Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal

Image
  Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal sangat penting untuk mencapai hasil yang optimal. Berikut ini adalah beberapa contoh upaya kolaboratif yang dapat dilakukan: 1.       Kolaborasi antara tenaga medis dan bidan: Tim medis yang terdiri dari dokter, perawat, dan bidan dapat bekerja sama untuk memberikan pelayanan kesehatan yang holistik kepada ibu hamil dan bayi yang akan lahir. Dengan saling berbagi pengetahuan dan keterampilan, mereka dapat meningkatkan pemantauan kehamilan, memberikan perawatan prenatal yang tepat, dan menangani komplikasi saat melahirkan. 2.       Kemitraan antara lembaga kesehatan dan masyarakat: Kolaborasi antara fasilitas kesehatan, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat lokal dapat membantu meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan maternal dan perinatal. Misalnya, mengadakan kampanye penyuluhan dan program edukasi di komunitas mengenai perawa

Makalah Konsep Dasar Ketuban Pecah Dini (KPD)

kti kebidanan



Makalah Konsep Dasar Ketuban Pecah Dini (KPD)

Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda tanda persalinan dapat terjadi pada kehamilan preterem atau aterm.


BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian
Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput sebelum terdapat tanda-tanda persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu terjadi pada pembukaan< 4 cm yang dapat terjadi pada usia kehamilan cukup waktu atau kurang waktu.(Winkjosastro, 2011)
Ketuban pecah dini adalah keadan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan.(Sarwono, 2010)
KPD didefinisikan sesuai dengan jumlah jam dari waktu pecah ketuban sampai awitan persalinan yaitu interval periode laten yang dapat terjadi kapan saja dari 1-12 jam atau lebih.(Varney, 2008)

B.     Klasifikasi
a.      KPD Preterm
Ketuban pecah dini preterm adalah pecah ketuban yang terbukti dengan vaginal pooling, tes nitrazin dan, tes fern atau IGFBP-1 (+) pada usia kehamilan <37 minggu sebelum onset persalinan.(Varney, 2008)
KPD preterm adalah saat umur kehamilan ibu antara 34 minggu sampai kurang 37 minggu. Definisi preterm bervariasi pada berbagai kepustakaan, namun yang paling diterima dan tersering digunakan adalah persalinan kurang dari 37 minggu.(Royal Hospital for Women, 2010)
Ketuban pecah dini adalah keadan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan.(Sarwono, 2010)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan KPD preterm adalah pecahnya ketuban yang terbukti dengan vaginal pooling pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu.
b.     KPD pada Kehamilan Aterm
Ketuban pecah dini atau premature rupture of membranes (PROM) adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya yang terbukti dengan vaginal pooling, tes nitrazin dan tes fern (+), IGFBP-1 (+) pada usia kehamilan ≥ 37 minggu.(Cunningham, 2010)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput sebelum terdapat tanda-tanda persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu terjadi pada pembukaan< 4 cm yang dapat terjadi pada usia kehamilan cukup waktu atau kurang waktu.(Winkjosastro, 2011)
Ketuban pecah dini adalah keadan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan.(Sarwono, 2010)
Dari beberapa devinisi diatas dapat disimpulkan ketuban pecah dini atau premature rupture of membranes (PROM) adalah keadan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan pada usia kehamilan ≥37 minggu.

C.      Etiologi
Penyebab ketuban  pecah dini masih belum dapat diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan ada faktor-faktor yang berhubungan erat dengan ketuban pecah dini, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Adapun yang menjadi faktor adalah:
a.      Faktor Maternal
1)     Korioamnionitis adalah keadaan pada perempuan hamil di mana korion, amnion dan cairan ketuban terkena infeksi bakteri.
2)     Infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang secara spesifik permulaan berasal dari vagina, anus, atau rectum dan menjalar ke uterus.
3)     Inkompetensi serviks (leher rahim) adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin yang semakin besar
4)     Riwayat KPD sebelumnya.(Winkjosastro, 2011)
b.     Faktor Neonatal
1)     Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan dengan makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi dan menyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah sehingga menekan selaput ketuban, menyebabkan selaput ketuban menjadi teregang,tipis, dan kekuatan membran menjadi berkurang, menimbulkan selaput ketuban mudah pecah.
2)     Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini, misalnya :Gemelli (Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih). Pada kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung (selaput ketuban) relatif kecil sedangkan dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah.
3)     Hidramnion atau polihidramnion adalah jumlah cairan amnion >2000mL. Uterus dapat mengandung cairan dalam jumlah yang sangat banyak. Hidramnion kronis adalah peningkatan jumlah cairan amnion terjadi secara berangsur-angsur. Hidramnion akut, volume tersebut meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami distensi nyata dalam waktu beberapa hari saja.(Winkjosastro, 2011)

D.     Patofisiologi
Banyak teori, mulai dari defect kromosom, kelainan kolagen, sampai infeksi. Pada sebagian besar kasus ternyata berhubungan dengan infeksi (sampai 65%). High virulensi berupa Bacteroides Low virulensi, Lactobacillus Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblast, jaringa retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh system aktifitas dan inhibisi interleukin -1 (iL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas iL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerasi kolagen pada selaput korion/ amnion, menyebabkan ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.

E.      Faktor Risiko ibu bersalin dengan Ketuban Pecah Dini
a.      Pekerjaan
Pekerjaan adalah suatu kegiatan atau aktivitas responden sehari-hari, namun pada masa kehamilan pekerjaan yang berat dan dapat membahayakan kehamilannya hendaklah dihindari untuk menjaga keselamatan ibu maupun janin. Kejadian ketuban pecah sebelum waktunya dapat disebabkan oleh kelelahan dalam bekerja. Hal ini dapat dijadikan pelajaran bagi ibu-ibu hamil agar selama masa kehamilan hindari/kurangi melakukan pekerjaan yang berat. (Saifuddin, 2010))
Pola pekerjaan ibu hamil berpengaruh terhadap kebutuhan energi. Kerja fisik pada saat hamil yang terlalu berat dan dengan lama kerja melebihi tiga jam perhari dapat berakibat kelelahan. Kelelahan dalam bekerja menyebabkan lemahnya korion amnion sehingga timbul ketuban pecah dini. Hasil penelitian menyatakan bahwa ibu yang bekerja dan lama kerja ≥40 jam/ minggu dapat meningkatkan risiko sebesar 1,7 kali mengalami KPD dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja. Hal ini disebabkan karena pekerjaan fisik ibu juga berhubungan dengan keadaan sosial ekonomi. Pada ibu yang berasal dari strata sosial ekonomi rendah banyak terlibat dengan pekerjaan fisik yang lebih berat. (Indramarwan, 2012)
b.     Paritas
Multigravida atau paritas tinggi merupakan salah satu dari penyebab terjadinya kasus ketuban pecah sebelum waktunya. Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian. Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi, risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetric lebih baik, sedangkan risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana. Konsistensi serviks pada persalinan sangat mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini pada multipara dengan konsistensi serviks yang tipis, kemungkinan terjadinya ketuban pecah dini lebih besar dengan adanya tekanan intrauterin pada saat persalinan. konsistensi serviks yang tipis dengan proses pembukaan serviks pada multipara (mendatar sambil membuka hampir sekaligus) dapat mempercepat pembukaan serviks sehingga dapat beresiko ketuban pecah sebelum pembukaan lengkap.(Fatikah, 2010)
Paritas 2-3 merupakan paritas yang dianggap aman ditinjau dari sudut insidensi kejadian ketuban pecah dini. Paritas satu dan paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai resiko terjadinya ketuban pecah dini lebih tinggi. Pada paritas yang rendah (satu), alat-alat dasar panggul masih kaku (kurang elastik) daripada multiparitas. Uterus yang telah melahirkan banyak anak (grandemulti) cenderung bekerja tidak efisien dalam persalinan.(Cunningham, 2010)
Paritas kedua dan ketiga merupakan keadaan yang relatif lebih aman untuk hamil dan melahirkan pada masa reproduktif, karena pada keadaan tersebut dinding uterus belum banyak mengalami perubahan, dan serviks belum terlalu sering mengalami pembukaan sehingga dapat menyanggah selaput ketuban dengan baik. Ibu yang telah melahirkan beberapa kali lebih berisiko mengalami KPD, oleh karena vaskularisasi pada uterus mengalami gangguan yang mengakibatkan jaringan ikat selaput ketuban mudah rapuh dan akhirnya pecah spontan.(Saifuddin, 2010))
c.      Umur
Umur individu terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dengan bertambahnya umur seseorang maka kematangan dalam berfikir semakin baik sehingga akan termotivasi dalam pemeriksaan kehamilam untuk mecegah komplikasi pada masa persalinan. Umur dibagi menjadi 3 kriteria yaitu < 20 tahun, 20-35 tahun dan > 35 tahun. Usia reproduksi yang aman untuk kehamilan dan persalinan yaitu usia 20-35 tahun. Pada usia ini alat kandungan telah matang dan siap untuk dibuahi, kehamilan yang terjadi pada usia < 20 tahun atau terlalu muda sering menyebabkan komplikasi/ penyulit bagi ibu dan janin, hal ini disebabkan belum matangnya alat reproduksi untuk hamil, dimana rahim belum bisa menahan kehamilan dengan baik, selaput ketuban belum matang dan mudah mengalami robekan sehingga dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Sedangkan pada usia yang terlalu tua atau > 35 tahun memiliki resiko kesehatan bagi ibu dan bayinya.(Santoso, 2013)
Keadaan ini terjadi karena otot-otot dasar panggul tidak elastis lagi sehingga mudah terjadi penyulit kehamilan dan persalinan. Salah satunya adalah perut ibu yang menggantung dan serviks mudah berdilatasi sehingga dapat menyebabkan pembukaan serviks terlalu dini yang menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini.
Hasil penelitian membuktikan bahwa umur ibu <20 tahun organ reproduksi belum berfungsi secara optimal yang akan mempengaruhi pembentukan selaput ketuban menjadi abnormal. Ibu yang hamil pada umur >35 tahun juga merupakan faktor predisposisi terjadinya ketuban pecah dini karena pada usia ini sudah terjadi penurunan kemampuan organ-organ reproduksi untuk menjalankan fungsinya, keadaan ini juga mempengaruhi proses embryogenesis sehingga pembentukan selaput lebih tipis yang memudahkan untuk pecah sebelum waktunya. (Kusmiawati, 2008)
d.     Riwayat Ketuban Pecah Dini
Riwayat KPD sebelumnya berisiko 2-4 kali mengalami KPD kembali. Patogenesis terjadinya KPD secara singkat ialah akibat adanya penurunan kandungan kolagen dalam membran sehingga memicu terjadinya KPD aterm dan KPD preterm terutama pada pasien risiko tinggi. Wanita yang mengalami KPD pada kehamilan atau menjelang persalinan maka pada kehamilan berikutnya akan lebih berisiko mengalaminya kembali antara 3-4 kali dari pada wanita yang tidak mengalami KPD sebelumnya, karena komposisi membran yang menjadi mudah rapuh dan kandungan kolagen yang semakin menurun pada kehamilan berikutnya.(Cunningham, 2010)
Riwayat kejadian KPD sebelumnya menunjukkan bahwa wanita yang telah melahirkan beberapa kali dan mengalami KPD pada kehamilan sebelumnya diyakini lebih berisiko akan mengalami KPD pada kehamilan berikutnya. Keadaan yang dapat mengganggu kesehatan ibu dan janin dalam kandungan juga juga dapat meningkatkan resiko kelahiran dengan ketuban pecah dini. Preeklampsia/ eklampsia pada ibu hamil mempunyai pengaruh langsung terhadap kualitas dan keadaan janin karena terjadi penurunan darah ke plasenta yang mengakibatkan janin kekurangan nutrisi. (Cunningham, 2010)
e.      Usia Kehamilan
Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden Sectio Caesaria, atau gagalnya persalinan normal. Persalinan prematur setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu. Usia kehamilan pada saat kelahiran merupakan satu-satunya alat ukur kesehatan janin yang paling bermanfaat dan waktu kelahiran sering ditentukan dengan pengkajian usia kehamilan. Pada tahap kehamilan lebih lanjut,  pengetahuan yang jelas tentang usia kehamilan mungkin sangat penting karena dapat timbul sejumlah penyulit kehamilan yang penanganannya bergantung pada usia janin.
Periode waktu dari KPD sampai kelahiran berbanding terbalik dengan usia kehamilan saat ketuban pecah. Jika ketuban pecah trimester III hanya diperlukan beberapa hari saja hingga kelahiran terjadi dibanding dengan trimester II. Makin muda kehamilan, antar terminasi kehamilan banyak diperlukan waktu untuk mempertahankan hingga janin lebih matur. Semakin lama menunggu, kemungkinan infeksi akan semakin besar dan membahayakan janin serta situasi maternal.(Astuti, 2012)
f.        Cephalopelvic Disproportion (CPD)
Keadaan panggul merupakan faktor penting dalam kelangsungan persalinan,tetapi yang tidak kurang penting ialah hubungan antara kepala janin dengan panggul ibu. Partus lama yang sering kali disertai pecahnya ketuban pada pembukaan kecil, dapat menimbul dehidrasi serta asidosis dan infeksi intrapartum. Pengukuran panggul (pelvimetri) merupakan cara pemeriksaan yang penting untuk mendapat keterangan lebih banyak tentang keadaan panggul. (Sarwono, 2011)

F.      Tanda Gejala
Tanda dan gejala pada kehamilan yang mengalami KPD adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina. Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila anda duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya mengganjal atau menyumbat kebocoran untuk sementara. Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi.(Saifuddin, 2010))

G.     Diagnosis
Penegakkan diagnosis ketuban pecah dini adalah sebagai berikut: bila air ketuban banyak dan mengandung mekonium verniks maka diagnosis dengan inspeksi mudah ditegakkan, tapi bila cairan keuar sedikit maka diagnosis harus ditegakkan pada :
a.       Anamnesa : kapan keluar cairan, warna, bau, adakah partikel-partikel di dalam cairan (lanugo serviks)
b.      Inpeksi : bila fundus di tekan atau bagian terendah digoyangkan, keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada forniks posterior
c.       Periksa dalam : ada cairan dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi
d.      Pemeriksaan laboratorium : Kertas lakmus : reaksi basa (lakmus merah berubah menjadi biru ), Mikroskopik : tampak lanugo, verniks kaseosa (tidak selalu dikerjakan )
e.       Pemeriksaan penunjang. (Ababi, 2008)

H.    Komplikasi
a.       Ibu
1)     Infeksi pada ibu yang disebabkan oleh bakteri yang secara spesifik permulaan berasal dari vagina, anus, atau rectum dan menjalar ke uterus.
2)     Gagalnya persalinan normal yang diakibatkan oleh tidak adanya kemajuan persalinan sehingga meningkatkan insiden seksio sesarea.
3)     Meningkatnya angka kematian pada ibu.(Sarwono, 2010)
b.      Bayi
1)     Hipoksia dan asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat sehingga terjadi asfiksia atau hipoksia.
2)     Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul dengan persalinan. Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi pada 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan dalam 1 minggu.
3)     Sindrom Deformitas Janin
Ketuban pecah dini menyebabkan pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin.
4)     peningkatan morbiditas neonatal karena prematuritas.(Sarwono, 2010)

I.       Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ketuban pecah dini dibagi pada kehamilan aterm, kehamilan pretem, serta dilakukan induksi, pada ketuban pecah dini yang sudah inpartu.(Ababi, 2008)
a.      Ketuban pecah dengan kehamilan aterm
Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm yaitu : diberi antibiotika, Observasi suhu rektal tidak meningkat, ditunggu 24 jam, bila belum ada tanda-tanda inpartu dilakukan terminasi. Bila saat datang sudah lebih dari 24 jam, tidak ada tanda-tanda inpartu dilakukan terminasi
b.     Ketuban pecah dini dengan kehamilan prematur
1)     EFW (Estimate Fetal Weight) < 1500 gram yaitu pemberian Ampicilin 1 gram/ hari tiap 6 jam, IM/ IV selama 2 hari dan gentamycine 60-80 mg tiap 8-12 jam sehari selama 2 hari, pemberian Kortikosteroid untuk merangsang maturasi paru (betamethasone 12 mg, IV, 2x selang 24 jam), melakukan Observasi 2x24 jam kalau belum inpartu segera terminasi, melakukan Observasi suhu rektal tiap 3 jam bila ada kecenderungan meningkat > 37,6°C segera terminasi
2)     EFW (Estimate Fetal Weight) > 1500 gram yaitu melakukan observasi 2x24 jam, melakukan observasi suhu rectal tiap 3 jam, pemberian antibiotika/kortikosteroid, pemberian Ampicilline 1 gram/hari tiap 6 jam, IM/IV selama 2 hari dan Gentamycine 60-80 mg tiap 8-12 jam sehari selama 2 hari, pemberian Kortikosteroid untuk merangsang meturasi paru (betamethasone 12 mg, IV, 2x selang 24jam ), melakukan VT selama observasi tidak dilakukan, kecuali ada  his/inpartu, Bila suhu rektal meningkat >37,6°C segera terminasi, Bila 2x24 jam cairan tidak keluar, USG: bagaimana jumlah air ketuban : Bila jumlah air ketuban cukup, kehamilan dilanjutkan, perawatan ruangan sampai dengan 5 hari, Bila jumlah air ketuban minimal segera terminasi. Bila 2x24 jam cairan ketuban masih tetap keluar segera terminasi, Bila konservatif sebelum pulang penderita diberi nasehat seperti segera kembali ke RS bila ada tanda-tanda demam atau keluar cairan lagi. (Ababi, 2008)

Comments

Popular posts from this blog

Konsep Cairan dan Elektrolit Tubuh

Makalah Konsep Dasar Teori Air Susu Ibu (ASI)