social, dan kematian.
Secara fisiologis kebanyakan insomnia diakibatkan oleh stres, terdapat peningkatan noradrenalin serum, peningkatan Adrenocorticotropic hormone (ACTH atau hormon andrenalin) dan kortisol, juga penurunan produksi melatonin.
Efek psikologis insomnia dapat berupa gangguan memori, gangguan berkonsentrasi, kehilangan motivasi, depresi, dan sebagainya. Sementara efek fisik dari insomnia dapat berupa kelelahan, nyeri otot, hipertensi, dan sebagainya.
Efek social insomnia dapat berupa kualitas hidup yang terganggu, seperti susah mendapat promosi pada lingkungan kerjanya, kurang bisa menikmati hubungan sosial dan keluarga.
Orang yang tidur kurang dari 5 jam semalam memiliki angka harapan hidup lebih sedikit dari orang yang tidur 7-8 jam semalam. Hal ini mungkin disebabkan karena penyakit yang menginduksi insomnia yang memperpendek angka harapan hidup atau karena high arousal state yang terdapat pada insomnia mempertinggi angka mortalitas atau mengurangi kemungkinan sembuh dari penyakit. Selain itu, orang yang menderita insomnia memiliki kemungkinan 2 kali lebih besar untuk mengalami kecelakaan lalu lintas jika dibandingkan dengan orang normal.

2.1.7 Skala Insomnia

Alat ukur yang akan digunakan untuk mengukur (insomnia) dari subyek adalah menggunakan KSPBJ-IRS (Kelompok Studi Psikiatri Biologik Jakarta Insomnia Rating Scale). Alat ukur ini mengukur masalah insomnia secara terperinci, misalnya masalah gangguan masuk tidur, lamanya tidur, kualitas tidur, serta kualitas setelah bangun (Iwan, 2009).
Lamanya tidur. Butir ini untuk mengevaluasi jumlah jam tidur total, nilai butir ini tergantung dari lamanya subyek tertidur dalam satu hari. Untuk subyek normal lamanya tidur biasanya lebih dari 6,5 jam, sedangkan pada penderita insomnia memiliki lama tidur yang lebih sedikit. Nilai yang diperoleh dalam setiap jawaban adalah 1 Nilai 0 untuk jawaban tidur lebih dari 6,5 jam. Nilai l untuk jawaban tidur antara 5,5 - 6,5 jam. Nilai 2 untuk jawaban tidur antara 4,5- 5,5 jam. Nilai 3 untukjawaban tidur kurang dari 4,5 jam.
Mimpi. Subyek normal biasanya tidak bermimpi atau tidak mengingat bila ia mimpi atau kadang-kadang mimpi yang dapat diterimanya. Penderita insomnia mempunyai mimpi yang lebih banyak atau selalu berrnimpi dan kadang-kadang mimpi buruk. Nilai yang diperoleh dalam setiap jawaban adalah : Nilai 0 untuk jawaban tidak ada mimpi. Nilai l untuk jawaban terkadang mimpi yang menyenangkan atau mimpi biasa saja. Nilai 2 untuk jawaban selalu bermimpi. Nilai 3 untuk jawaban mimpi buruk atau mimpi yang tidak menyenangkan.
Kualitas tidur. Kebanyakan subyek normal tidumya dalam, penderita insonmia biasanya tidurnya dangkal. Nilai yang diperoleh dalam setiap jawaban adalah : Nilai O untuk jawaban dalam, sulit untuk terbangun. Nilai 1 untuk jawaban terhitung tidur yang baik, tetapi sulit untuk terbangun. Nilai 2 untuk jawaban terhitung tidur yang baik, tetapi mudah untuk terbangun. Nilai 3 untuk jawaban tidur yang dangkal.
Masuk tidur. Masuk tidur subyek normal biasanya dapat jatuh tertidur dalam waktu 5-15 menit. Penderita insomnia biasanya lebih lama dari 15 menit. Nilai yang diperoleh dalam setiap jawaban adalah : Nilai O untuk jawaban kurang dari 5 menit. Nilai 1 untuk jawaban antara 6 - 15 menit. Nilai 2 untuk jawaban antara 16 - 29 menit. Nilai 3 untuk jawaban antara 30- 44 menit. Nilai 4 untuk jawaban antara 45- 60 menit. Nilai 5 untuk jawaban lebih dari l jam.
Terbangun malam hari. Subyek normal dapat mempertahankan tidur sepanjang malam, kadang-kadang terbangun 1-2 kali, tetapi penderita insomnia terbangun lebih dari 3 kali. Nilai yang diperoleh dalam setiap jawaban adalah : Nilai 0 untuk jawaban tidak terbangun sama sekali. Nilai 1 untuk jawaban sekali atau dua kali terbangun. Nilai 2 untuk jawaban tiga sampai empat kali terbangun. Nilai 3 untuk jawaban lebih dari empat kali terbangun.
Waktu untuk tidur kembali. Subyek normal mudah sekali untuk tidur kembali setelah terbangun di malam hari biasanya kurang dari 5 menit mereka dapat tefiidur kembali. Penderita insomnia memerlukan waktu yang panjang untuk tidur kembali. Nilai yang diperoleh dalam setiap jawaban adalah : Nilai O untuk jawaban kurang dari 5 menit. Nilai 1 untuk jawaban antara 6-15 menit. Nilai 2 untuk jawaban antara 16-60 menit. Nilai 3 untuk jawaban lebih dari 60 menit.
Terbangun dini hari. Subyek normal dapat terbangun kapan ia ingin bangun tetapi penderita insomnia biasanya bangun lebih cepat (misal 1-2 jam sebelum waktu untuk bangun). Nilai yang diperoleh dalam setiap jawaban adalah
Nilai 0 untuk jawaban sekitar waktu bangun tidur anda. Nilai 1 untuk jawaban bangun 30 menit lebih awal dari waktu bangun tidur anda dan tidak dapat tertidur lagi. Nilai 2 untuk jawaban bangun 1 jam lebih awal dari waktu bangun tidur anda dan tidak dapat tertidur lagi. Nilai 3 untuk jawaban bangln lebih dari 1 jam lebih awal dari waktu bangun tidur anda dan tidak dapat tertidur lagi.
Perasaan waktu bangun. Subyek normal merasa segar setelah tidur di malam hari. Akan tetapi penderita insomnia biasanya bangun dengan tidak segar atau lesu. Nilai yang diperoleh dalam setiap jawaban adalah : Nilai O untuk jawaban merasa segar. Nilai l untuk jawaban tidak terlalu baik. Nilai 2 untuk jawaban sangat buruk.
Berdasarkan delapan item yang dinilai tersebut maka dibuat rentang penilaian sebagai berikut:
1)      Tidak insomnia, skor < 8
2)      Insomnia ringan, skor 8-13
3)      Insomnia sedang, skor 13-18
4)      Insomnia berat, skor >18


2.2  Prosedur Hidroterapi

2.2.1 Definisi Hidroterapi Kaki

Menurut Setyoadi dan Kushariyadi (2011:143), hidroterapi kaki adalah bentuk terapi latihan yang menggunakan modalitas air hangat yang dicampur dengan rempah untuk merendam kaki. Sedang menurut Stevenson (2007), hidroterapi kaki adalah sebuah teknik yang menggunakan air sebagai media untuk menghilangkan rasa sakit dan mengobati penyakit.
Berdasarkan definisi tersebut maka dapat dijelaskan bahwa hidroterapi kaki adalah bentuk terapi menggunakan modalitas air hangat yang dicampur dengan rempah untuk merendam kaki sebagai upaya untuk menghilangkan rasa sakit dan mengobati penyakit.

2.2.2 Prosedur Hidroterapi Kaki

Menurut Setyoadi dan Kushariyadi (2011:145), langkah-langkah yang dalam melakukan treatmen hidroterapi kaki, yaitu: 1) Rebus dua sendok makan rempah-rempah dalam 2 liter air sampai mendidih, 2) Tambahkan garam setengah sendok untuk membantu memperlancar peredaran darah, 3) Saring ekstrak rempah-rempah yang telah direbus, 4) Tuang dalam bak mandi atau ember yang telah diisi air hangat, 5) Rendam kaki selama 15-20 menit, 6) Cuci dan bilas dengan air hangat, 7) Agar kaki tetap halus dan tidak kering oleska krim pelembut.

2.2.3 Indikasi dan Kontraindikasi Hidroterapi Kaki

Indikasi hidroterapi, yaitu 1) Klien dengan nyeri punggung bawah, 2) Klien dengan nyeri punggung atas, 3) Klien dengan nyeri leher, 4) Klien dengan nyeri panggul dan lutut, 5) Klien dengan rematik, 6) Klien dengan cedera atau gangguan pada tangan, 7) Klien dengan cedera atau gangguan akibat kerja, 8) Klien dengan cedera atau gangguan akibat olahraga, 9) Klien dengan pasca operasi atau tindakan pada tulang belakang, 10) Klien dengan pasca stroke, 11) Klien dengan kelemahan akibat sindrom dekondisi, 12) Klien dengan kelemahan fungsi gerak akibat lanjut usia dan permasalahan pada otot, tulang, dan saraf lainnya.
Kontraindikasi hidroterapi kaki, yaitu: 1) Klien dengan hidrofobia, 2) Klien dengan hipertensi tidak terkontrol, 3) Klien dengan kelainan jantung yang tidak terkompensasi, 4) Klien dengan infeksi kulit terbuka, 5) Klien dengan infeksi menular (Hipatities, AIDS, dan lain-lain), 6) Klien dengan demam lebih dari 37 derajad celcius, 7) Klien dengan gangguan fungsi paru, sesak, atau kapasitas paru menurun, 8) Klien dengan gangguan kesadaran, 9) Klien dengan buang air kecil dan besar tidak terkontrol, 10) Klien dengan gangguan kognitif atau perilaku, 11) Klien dengan epilepsi yang tidak terkontrol (Setyoadi dan Kushariyadi, 2011:144)


2.3 Pengaruh Hidroterapi Kaki Terhadap Insomnia

Secara alamiah air hangat memiliki dampak fisiologis pada tubuh, yaitu:
1)      Pada pembuluh darah, hangatnya air membuat sirkulasi darah menjadi lancer,
2)      Faktor pembebanan di dalam air akan menguatkan otot-otot dan ligament yang mempengaruhi sendi tubuh (Setyoadi dan Kushariyadi, 2011:143).
Beberapa penelitian menunjukkan, bahwa penyakit dapat dapat disembuhkan dengan menggunakan air untuk menghilangkan kotoron dari dalam tubuh. Penelitian tentang hal tersebut dilakukan oleh Kneipp. Penelitian lain yang dilakukan oleh para peneliti di University of Lund Malmo General Hospital Swedia telah membuktikan bahwa air hangat memang mampu meningkatkan tekanan darah sistolik, baik pada pergelangan kaki kiri dan kanan dengan rata-rata 72-86 mmHg (Setyoadi dan Kushariyadi, 2011:143).
Selain itu, Stevenson (2007) juga menyatakan, bahwa Hidroterapi memiliki efek relaksasi bagi tubuh, sehingga mampu merangsang pengeluaran hormon endorphin dalam tubuh dan menekan hormon adrenalin. Dijelaskan oleh Guyton (2000) secara spesifik, bahwa air hangat yang bertemperatur 37-39ยบ C akan menimbulkan efek sopartifik (efek ingin tidur), dan dapat mengatasi gangguan tidur. Secara fisiologi di daerah kaki terdapat banyak syaraf terutama di kulit yaitu flexus venosus dari rangkaian syaraf ini stimulasi diteruskan ke kornu posterior kemudian dilanjutkan ke medula spinalis, dari sini diteruskan ke lamina I, II, III Radiks Dorsalis, selanjutnya ke ventro basal talamus dan masuk ke batang otak tepatnya di daerah rafe bagian bawah pons dan medula disinilah terjadi efek soparifik (ingin tidur). Dengan demikian, orang yang menjalani treatmen ini akan merasa tenang, relaks dan tidak ada beban.

Comments

  1. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
  3. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete
  4. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Konsep Cairan dan Elektrolit Tubuh

Makalah Konsep Dasar Teori Air Susu Ibu (ASI)