Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal

Image
  Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal sangat penting untuk mencapai hasil yang optimal. Berikut ini adalah beberapa contoh upaya kolaboratif yang dapat dilakukan: 1.       Kolaborasi antara tenaga medis dan bidan: Tim medis yang terdiri dari dokter, perawat, dan bidan dapat bekerja sama untuk memberikan pelayanan kesehatan yang holistik kepada ibu hamil dan bayi yang akan lahir. Dengan saling berbagi pengetahuan dan keterampilan, mereka dapat meningkatkan pemantauan kehamilan, memberikan perawatan prenatal yang tepat, dan menangani komplikasi saat melahirkan. 2.       Kemitraan antara lembaga kesehatan dan masyarakat: Kolaborasi antara fasilitas kesehatan, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat lokal dapat membantu meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan maternal dan perinatal. Misalnya, mengadakan kampanye penyuluhan dan program edukasi di komunitas mengenai perawa

Kasus Pancasila Kesehatan : Pelanggaran Pancasila Pasal 1, 2 Dan 3




Kasus Pancasila Kesehatan : Pelanggaran Pancasila Pasal 1, 2 Dan 3

MAKALAH KASUS PANCASILA
Berlagak Kayak Dokter, Perawat yang Lakukan Praktek Bedah Akhirnya Diamankan



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang..................................................................................... 1
B.     Tujuan Penulisan................................................................................... 1

BAB II KAJIAN TEORI
A.    Pengertian ............................................................................................ 2
B.     Tahap-tahap Pembedahan..................................................................... 2
C.     Kondisi tubuh pada pembedahan......................................................... 2
D.    Persiapan pra Operasi (Pembedahan)................................................... 3
E.     Proses Operatif (Pembedahan)............................................................. 4
F.      Post Operatif (Pembedahan)................................................................ 5
G.    Analisa Kasus....................................................................................... 7
H.    Pendapat Penulis.................................................................................. 8

BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan........................................................................................... 9
B.     Saran..................................................................................................... 9




BAB I

PENDAHULUAN


A.      Latar Belakang

Pembedahan tubuh sengaja dibuat luka sehingga terjadi stres yang menyebabkan perubahan metabolik akibat reaksi endokrin yang kompleks. Akibat dari luka terjadi proses penyembuhan luka yang merupakan proses kompleks dan banyak yang terkait. Kebutuhan kalori, protein, lemak dan elektrolit sangat diperlukan untuk kebugaran fisik dan penyembuhan luka pasca bedah.

B.       Tujuan

Adapun Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui kasus Berlagak Kayak Dokter, Perawat yang Lakukan Praktek Bedah Akhirnya Diamankan.


 



BAB II

PEMBAHASAN


A.      Pengertian

Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani (R. Sjamsuhidajat & Wim de Jong, 2005). Pembukaan bagian tubuh ini umumnya menggunakan sayatan. Setelah bagian yang ditangani ditampilkan, dilakukan tindakan perbaikan yang di akhiri dengan penutupan dan penjahitan luk. Digestif atau saluran pencernaan adalah saluran yang menerima makanan dari luar dan mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses pencernaan dengan enzim dan zat cair yang terbentang mulai dari mulut sampai anus.

B.       Tahap-tahap Pembedahan

1.      Tahap pra bedah (pre opersi)
2.      Tahap pembedahan (intra operasi)
3.      Tahap pasca bedah (post operasi)

C.      Kondisi tubuh pada pembedahan

Pembedahan tubuh sengaja dibuat luka sehingga terjadi stres yang menyebabkan perubahan metabolik akibat reaksi endokrin yang kompleks. Akibat dari luka terjadi proses penyembuhan luka yang merupakan proses kompleks dan banyak yang terkait. Kebutuhan kalori, protein, lemak dan elektrolit sangat diperlukan untuk kebugaran fisik dan penyembuhan luka pasca bedah.
Puasa merupakan hal yang rutin pada pembedahan berencana. Puasa lebih dari 24 jam akan terjadi proses katabolik yang menghabiskan cadangan glycogen hati dan otot. Badan manusia tanpa asupan nutrisi membutuhkan 25 kkal/kg/hari (kilokalori). Cadangan kalori habis memicu terjadi gluconeogenesis yang diambil dari proteolisis otot juga dari protein viseral yang mengakibatkan menurunnya integritas sel, sistem imunitas dan enzim. Puasa panjang dengan mengistirahatkan saluran pencernaan diperlukan asupan nutrisi yang memadai.

 

D.      Persiapan pra Operasi (Pembedahan)

Persiapan sebelum operasi dimulai dengan mempersiapkan ruangan bedah yang steril, persiapan peralatan operator dan asisten, dan persiapan alat atau instrument yang telah disterilisasi. Peralatan yang akan digunakan saat operasi disusun diatas meja instrument yang telah dialasi linen steril. Peralatan lain tergantung dari jenis operasi yang akan dilakukan. Sterilisasi peralatan operasi meliputi, baju operasi, masker, penutup kepala, sarung tangan, sikat, dan handuk yang telah dicuci bersih serta dikeringkan dibungkus dengan kain muslin atau non woven setelah terlebih dahulu dilipat dan ditata sesuai dengan urutannya masing-masing. Peralatan yang telah dibungkus dimasukkan ke dalam oven untuk disterilisasi dengan suhu 60oC selama 15-30 menit. Perlengkapan yang telah disterilisasi digunakan pada saat operasi oleh operator dan asisten satu (asisten operator).
Alat-alat bedah yang akan digunakan dikumpulkan dalam suatu wadah dan direndam dengan larutan sabun hingga seluruh bagiannya terendam. Setelah direndam, instrumen bedah pun dicuci bersih dengan menggunakan sikat hingga sisa kotoran menghilang dan peralatan menjadi bersih. Instrumen dicuci mulai dari bagian yang bersentuhan dengan tubuh pasien yaitu bagian ujung hingga bagian pangkal. Instrumen-instrumen tersebut kemudian dibilas dengan air bersih mulai dari bagian ujung hingga pangkal sebanyak 10-15 kali. Peralatan operasi minor yang telah dicuci bersih kemudian dikeringkan terlebih dahulu baru setelah itu ditata rapi di dalam kotak peralatan sesuai dengan urutan penggunaannya. Kotak peralatan tersebut kemudian dibungkus dengan muslin atau non woven dan disterilisasi menggunakan oven dengan suhu 121°C selama 60 menit. Peralatan yang telah disterilisasi digunakan pada saat operasi.
Pemeriksaan fisik berupa signalement dan keadaan umum hewan. Parameter signalement yang dicatat adalah nama kucing, jenis dan ras, jenis kelamin, usia, warna rambut dan kulit, serta bobot badan. Keadaan umum kucing yang dicatat yaitu, habitus, gizi, sikap berdiri, cara berjalan, adptasi lingkungan, turgor kulit, kelenjar  pertahanan, refleks pupil, refleks palpebrae, frekuensi dan ritme napas, temperatur, CRT, warna mukosa, dan diameter pupil. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik, kucing diinjeksikan dengan premedikasi atropin. Dosis sulfa atropin yang digunakan adalah 0,025 mg/kg BB. Setelah 15 menit, kucing diinjeksikan dengan ketamine - xylazine. Dosis ketamin-xylazine yang digunakan adalah 10mg/kg BB dan 2 mg/kg BB.
Faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan operasi, mulai dari kondisi umum preoperatif, apakah pasien dalam keadaan sakit, sakit ringan, atau ada kelainan bawaan. Keadaan umum seperti demam dan kondisi sistemik lainnya akan  berpengaruh terhadap keberhasilan operasi. Hewan harus dalam keadaan stabil sebelum operasi. Pemeriksaan kondisi fisik mutlak harus dilakukan jika terjadi kelainan pada cairan, asam-basa, elektrolit, dan kelainan kardiovaskular harus diperbaiki sebelum menginduksi anastesi (Theresa 2007).

E.       Proses Operatif (Pembedahan)

Operasi yang dilakukan operator pada saat praktikum adalah laparatomi medianus central, yaitu suatu tindakan penyayatan abdomen yang dilakukan 1 cm anterior umbilical sampai 3 cm posterior umbilical. Penyayatan abdomen yang dilakukann tepat dibagian tengah mempunyai maksud mempermudah eksplorasi organ-organ yang berada baik disebelah anterior maupun posterior dari tempat  penyayatan (Katzug 2001).
Pasien dibaringkan dengan posisi terlentang ke atas, kemudian dibuat sayatan kulit pada garis ventral. Sayatan dapat dilakukan dari dekat processus ziphoidea sampai dengan daerah pubis. Setelah kulit terbuka, sayat jaringan subkutan sampai fascia eksternal dari muskulus rektus abdominis terlihat. Ikat atau cauterisasi  pembuluh darah kecil yang menyebabkan pendarahan pada subkutan sehingga linea alba dapat terlihat jelas. Linea alba disayat tepat diatasnya. Ketika omentum telah menyembul, linea alba dijepit bagian kiri dan kanan, gunakan gunting untuk memperpanjang sayatan ke kranial atau kaudal (Theresa 2007). Omentum dan  peritoneum akan terlihat dibawah linea alba. Organ-organ yang terdapat di rongga abdomen dicari berdasarkan pembagian daerah, yaitu epigastrium, mesogastrium, dan hipogastrium (Katzug 2001).
Sebelum penutupan dilakukan teteskan antibiotik pada ruang abdomen untuk meminimalisir infeksi pasca operasi. Penjahitan pertama dilakuakn pada lapisan  peritoneum dan linea alba. Linea alba dapat ditutup dengan jahitan simple interrupted  suture atau simple continuous suture.
Pastikan saat penjahitan pada linea alba tidak ada jaringan lain yang ikut terjahit karena bisa menghambat penutupan luka. Jahitan kedua tutup jaringan subkutan dengan jahitan simple continuous suture. Lalu teteskan lagi antibiotik pada subkutan sebelum dilakukan penutupan kulit. Penjahitan kulit dilakakukan menggunakan benang nonabsorbable dengan jahitan simple interrupted suture untuk meminimalisir terjadinya hernia atau dapat pula digunakan stainless steel staples. Jarak tepi jahitan fascia adalah 4 sampai 10 mm. Jahitan simple interrupted suture diberi jarak 5 mm-10 mm dari jahitan satu dengan jahitan lainnya, tergantung pada ukuran hewan. Jahitan pada kulit dilakukan dengan sedikit tegangan untuk meminimalisir bekas jahitan (Theresa 2007). Setelah penjahitan selesai diberikan iodine di bekas sayatan yang telah dijahit. Setelah itu sayatan ditutup dengan tampon segi empat dan plester. Sebelum dipakaikan gurita, hewan di suntik oxytetracycline 0.175 ml secara intramuscular, setelah itu hewan baru dipakaikan gurita (Katzug 2001).

F.       Post Operatif (Pembedahan)

Prosedur bedah laparotomi umumnya didukung perawatan postoperatif. Pengecekan tersebut anatara lain efek anastesi dan meyakinkan bahwa persembuhan luka berjalan dengan baik (Hedlund 2002). Komplikasi sering kali menyertai operasi seperti reaksi alergi jahitan, seroma, hematoma, self trauma, dan ketidaknyamanan  pasien. Terapi cairan harus dilanjutkan pada kebanyakan hewan pasca operasi abdomen. Elektrolit, asam-basa, dan protein serum harus diperhatikan dan dikoreksi  pasca operasi untuk memastikan bahwa pasien dengan memiliki asupan kalori yang memadai pasca operasi (Theresa 2007). Perawatan seperti pemberian antibiotik, terapi cairan, perawatan balutan, anti inflamasi akan membantu persembuhan luka setelah operasi. Penanganan post operatif sangat penting karena dapat mempengaruhi  persembuhan hewan (pasien).
 Beberapa hal yang perlu diperhatikan terhadap pasien bedah post operatif untuk perawatan pasien bedah, dianataranya hewan dibawa ke ruang pemulihan yang tenang, hewan tetap dimonitor dengan diukur suhu, frekuensi nafas, frekuensi denyut jantung, serta diameter pupil. Diperhatikan membran mukosa, limphonodus, dan selaput lendir, serta pasien diberikan obat untuk mengatasi rasa nyeri selama 1 sampai 3 hari setelah operasi (Hedlund 2002). Diberikan infus bilaterjadi muntah dan diare hebat, disfungsi ginjal dan penyakit hati dengan memperhatikan laju infus dan jenis infus yang diberikan. Apabila pasien hipothermia, diberi penghangat menggunakan air hangat, diberikan suplemen oksigen, kateter apabila diperlukan (Mc Curnin 2002).
Hal lain yang perlu dilakukan post operatif adalah pencucian peralatan, pencucian perlengkapan, pembersihan ruang operasi. Pencucian peralatan dilakukan dengan mencuci alat setelah digunakan dengan direndam dalam air yang diberi larutan pencuci, disikat, dimulai dari ujung yang paling steril (ujung yang pertama mengenai pasien), kemudia dibilas dengan air yang mengalir sebanyak 10-15 kali, dikeringkan dengan ditata di rak (Suriadi, 2007). Peralatan yang sudah kering kemudian disterilisasi lagi seperti di awal tadi. Pencucian perlengkapan meliputi masker, tutup kepala, handuk dan baju operasi yang telah selesai digunakan dicuci dengan sabun, dibilas dikeringkan. Perlengkapan-perlengkapan tersebut kemudian disterilisasi sebagaimana proses pra operasi tadi. Ruang operasi kembali dibersihkan dari kotoran/debu dengan disapu dan disterilisasi baik dengan radiasi atau dengan menggunakan desinfektan berupa alkohol 70% (Harari 2004).

G.      Analisa Kasus

Berlagak Kayak Dokter, Perawat yang Lakukan Praktek Bedah Akhirnya Diamankan

SERANG (Pos Kota) – Petugas Unit Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Satuan Reskrim Polres Serang mengamankan SG, 55, seorang perawat di Klinik Prima Medika di  Kelurahan Kuanji, Taktakan, Kota Serang.  Pria itu diamankan karena berlagak praktek bedah ilegal seperti dokter.
Sejauh ini pria yang diketahui bekerja di RSUD Drajat Prawiranegara Kota Serang. Ia dinilai menjalani praktek bedah ilegal yang semestinya dilakukan oleh tim kedokteran, dan juga tak punya izin.
“Tersangka membuka prkatek tanpa izin sejak tahun 2013. Hanya saja tersangka tidak mempunyai legalitas kewenangan untuk melakukan praktek bedah pasien,” ungkap Kepala Satuan Reskrim Polres Serang, AKP Gogo Galesung saat ekspose, Rabu (7/9).
Menurut Gogo, penggerebegan di Klinik Prima Medika yang menggelar praktek bedah ilegal ini dilakukan pada Minggu (4/9) sore. Bermula dari hasil penyelidikan atas laporan dari keluarga korban berinisial SL, 50, warga Kecamatan Taktakan. Pihak keluarga mencurigai kematian SL setelah menjalani operasi hernia pada 6 Juli 2014.
“Korban malpraktek itu dibedah karena penyakit hernia. Setelah menjalani operasi korban tak dapat buang air dan keesokan harinya meninggal dunia,” kata Gogo didampingi Kanit Pidsus Ipda Samsul Fuad.
Dijelaskan Kasat, tersangka yang merupakan PNS di RSUD Drajat Prawiranegara tersebut memberikan harga lebih murah berkisar Rp200 ribu sampai Rp2,5 juta tergantung penyakitnya. Karena tarif yang murah, tidak sedikit masyarakat tidak mampu yang menggunakan jasa ilegal tersebut.
“Sejak membuka praktek, tersangka telah melakukan operasi bedah terhadap 125 pasien. Rinciannya 101 pasien bedah minor dan 24 pasien menjalani bedah mayor,” jelas Kasat.
Terkait obat-obatan serta peralatan medis, lanjut Kasat, tersangka membelinya dari apotik. Karena tersangka bekerja pada rumah sakit, setiap pembelian obat atau peralatan medis tersangka mengaku untuk keperluan rumah sakit. “Obat-obatan yang kami amankan juga dibeli harus menggunakan resep dokter,” kata Kasat.
Dari tersangka, petugas mengamankan barang bukti tabung oksigen, 2 lampu periksa, mesin steril alat operasi dan tempat set alat operasi, meja alat operasi, peralatan operasi, set tensi meteran, set tiang infus dan puluhan obat serta alat suntik. 

H.      Pendapat Penulis

Melakukan pembedahan merupakan wewenang seorang dokter. Apapun alasannya, tidak dibenarkan bagi seorang perawat untuk melakukan pembedahan kepada pasien. Apalagi jika melakukan pembedahan pada pasien gawat darurat, tentu itu akan sangat merugikan bahkan membahayakan nyawa pasien. Hal ini jelas melanggar pancasila sila ke 1 yaitu bekerja dengan melanggar sumpah jabatan. Sila ke 2 yaitu bekerja tidak jujur dan tidak berempati terhadap kesehatan pasien. Serta sila 3 yaitu tidak menghargai sesama profesi dalam hal ini dokter.





BAB III

PENUTUP

 

A.      Kesimpulan

Melakukan pembedahan merupakan wewenang seorang dokter. Apapun alasannya, tidak dibenarkan bagi seorang perawat untuk melakukan pembedahan kepada pasien. Apalagi jika melakukan pembedahan pada pasien gawat darurat, tentu itu akan sangat merugikan bahkan membahayakan nyawa pasien. Hal ini jelas melanggar pancasila sila ke 1 yaitu bekerja dengan melanggar sumpah jabatan. Sila ke 2 yaitu bekerja tidak jujur dan tidak berempati terhadap kesehatan pasien. Serta sila 3 yaitu tidak menghargai sesama profesi dalam hal ini dokter.

B.       Saran

Diharapkan agar pembaca bisa memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya dan juga pembaca pada umumnya.


Comments

  1. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Konsep Cairan dan Elektrolit Tubuh

Makalah Konsep Dasar Teori Air Susu Ibu (ASI)