MAKALAH
THALASEMIA
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah
yang diwariskan oleh orangtua kepada anak. Thalasemia mempengaruhi kemampuan
dalam menghasilkan hemoglobin yang berakibat pada penyakit anemia.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Thalasemia berasal dari
kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut. Yang dimaksud dengan laut
tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini pertama kali dikenal di
daerah sekitar Laut Tengah. Penyakit ini pertama sekali ditemukan oleh seorang
dokter di Detroit USA yang bernama Thomas . Thalasemia adalah penyakit anemia hemolitik
dimana terjadi kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur
eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari). ( Williams, 2005)
Gen thalasemia sangat luas tersebar,
dan kelainan ini diyakini merupakan penyakit genetik manusia yang paling
prevalen. Distribusi utama meliputi daerah- daerah perbatasan Laut Mediterania,
sebagian besar Afrika, timur tengah, sub benua India, dan Asia Tenggara. Dari 3
% sampai 8 % orang Amerika keturunan Italia atau Yunani dan 0,5% dari kulit
hitam Amerika membawa gen untuk thalasemia β. Dibeberapa daerah Asia Tenggara
sebanyak 40% dari populasi mempunyai satu atau lebih gen thalasemia. (Kliegam,2012).
Thalasemia adalah penyakit
kelainan darah yang diwariskan oleh orangtua kepada anak. Thalasemia
mempengaruhi kemampuan dalam menghasilkan hemoglobin yang berakibat pada
penyakit anemia. Hemoglobin adalah suatu protein dalam sel darah merah yang
mengangkut oksigen dan nutrisi lainnya ke sel-sel lainnya dalam tubuh. Sekitar
100.000 bayi di seluruh dunia terlahir dengan jenis thalasemia berbahaya setiap
tahunnya.(Kliegam,2012)
Ada dua jenis thalassemia
yaitu alpha dan beta. Kedua jenis thalassemia ini diwariskan dengan cara yang
sama. Penyakit ini diturunkan oleh orangtua yang memiliki mutated gen atau gen
mutasi thalasemia. Seorang anak yang mewarisi satu gen mutasi disebut pembawa
atau carrier, atau yang disebut juga dengan thalassemia trait (sifat
thalassemia). Kebanyakan pembawa ini hidup normal dan sehat. Anak yang mewarisi
dua sifat gen, di mana satu dariibu dan satu dari ayah, akan mempunyai penyakit
thalassemia. Jika baik ibu maupun ayah adalah pembawa, kemungkinan anak
mewarisi dua sifat gen.(Williams,2005)
dengan kata lain mempunyai
penyakit thalasemia, adalah sebesar 25 persen. Anak dari pasangan pembawa juga
mempunyai 50 persen kemungkinan lahir sebagai pembawa. Jenis paling berbahaya
dari alpha thalassemia yang terutama menimpa keturunan Asia Tenggara, Cina dan
Filipina menyebabkan kematian pada jabang bayi atau bayi baru lahir. Sementara
itu, anak yang mewarisi dua gen mutasi beta thalassemia akan menderita penyakit
beta thalassemia. (Williams,2005)
Anak ini memiliki penyakit
thalasemia ringan yang disebut dengan thalassemia intermedia yang menyebabkan
anemia ringan sehingga si anak tidak memerlukan transfusi darah. Jenis
thalassemia yang lebih berat adalah thalassemia major atau disebut juga dengan
Cooley's Anemia. Penderita penyakit ini memerlukan transfusi darah dan
perawatan yang intensif. Anak-anak yang menderita thalassemia major mulai
menunjukkan gejala-gejala penyakit ini pada usia dua tahun pertama. Anak-anak
ini terlihat pucat, lesu dan mempunyai nafsu makan rendah, sehingga menyebabkan
pertumbuhannya terlambat.
Oleh karena itu kami merasa
perlu untuk lebih meningkatkan asuhan keperawatan pada anak thalasemia,karena
anak yang terkena thalasemia bukan hanya mengalami gangguan hematologi tetapi
juga gangguan imunitas, sehingga perlu mendapatkan perhatian khusus agar anak
tidak mengalami gangguan tumbuh kembang.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa definisi thalasemia ?
2.
Apa etiologi thalasemia ?
3.
Bagaimana patofisiologi thalasemia?
4.
Bagaimana manifestasi klinis thalasemia ?
5.
Apa saja Klasifikasi thalasemia ?
6.
Apa saja komplikasi pada thalasemia ?
7.
Apa saja pemeriksaan penunjang pada
thalasemia ?
8.
Bagaimana penatalaksanaan thalasemia ?
9.
Bagaimana Asuhan Keperawatan pasien
thalasemia ?
C. Tujuan Penulisan
1.
Tujuan Umum
Mampu menjelaskan dan melaksanakan asuhan
keperawatan anak pada anak yang menderita thalasemia
2.
Tujuan Khusus
a.
Mampu menjelaskan konsep klinis thalasemia
b.
Mampu melakukan pengkajian pada anak yang
menderita thalasemia
c.
Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada
anak yang menderita thalasemia
d.
Mampu membuat intervensi pada anak yang
menderita thalasemia
e.
Mampu melakukan tindakan keperawatan pada
pasien thalasemia
f.
Mampu melakukan evaluasi tindakan keperawatan
pada pasien thalasemia
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Thalasemia
Talasemia merupakan penyakit anemia hemalitik dimana
terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur
eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari). (Ngastiyah, 1997 )
Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter
yang diturunkan secara resesif. (Mansjoer, 2000 )
Thalasemia merupakan kelompok kelainan genetik heterogen
yang timbul akibat berkurangnya kecepatan sintesis rantai alpha atau beta
(Hoffbrand dkk, 2006).
Talasemia adalah suatu golongan darah yang diturunkan
ditandai oleh defisiensi produksi rantai globin pada hemoglobin. (Suriadi, 2001
)
Talasemia merupakan
kelompok gangguan darah yang diwariskan, dkdikarakteristikan dengan defisiensi
sintetis rantai globulin spesifik molekul hemoglobin(Muscari, 2005)
Talasemia merupakan sindrom
kelainan yang diwariskan (inherited) dan masuk kedalam kelompok
hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkanoleh gangguan system hemoglobin
akibat mutasi didalam atau dekat gen globin (Nurarif, 2013 )
Thalasemia adalah suatu
gangguan darah yang diturunkan di tandai oleh defisiensi produk rantai globin
pada hemoglobin (Suriadi danYuliani, 2010).
Thalasemia(anemia Cooley atau Mediterania)
merupakan anemia yang relatif umum terjadi, dimana jumlah globin yang
diproduksi tidak cukup untuk mengatasi sel-sel darah merah. (Kliegman,2012).
B.
Etiologi
Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak
dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap
thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik (Suriadi, 2001). Thalassemia
bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan secara genetik dan
resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin
beta yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu ditemukan
berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan salah satu komponen
pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin beta yang mengalami
kelainan disebut pembawa sifat thalassemia-beta.
Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal/sehat,
sebab masih mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan
baik). Seorang pembawa sifat thalassemia jarang memerlukan pengobatan. Bila
kelainan gen globin terjadi pada kedua kromosom, dinamakan penderita
thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua belah gen yang sakit tersebut berasal dari
kedua orang tua yang masing-masing membawa sifat thalassemia. Pada proses
pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari ibunya dan sebelah
lagi dari ayahnya.
Bila kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat
thalassemia maka pada setiap pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan.
Kemungkinan pertama si anak mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen
thalassemia) dari bapak dan ibunya maka anak akan menderita thalassemia.
Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah gen thalassemia dari ibu atau ayah
maka anak hanya membawa penyakit ini. Kemungkinan lain adalah anak mendapatkan
gen globin beta normal dari kedua orang tuanya.
Sedangkan menurut (Suriadi, 2001) Penyakit
thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat ditularkan.banyak
diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap thalassemia dalam sel –
selnya/ Faktor genetik.Jika kedua orang tua tidak menderita Thalassaemia
trait/pembawasifat Thalassaemia, maka tidak mungkin mereka menurunkan
Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia atau Thalassaemia mayor kepada
anak-anak mereka. Semua anak-anak mereka akan mempunyai darah yang normal.
Apabila salah seorang dari orang tua menderita
Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak,
maka satu dibanding dua (50%) kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan
menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia, tidak seorang diantara
anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia mayor. Orang dengan Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia adalah sehat, mereka dapat menurunkan
sifat-sifat bawaan tersebut kepada anak-anaknya tanpa ada yang mengetahui bahwa
sifat-sifat tersebut ada di kalangan keluarga mereka.
Apabila kedua orang tua menderita Thalassaemia
trait/pembawa sifat Thalassaemia, maka anak-anak mereka mungkin akan menderita
Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia atau mungkin juga memiliki darah
yang normal, atau mereka mungkin juga menderita Thalassaemia mayor.(hoffbrand
dkk,2006)
Menurut Williams (2005) penyebab thalasemia
adalah
1. Gangguan
resesif autosomal yang diturunkan
2. Gangguan
herediter yang disebabkan kelainan sistem rantai beta dan rantai alfa globin
C.
Patofisiologi
Penyakit
thalassemia disebabkan oleh adanya kelainan/perubahan/mutasi pada gen globin
alpha atau gen globin beta sehingga produksi rantai globin tersebut berkurang
atau tidak ada. Didalam sumsum tulang mutasi thalasemia menghambat pematangan
sel darah merah sehingga eritropoiesis dan mengakibatkan anemia berat.
Akibatnya produksi Hb berkurang dan sel darah merah mudah sekali rusak atau umurnya
lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). (Kliegman,2012)
Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A
dengan polipeptida rantai alpa dan dua rantai beta. Pada beta thalasemia yaitu
tidak adanya atau kurangnya rantai beta thalasemia yaitu tidak adanya atau
kekurangan rantai beta dalam molekul hemoglobin yang mana ada gangguan
kemampuan ertrosit membawa oksigen. Ada suatu kompensator yang meningkat dalam
rantai alpa, tetapi rantai beta memproduksi secara terus menerus sehingga
menghasilkan hemoglobin defictive. Ketidak seimbangan polipeptida ini
memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah
merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.
Kelebihan pada rantai alpa ditemukan pada
talasemia beta dan kelebihan rantai beta dan gama ditemukan pada talasemia
alpa. Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami presipitasi, yang terjadi
sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak
stabil badan heint, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis. Reduksi
dalam hemoglobin menstimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC
diluar menjadi eritropik aktif. Kompensator produksi RBC secara terus menerus
pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC,menimbulkan tidak
edukatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan edstruksi RBC
menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh. (Suriadi,
2001 )
Pada talasemia letak salah satu asam amino
rantai polipre tidak berbeda urutannya/ditukar dengan jenis asam amino lain.
Perubahan susunan asam amino tersebut. Bisa terjadi pada ke-4 rantai poliper
Hb-A, sedangkan kelainan pada rantai alpha dapat menyebabkan kelainan ketiga Hb
yaitu Hb-A, Hb-A2 dan Hb-F. (Suriadi,2001)
D.
Manifestasi Klinis
Semua jenis talasemia memiliki
gejala yang mirip tetapi beratnya bervariasi. Sebagaian besar mengalami
gangguan anemia ringan.
1. Thalasemia minor (thalasemia heterogen) umumnya hanya
memiliki gejala berupa anemia ringan sampai sedang dan mungkin bersifat
asimtomatik dan sering tidak terdeteksi.
2. Thalasemia mayor, umumnya menampakkan manifestasi klinis pada usia 6 bulan,
setelah efek Hb 7 menghilang.
a. Tanda awal adalah awitan mendadak, anemia, demam yang tidak dapat
dijelaskan, cara makan yang buruk, penurunan BB dan pembesaran limpa.
b. Tanda lanjut adalah hipoksia kronis; kerusakan hati, limpa, jantung,
pankreas, kelenjar limphe akibat hemokromotosis, ikterus ringan atau warna
kulit mengkilap, kranial tebal dengan pipi menonjol dan hidung datar; retardasi
pertumbuhan; dan keterlambatan perkembangan seksual.
3. Komplikasi jangka panjang sebagai akibat dari hemokromatosis dengan
kerusakan sel resultan yang mengakibatkan :
a.
Splenomegali
b.
Komplikasi skeletal, seperti
menebalan tulang kranial, pembesaran kepala, tulang wajah menonjol, maloklusi
gigi, dan rentan terhadap fraktur spontan.
c.
Komplikasi jantung, seperti aritmia, perikarditis, CHF dan fibrosis serat
otot jantung.
d.
Penyakit kandung empedu, termasuk
batu empedu.
e.
Pembesaran hepar dan berlanjut menjadi sirosis hepatis.
f.
Perubahan kulit, seperti ikrerus dan pragmentasi coklat akibat defisit zat
besi.
g.
Retardasi pertumbuhan dan
komplikasi endokrin.
4. Gejala lain pada penderita Thalasemia adalah jantung mudah berdebar-debar.
Hal ini karena oksigen yang dibawah tersebut kurang, maka
jantung juga akan beusaha bekerja lebih keras sehingga jantung penderita akan
mudah berdebar-debar, lama-kelamaan jantung akan bekerja lebih keras sehingga
lebih cepat lelah. Sehingga terjadi lemah jantung, limfa penderita bisa menjadi
besar karena penghancuran darah terjadi di sana, selain itu sumsum tulang juga
bekerja lebih keras karena berusaha mengkompensasi kekurangan Hb, sehingga
tulang menjadi tipis dan rapuh sehingga mudah rapuh. Jika ini terjadi pada muka
(tulang hidung maka wajah akan berubah bentuk, batang hidung akan hilang/
melesak ke dalam (fasise cookey)
ini merupakan salah satu tanda khas penderita thalasemia.(hoffbrand dkk,2006)
Secara klinis Thalasemia dapat
dibagi dalam beberapa tingkatan sesuai beratnya gejala klinis(Doenges,2000) :
1. mayor, intermedia dan minor atau troit (pembawa sifat). Batas diantara
tingkatan tersebut sering tidak jelas. Anemia berat menjadi nyata pada umur 3 –
6 bulan setelah lahir dan tidak dapat hidup tanpa ditransfusi.
2. Pembesaran hati dan limpa terjadi karena penghancuran sel darah merah
berlebihan, haemopoesis ekstra modular dan kelebihan beban besi. Limpa yang
membesar meningkatkan kebutuhan darah dengan menambah penghancuran sel darah
merah dan pemusatan (pooling) dan dengan menyebabkan pertambahan volume plasma.
3. Perubahan pada tulang karena hiperaktivitas sumsum merah berupa deformitas
dan fraktur spontan, terutama kasus yang tidak atau kurang mendapat transfusi
darah. Deformitas tulang, disamping mengakibatkan muka mongoloid, dapat
menyebabkan pertumbuhan berlebihan tulang prontal dan zigomatin serta maksila.
Pertumbuhan gigi biasanya buruk.
4. Gejala lain yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembangan fisik tidak sesuai umur, berat badan kurang, perut membuncit. Jika pasien
tidak sering mendapat transfusi darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi
akibat penimbunan besi dalam jaringan kulit.
5. Keadaan klinisnya lebih baik dan gejala lebih ringan dari pada Thalasemia
mayor, anemia sedang (hemoglobin 7 – 10,0 g/dl)
Gejala deformitas tulang, hepatomegali dan splenomegali, eritropoesis ekstra
medular dan gambaran kelebihan beban besi nampak pada masa dewasa.
6. Umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas, ditandai oleh anemia
mikrositin, bentuk heterozigot tetapi tanpa anemia atau anemia ringan.
·
Thalasemia mayor (Thalasemia homozigot)
·
Thalasemia intermedia
·
Thalasemia minor atau troit (
pembawa sifat)
7.
Pada hapusan darah tepi di dapatkan gambaran hipokrom mikrositik, anisositosis, polklilositosis
dan adanya sel target (fragmentasi dan banyak sel normoblas).
8.
Kadar besi dalam serum (SI)
meninggi dan daya ikat serum terhadap besi (IBC) menjadi rendah dan dapat
mencapai nol
Elektroforesis hemoglobin memperlihatkan tingginya HbF lebih dari 30%, kadang
ditemukan juga hemoglobin patologik. Di Indonesia kira-kira 45% pasien
Thalasemia juga mempunyai HbE maupun HbS.
9.
Kadar bilirubin dalam serum
meningkat, SGOT dan SGPT dapat meningkat karena kerusakan parankim hati oleh
hemosiderosis.
10.
Penyelidikan sintesis alfa/beta
terhadap refikulosit sirkulasi memperlihatkan peningkatan nyata ratio alfa/beta
yakni berkurangnya atau tidak adanya sintetis rantai beta.
E.
Klasifikasi Thalasemia
1. Thalassemia
α (gangguan pembentukan rantai α)
Sindrom thalassemia α disebabkan oleh delesi
pada gen α globin pada kromosom 16
(terdapat 2 gen α globin pada tiap kromosom 16) dan nondelesi seperti gangguan
mRNA pada penyambungan gen yang menyebabkan rantai menjadi lebih panjang dari
kondisi normal.
Faktor delesi terhadap empat gen α globin
dapat dibagi menjadi empat, yaitu:
a. Delesi
pada satu rantai α (Silent Carrier/ α -Thalasemia Trait 2)
Gangguan pada satu rantai globin _ sedangkan
tiga lokus globin yang ada masih bisa menjalankan fungsi normal sehingga tidak
terlihat gejala-gejala bila ia terkena thalasemia.
b. Delesi
pada dua rantai α (α -Thalassemia Trait 1)
Pada tingkatan ini terjadi penurunan dari
HbA2 dan peningkatan dari HbH dan terjadi manifestasi klinis ringan seperti
anemia kronis yang ringan dengan eritrosit hipokromik mikrositer dan MCV(mean corpuscular volume) 60-75 fl.
c. Delesi
pada tiga rantai α (HbH disease)
Delesi ini disebut juga sebagai HbH disease
(β4) yang disertai anemia hipokromik mikrositer, basophylic stippling, heinz
bodies, dan retikulositosis. HbH terbentuk dalam jumlah banyak karena tidak
terbentuknya rantai α sehingga rantai β tidak memiliki pasangan dan kemudian
membentuk tetramer dari rantai β sendiri (β 4). Dengan banyak terbentuk HbH,
maka HbH dapat mengalami presipitasi dalam eritrosit sehingga dengan mudah
eritrosit dapat dihancurkan. Penderita dapat tumbuh sampai dewasa dengan anemia
sedang (Hb 8-10 g/dl) dan MCV(mean
corpuscular volume) 60-70 fl.
d. Delesi
pada empat rantai α (Hidrops fetalis/Thalassemia major)
Delesi ini dikenal juga sebagai hydrops
fetalis. Biasanya terdapat banyak Hb Barts (γ4) yang disebabkan juga karena
tidak terbentuknya rantai γ sehingga rantai γ membentuk tetramer sendiri
menjadi γ4. Manifestasi klinis dapat berupa ikterus, hepatosplenomegali, dan
janin yang sangat anemis. Kadar Hb hanya 6 g/dl dan pada elektroforesis Hb menunjukkan
80-90% Hb Barts, sedikit HbH, dan tidak dijumpai HbA atau HbF. Biasanya bayi
yang mengalami kelainan ini akan
beberapa jam setelah kelahirannya.
2.
Thalassemia β (gangguan pembentukan rantai β)
Thalassemia - β disebabkan oleh mutasi pada
gen β globin pada sisi pendek kromosom 11.
a.
Thalassemia β o
Pada thalassemia βo, tidak ada mRNA yang
mengkode rantai β sehingga tidak dihasilkan rantai β yang berfungsi dalam
pembentukan HbA
b.
Thalassemia β +
Pada thalassemia β+, masih terdapat mRNA yang
normal dan fungsional namun hanya sedikit sehingga rantai β dapat dihasilkan
dan HbA dapat dibentuk walaupun hanya sedikit.
Sedangkan secara klinis thalassemia dibagi
menjadi 2 golongan, yaitu
a.
Thalasemia Mayor
Terjadi bila kedua orang tuanya membawa gen
pembawa sifat thalasemia. Gejala penyakit muncul sejak awal masa kanak-kanak dan
biasanya penderita hanya bertahan hingga umur sekitar 2 tahun. Penderita
bercirikan :
·
Lemah
·
Pucat
·
Perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur
·
Berat badan kurang
·
Tidak dapat hidup tanpa transfusi transfusi
darah seumur hidupnya.
b.
Thalasemia minor/trait
Gejala yang muncul pada penderita Thalasemia
minor bersifat ringan, biasanya hanya sebagai pembawa sifat. Istilah Thalasemia
trait digunakan untuk orang normal namun dapat mewariskan gen thalassemia pada
anak-anaknya:ditandai oleh splenomegali, anemia berat, bentuk homozigot.
Pada anak yang besar sering dijumpai adanya:
·
Gizi buruk
·
Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati
yang mudah diraba
· Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa
dan hati (Hepatomegali), Limpa yang besar ini mudah ruptur karena trauma ringan saja
Gejala khas adalah:
·
Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek,
tanpa pangkal hidung, jarak antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar.
·
Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering
ditransfusi, kulitnya menjadi kelabu karena penimbunan besi
F. Komplikasi
Berikut ini adalah beberapa komplikasi yang
dapat terjadi pada penderita thalassemia.
1.
Komplikasi
Jantung
Kerusakan jantung akibat terlalu banyak zat
besi dapat menyebabkan penurunan kekuatan pompa jantung, gagal jantung, aritmia atau
detak jantung yang tidak beraturan, dan terkumpulnya cairan di jaringan
jantung.
Ada beberapa pemeriksaan rutin yang harus
dilakukan penderita thalasemia beta mayor, yaitu pemeriksaan tiap enam bulan
sekali untuk memeriksa fungsi jantung, dan setahun sekali pemeriksaan
menyeluruh untuk memeriksa konduksi aliran listrik jantung menggunakan electrocardiogram oleh dokter spesialis jantung.
Perawatan untuk meningkatkan fungsi jantung
dapat dilakukan dengan terapi khelasi yang lebih menyeluruh dan mengonsumsi
obat penghambat enzim konversi angiotensin.
2.
Komplikasi pada Tulang
Sumsum tulang akan berkembang dan memengaruhi
tulang akibat tubuh kekuerangan sel darah merah yang sehat. Komplikasi tulang
yang dapat terjadi adalah sebagai berikut:
·
Nyeri persendian dan tulang
·
Osteoporosis
·
Kelainan bentuk tulang
·
Risiko patah tulang meningkat jika kepadatan
tulang menjadi rendah.
3.
Pembesaran
Limpa (Splenomegali)
Pembesaran limpa terjadi karena limpa sulit
untuk mendaur ulang sel darah yang memiliki bentuk tidak normal dan berakibat
kepada meningkatnya jumlah darah yang ada di dalam limpa, membuat limpa tumbuh
lebih besar.
Transfusi darah yang bertujuan meningkatkan
sel darah yang sehat akan menjadi tidak efektif jika limpa telah membesar dan
menjadi terlalu aktif, serta mulai menghancurkan sel darah yang sehat. Splenectomy atau operasi pengangkatan limpa
merupakan satu-satunya cara untuk mengatasi masalah ini.
Vaksinasi untuk mengatasi potensi infeksi
yang serius, seperti flu dan meningitis, disarankan untuk dilakukan jika anak
Anda telah melakukan operasi pengangkatan limpa, hal ini dikarenakan limpa
berperan dalam melawan infeksi. Segera temui dokter jika anak Anda memiliki
gejala infeksi, seperti nyeri otot dan demam, karena bisa
berakibat fatal.
4.
Komplikasi pada Hati
Kerusakan hati akibat terlalu banyak zat besi
dapat menyebabkan terjadinya beberapa hal, seperti fibrosis atau pembesaran
hati, sirosis hati atau penyakit degeneratif kronis di mana sel-sel hati normal
menjadi rusak, lalu digantikan oleh jaringan parut, serta hepatitis. Oleh
karena itu, penderita thalassemia dianjurkan untuk memeriksa fungsi hati tiap
tiga bulan sekali.
Pencegahan infeksi hati dapat dilakukan
dengan mengonsumsi obat antivirus, sedangkan mencegah kerusakan hati yang lebih
parah dapat dilakukan terapi khelasi.
5.
Komplikasi pada Kelenjar Hormon
Sistem hormon diatur oleh kelenjar pituitari
yang sangat sensitif terhadap zat besi. Para penderita thalassemia beta mayor,
walaupun telah melakukan terapi khelasi, dapat mengalami gangguan sistem
hormon.Perawatan dengan terapi pergantian hormon mungkin diperlukan untuk
mengatasi pertumbuhan dan masa pubertas yang terhambat akibat kelenjar
pituitari yang rusak. Ada beberapa komplikasi pada kelenjar hormon yang dapat
terjadi usai pubertas seperti berikut ini:
·
Kelenjar tiroid – hipertiroidisme atau hipotiroidisme
·
Pankreas – diabetes
Pemeriksaan dengan mengukur berat dan tinggi
badan harus dilakukan anak-anak penderita thalassemia tiap enam bulan sekali
untuk mengukur pertumbuhannya. Sementara itu, pemeriksaan pertumbuhan pada para
remaja yang sudah memasuki masa pubertas dilakukan tiap satu tahun sekali.
G. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis
untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening test dan definitive test.
1.
Screening test
Di
daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai gangguan
Thalassemia (Wiwanitkit, 2007).
a.
Interpretasi
apusan darah
Dengan
apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada kebanyakkan
Thalassemia kecuali Thalassemia α silent
carrier. Pemeriksaan apusan darah rutin dapat membawa kepada diagnosis
Thalassemia tetapi kurang berguna untuk skrining.
b.
Pemeriksaan osmotic fragility (OF)
Pemeriksaan
ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit. Secara dasarnya resistan
eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida dikurangkan dikira.
Studi yang dilakukan menemui probabilitas formasi pori-pori pada membran yang
regang bervariasi mengikut order ini: Thalassemia < kontrol <
spherositosis (Maureen,1999). Studi OF berkaitan kegunaan sebagai alat diagnostik
telah dilakukan dan berdasarkan satu penelitian di Thailand, sensitivitinya
adalah 91.47%, spesifikasi 81.60,
false positive rate 18.40% dan false negative rate 8.53% (Maureen,1999).
c.
Indeks
eritrosit
Dengan
bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya dapat mendeteksi
mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai diagnostik. Maka metode
matematika dibangunkan (Maureen, 1999).
d.
Model
matematika
Membedakan
anemia defisiensi besi dari Thalassemia β berdasarkan parameter jumlah
eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah dipropose seperti 0.01 x MCH x
(MCV)², RDW x MCH x (MCV) ²/Hb x 100, MCV/RBC dan MCH/RBC tetapi kebanyakkannya
digunakan untuk membedakan anemia defisiensi besi dengan Thalassemia β
(Maureen, 1999).
Sekiranya
Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang diperoleh sekiranya >13
cenderung ke arah defisiensi besi sedangkan <13 mengarah ke Thalassemia
trait. Pada penderita Thalassemia trait kadar MCV rendah, eritrosit meningkat
dan anemia tidak ada ataupun ringan. Pada anemia defisiensi besi pula MCV
rendah, eritrosit normal ke rendah dan anemia adalah gejala lanjut (Ngastiyah,
1997).
2.
Definitive test
a.
Elektroforesis
hemoglobin
Pemeriksaan
ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di dalam darah. Pada dewasa
konstitusi normal hemoglobin adalah Hb A1 95-98%, Hb A2 2-3%, Hb F 0.8-2% (anak
di bawah 6 bulan kadar ini tinggi sedangkan neonatus bisa mencapai 80%). Nilai
abnormal bisa digunakan untuk diagnosis Thalassemia seperti pada Thalassemia
minor Hb A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%, Thalassemia Hb H: Hb A2 <2% dan
Thalassemia mayor Hb F 10-90%. Pada negara tropikal membangun, elektroporesis
bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S dan Hb J (Wiwanitkit, 2007).
b.
Kromatografi
hemoglobin
Pada
elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan Hb C. Pemeriksaan
menggunakan high performance
liquid chromatography (HPLC) pula membolehkan penghitungan aktual
Hb A2 meskipun terdapat kehadiran Hb C atau Hb E. Metode ini berguna untuk
diagnosa Thalassemia β karena ia bisa mengidentifikasi hemoglobin dan variannya
serta menghitung konsentrasi dengan tepat terutama Hb F dan Hb A2
c.
Molecular diagnosis
Pemeriksaan
ini adalah gold standard dalam
mendiagnosis Thalassemia. Molecular
diagnosis bukan saja dapat menentukan tipe Thalassemia malah dapat
juga menentukan mutasi
yang berlaku
H. Penatalaksanaan
1.
Menurut
(Suriadi, 2001) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain :
1. Pemberian transfusi hingga Hb mencapai
9-10g/dl. Komplikasi dari pemberian transfusi darah yang berlebihan akan
menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi yang disebut hemosiderosis.
Hemosiderosis ini dapat dicegah dengan pemberian deferoxamine (Desferal), yang
berfungsi untuk mengeluarkan besi dari dalam tubuh (iron chelating agent). Deferoxamine diberikan secar
intravena, namun untuk mencegah hospitalisasi yang lama dapat juga diberikan
secara subkutan dalam waktu lebih dari 12 jam.
2. Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi
penekanan pada abdomen dan meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang
berasal dari suplemen (transfusi).
3. Pada thalasemia yang berat diperlukan
transfusi darah rutin dan pemberian tambahan asam folat. Penderita yang
menjalani transfusi, harus menghindari tambahan zat besi dan obat-obat yang
bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa
menyebabkan keracunan. Pada
bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Terapi
genetik masih dalam tahap penelitian.
4. Menurunkan atau mencegah hemosiderosis dengan pemberian parenteral obat
penghelasi besi (iro chelating drugs),
de feroksamin diberikan subkutan dalam jangka 8-12 jam dengan menggunakan pompa
portabel kecil (selamat tidur), 5-6 malam/minggu.
2.
Penatalaksanaan
Perawatan
a.
Perawatan umum : makanan dengan
gizi seimbang
b.
Perawatan khusus :
1.
Transfusi darah diberikan bila kadar Hb rendah sekali (kurang dari 6 gr%) atau
anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.
2.
Splenektomi. Dilakukan pada anak
yang berumur lebih dari 2 tahun dan bila limpa terlalu besar sehingga risiko
terjadinya trauma yang berakibat perdarahan cukup besar.
3.
Pemberian Roborantia, hindari
preparat yang mengandung zat besi.
4.
Pemberian Desferioxamin untuk
menghambat proses hemosiderosis yaitu membantu ekskresi Fe. Untuk mengurangi
absorbsi Fe melalui usus dianjurkan minum teh.
5.
Transplantasi sumsum tulang (bone
marrow) untuk anak yang sudah berumur diatas 16 tahun. Di Indonesia, hal ini
masih sulit dilaksanakan karena biayanya sangat mahal dan sarananya belum
memadai.
3.
Penatalaksanaan
Pengobatan
a.
Penderita thalassemia akan
mengalami anemia sehingga selalu membutuhkan transfusi darah seumur hidupnya.
Jika tidak, maka akan terjadi kompensasi tubuh untuk membentuk sel darah merah.
Organ tubuh bekerja lebih keras sehingga terjadilah pembesaran jantung,
pembesaran limpa, pembesaran hati, penipisian tulang-tulang panjang, yang
akirnya dapat mengakibakan gagal jantung, perut membuncit, dan bentuk tulang
wajah berubah dan sering disertai patah tulang disertai trauma ringan.
b.
Akibat transfusi yang berulang
mengakibatkan penumpukan besi pada organ-organ tubuh. Yang terlihat dari luar
kulit menjadi kehitaman , sementara penumpukan besi di dalam tubuh umumnya
terjadi pada jantung, kelenjar endokrin, sehingga dapat megakibatkan gagal
jantung, pubertas terlambat, tidak menstruasi, pertumbuhan pendek, bahkan tidak
dapat mempunyai keturunan.
c.
Akibat transfusi yang berulang,
kemungkinan tertular penyakit hepatitis B, hepatitis C, dan HIV cenderung
besar. Ini
yang terkadang membuat anak thalassemia menjadi rendah diri.
d.
Karena thalassemia merupakan penyakit genetik, maka jika
dua orang pembawa sifat thalassemia menikah, mereka mempunyai kemungkinan 25%
anak normal/ sehat, 50% anak pembawa sifat/ thalassemia minor, dan 25% anak
sakit thalassemia mayor.
4.
Penatalaksanaan
Pencegahan.
a.
Pencegahan primer
penyuluhan sebelum perkawinan
(marriage counselling) untuk mencegah perkawinan diantara pasien Thalasemia
agar tidak mendapatkan keturunan yang homozigot. Perkawinan antara 2
hetarozigot (carrier) menghasilkan keturunan : 25 % Thalasemia (homozigot), 50
% carrier (heterozigot) dan 25 normal.
b.
Pencegahan sekunder
Pencegahan kelahiran bagi
homozigot dari pasangan suami istri dengan Thalasemia heterozigot salah satu
jalan keluar adalah inseminasi buatan dengan sperma berasal dari donor yang
bebas dan Thalasemia troit. Kelahiran kasus homozigot terhindari, tetapi 50 %
dari anak yang lahir adalah carrier, sedangkan 50% lainnya normal.
Diagnosis prenatal melalui
pemeriksaan DNA cairan amnion merupakan suatu kemajuan dan digunakan untuk
mendiagnosis kasus homozigot intra-uterin sehingga dapat dipertimbangkan
tindakan abortus provokotus (Soeparman dkk, 1996).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Talasemia merupakan penyakit anemia hemalitik dimana
terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur
eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari).
Penyakit thalassemia
disebabkan oleh adanya kelainan/perubahan/ mutasi pada gen globin alpha atau
gen globin beta sehingga produksi rantai globin tersebut berkurang atau tidak
ada. Didalam sumsum tulang mutasi thalasemia menghambat pematangan sel darah
merah sehingga eritropoiesis dan mengakibatkan anemia berat. Akibatnya produksi
Hb berkurang dan sel darah merah mudah sekali rusak atau umurnya lebih pendek
dari sel darah normal (120 hari).
Komplikasi dari penyakit
thalasemia dapat menyebabkan Komplikasi Jantung, Komplikasi pada Tulang,
Pembesaran Limpa (Splenomegali), Komplikasi pada Hati dan Komplikasi pada
Kelenjar Hormon.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E.
(2000). Rencana Asuhan Keperawatan edisi
3. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hoffbrand. A.V &
Petit,J.E. (2006). Kapita Selekta
Hematologi . Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Kliegman Behrman. (20012). Ilmu Keperawatan Anak edisi 15, Alih Bahasa Indonesia, A.Samik Wahab.
Jakarta : penerbit Buku Kedokteran EGC
Mansjoer, Arif, Dkk.
(2000). Kapita Selekta kedokteran Edisi 3
Jilid 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Maureen Okam, M.D (Harvard
Media School). (1999). Thalassemia
Information. Jakarta :Penerbit Buku Kedokteran EGC
Muscari,Mary E.(2005). Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Ngastiyah .(1997). Perawatan Anak Sakit Edisi 1 . Jakarta
: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Nurarif,Amin Huda Dan
Hardhi Kusuma. (2013) . Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda Nic Noc Jilid 2.
Yogyakarta : MediaCtion Publishing
Schwartz,M.William. (2005).
Pedoman Klinis Pediatri,Alih Bahasa Brahm
U Pandit. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Soeparman,Sarwono w.
(1996). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Suriadi S.kep dan Yuliana
Rita S.kep. (2001) Asuhan Keperawatan
Anak, Edisi 1. Jakarta : PT. Fajar Interpratama
Thalassemia itu penyakit keturunan yang membutuhkan transfusi darah rutin dan dampak buruk nya liver dan limpah nya membengkak akibat transfusi terus menerus. Saran saya agar kondisi pasien agar tidak semakin buruk kondisi liver dan limpah nya apa lagi kalau sampai harus oprasi pengangkatan limpah tentu itu sangat miris... Saran saya agar tidak semakin buruk kondisi organ tubuh nya alangkah baiknya coba saudara konsultasikan dengan dokter yusuf dan minta obat tr baik beliau agar kondisi organ tubuh nya tidak semakin buruk nantinya akibat rutinitas transfusi darah. Jadi selebih nya coba konsultasikan dengan dokter yusuf ini nomor beliau bila saudara Ingin brobat dengan beliau 0853-6167-52-32 dokter yusuf
ReplyDelete