Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal

Image
  Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal sangat penting untuk mencapai hasil yang optimal. Berikut ini adalah beberapa contoh upaya kolaboratif yang dapat dilakukan: 1.       Kolaborasi antara tenaga medis dan bidan: Tim medis yang terdiri dari dokter, perawat, dan bidan dapat bekerja sama untuk memberikan pelayanan kesehatan yang holistik kepada ibu hamil dan bayi yang akan lahir. Dengan saling berbagi pengetahuan dan keterampilan, mereka dapat meningkatkan pemantauan kehamilan, memberikan perawatan prenatal yang tepat, dan menangani komplikasi saat melahirkan. 2.       Kemitraan antara lembaga kesehatan dan masyarakat: Kolaborasi antara fasilitas kesehatan, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat lokal dapat membantu meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan maternal dan perinatal. Misalnya, mengadakan kampanye penyuluhan dan program edukasi di komunitas mengenai perawa

Makalah Kesehatan Jiwa Konsep Dasar Menarik Diri

kti kebidanan

Makalah Kesehatan Jiwa Konsep Dasar Menarik Diri


 
1.      Pengertian   Menarik Diri
Sosialisasi adalah kemauan untuk menjalin hubungan kerjasama, saling tergantung pada orang lain (Stuart & Sundeen. 2010)

Menarik diri adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu keadaan yang negatif dan mengancam (Nursalam, 2008)
Menarik diri adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain mengatakan sikap negatif atau mengancam (Nursalam 2008)
Menarik diri adalah usaha menghindari interaksi dengan orang lain, individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi peralatan, pikiran frustasi dan kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain yang dimanifestasikan dengan sikap memisahkan, tidak ada perhatian dan tidak sanggup membagi pengalaman dengan orang lain (Depkes RI, 2002 : 114)
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kerusakan interaksi sosial menarik diri merupakan suatu keadaan yang dialami oleh seseorang, dimana orang tersebut menghindari interaksi dan menghindari hubungan dengan orang lain.
2.      Tanda dan Gejala Menarik Diri
a.       Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul
b.      Menghindar dari orang lain  (menyendiri), klien tampak memisahkan diri dari orang lain
c.       Komunikasi kurang / tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain / perawat
d.      Tidak ada kontak mata, klien lebih sering menunduk
e.       Berdiam diri di kamar / tempat terpisah, klien kurang mobilitasnya
f.       Menolak berhubungan dengan orang lain. Klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap – cakap
g.      Tidak melakukan kegiatan sehari-hari, artinya perawatan diri dan kegiatan rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan.
h.      Posisi janin pada saat tidur (Keliat, 2006).
3.      Etiologi Perilaku Menarik Diri
a.       Faktor Predisposisi
1)      Faktor Perkembangan
Pada dasarnya kemampuan seseorang untuk berhubungan sosial berkembang sesuai dengan proses tumbuh kembang, mulai dari usia bayi sampai dewasa lanjut, untuk dapat mengembangkan hubungan sosial yang positif, diharapkan setiap tahapan perkembangan dapat dilakukan dengan sukses. Sistem keluarga yang terganggu dapat menunjang perkembangan respons sosial maladaptif.
2)      Faktor Biologis
Faktor genetik dapat berperan dalam respon sosial maladaptif.
3)      Faktor Sosial Kultural
Isolasi sosial merupakan faktor utama dalam gangguan berhubungan. Hal ini diakibatkan oleh norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain, tidak mempunyai  anggota masyarakat yang kurang produktif seperti lanjut usia, orang cacat dan penderita penyakit kronis. Isolasi dapat terjadi karena mengadopsi norma, perilaku, dan sistem nilai yang berbeda dari yang dimiliki budaya mayoritas.
4)      Faktor dalam Keluarga
Pada komunikasi dalam keluarga dapat mengantar seseorang dalam gangguan berhubungan, bila keluarga hanya menginformasikan hal-hal yang negatif akan mendorong anak mengembangkan harga diri rendah. Adanya dua pesan yang bertentangan pada saat yang bersamaan, mengakibatkan anak menjadi enggan berkomunikasi dengan orang lain.
b.      Faktor Presipitasi
1)      Stressor  Sosio Kultural
Stress dapat ditimbulkan oleh karena menurunnya stabilitas unit keluarga dan berpisah dari orang yang berarti, misalnya karena dirawat di Rumah Sakit.
2)      Stressor Psikologis
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhan ketergantungan dapat menimbulkan ansietas tingkat tinggi. (Nursalam, 2008).
4.      Rentang Respon Sosial  
Sebagai makhluk sosial manusia membutuhkan orang lain dan lingkungan sosial dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari – hari. Manusia tidak akan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa ada hubungan dengan lingkungan sosialnya. Hubungan dengan orang lain dan lingkungan sosialnya menimbulkan respon-respon sosial pada individu. 
1)      Respon adaptif Respon adaptif adalah respon yang diterima oleh norma spsoail dan kultural dimana individu tersebut menjelaskan masalah dalam batas normal (Hawari, 2007).
Respon ini meliputi:
a)      Menyendiri (Solitude)
Respon yang dibutuhkan untuk menentukan apa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya dan merupakan suatu cara mengawasi diri dan menemukan langkah berikutnya.
b)      Otonomi (kebebasan)
Suatu kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide-ide pikiran.
c)      Kebersamaan (Mutuality)
Suatu keadaan dalam hubungan interpersonal dimana individu mampu untuk saling memberi dan menerima.
d)     Saling ketergantungan (Interdependence)
Saling ketergantungan antar individu dengan orang lain  dalam hubungan interpersonal.
2)      Respon Maladaptif adalah respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma – norma sosial dan kebudayaan suatu tempat (Suliswati, 2009). Sedangkan Respon maladaptif yang paling sering ditemukan adalah :
a)      Manipulasi
Pada gangguan hubungan sosial jenis ini orang lain diperlakukan sebagai objek, hubungan terpusat pada masalah pengendalian orang lain, dan individu cenderung berorientasi pada diri sendiri atau tujuan, bukan pada orang lain.
b)      Impulsif
Individu impulsif tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari pengalaman, tidak dapat diandalkan.
c)      Narkisisme
Pada individu narkisisme terdapat harga diri yang rapuh, secara terus-menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian, sikap egosentris, pencemburu, marah jika orang lain tidak mendukung
5.      Dampak  Menarik Diri terhadap sistem tubuh
Bila terjadi suatu konflik pada individu seperti gangguan jiwa maka akan timbullah gejala-gejala holistik pada manusia (Hawari, 2007).
Berdasarkan uraian diatas dan dari beberapa referensi yang didapat penulis menyimpulkan bahwa gangguan jiwa (psikologik) yang terjadi pada satu individu maka tidak hanya komponen psikologik saja yang terganggu tetapi akan mengakibatkan gangguan atau dampak terhadap fungsi badaniah atau sistem tubuh untuk lebih jelasnya dibawah ini akan dijelaskan beberapa dampak terhadap sistem tubuh yaitu :
           Pemeriksaan Fisik (Hawari, 2007) 
a.       Sistem kardiovaskuler
Pada individu yang mengalami gangguan psikologi seperti adanya stress, rasa cemas dan ketakutan seperti pada klien yang menarik diri, maka dapat terjadi perubahan-perubahan seperti meningkatnya kecepatan denyut jantung, meningginya daya pompa jantung dan tekanan darah, frekuensi nadi meningkat, serta dapat timbul sakit kepala karena vasokonstriksi atau vasodilatasi pembuluh darah akibat ketegangan emosi (Yosep,2010).
b.      Sistem pernafasan
Pada klien dengan perasaan akut, cemas dan emosi yang meningkat biasanya menimbulkan gejala seperti adanya napas dalam batas normal, tidak ada sesak, tidak ditemukan  napas pendek seperti terengah-engah dan tidak ditemukan adanya serangan asma yang selalu dialami pada pasien dengan Perilaku Kekerasan (Yosep,2010).
c.       Sistem pencernaan
Diperlukan pemeriksaan yang betul-betul karena untuk membedakan gejala yang disebabkan oleh faktor biologis/ organ atau oleh faktor psikologis. Bila disebabkan oleh stress psikologik seperti karena kecemasan atau emosi yang lebih labil biasanya ditemukan adanya gastritis, tidak enak atau nyeri pada epigastrium, pedas atau keluar rasa asam kedalam mulut, peningkatan nafsu makan atau penurunan nafsu makan, anoreksia, nausea, muntah, disfagia, konstipasi, diare, rasa nyeri pada usus, sindrom kolon yang mudah terangsang, motilitas usus meningkat, obesitas karena makan berlebihan (Yosep,2010)
d.      Sistem integumen
Dikarenakan karena adanya emosi yang meningkat dan kesukaran  penyesuaian diri terhadap stress maka dapat menimbulkan gangguan pada kulit seperti pruritus, nerodermatosis, hiperhidrosis dan reaksi kulit lain seperti alergi, pada klien dengan halusinasi dapat ditemukan banyak keringat  (Yosep,2010).
e.       Sistem endokrin
Pada klien gangguan jiwa cenderung terjadi konflik atau stress dan krisis emosional yang dapat menimbulkan adanya gejala hipertiroid seperti mengerasnya sifat-sifat kepribadiannya, sindroma menopouse pada wanita(Yosep,2010).
f.       Sistem perkemihan dan reproduksi
Pada klien wanita gejala-gejala yang mungkin timbul karena faktor-faktor psikogenetik ialah rasa nyeri dan parestesi dipanggul, dismenorea, disparenia. Pada anak-anak adanya enuresis. Pada pria dewasa adanya hiperemi didaerah genital karena rangsangan seksual sehingga timbul tidak enak atau nyeri(Yosep,2010).
g.      Sistem muskuloskeletal
Dapat ditemukan adanya artritis rematoid karena terlalu aktif berkenaan dengan gangguan dan berminat pada olah raga, nyeri otot karena faktor emosi, tonus otot meningkat, nyeri kepala dan nyeri punggung bawah, ketegangan otot dapat menyebabkan ketegangan sendi dan nyeri sendi.
(Yosep,2010).

Comments

Popular posts from this blog

Konsep Cairan dan Elektrolit Tubuh

Makalah Konsep Dasar Teori Air Susu Ibu (ASI)