Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal

Image
  Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal sangat penting untuk mencapai hasil yang optimal. Berikut ini adalah beberapa contoh upaya kolaboratif yang dapat dilakukan: 1.       Kolaborasi antara tenaga medis dan bidan: Tim medis yang terdiri dari dokter, perawat, dan bidan dapat bekerja sama untuk memberikan pelayanan kesehatan yang holistik kepada ibu hamil dan bayi yang akan lahir. Dengan saling berbagi pengetahuan dan keterampilan, mereka dapat meningkatkan pemantauan kehamilan, memberikan perawatan prenatal yang tepat, dan menangani komplikasi saat melahirkan. 2.       Kemitraan antara lembaga kesehatan dan masyarakat: Kolaborasi antara fasilitas kesehatan, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat lokal dapat membantu meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan maternal dan perinatal. Misalnya, mengadakan kampanye penyuluhan dan program edukasi di komunitas mengenai perawa

MAKALAH THALASEMIA


MAKALAH THALASEMIA


Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang diwariskan oleh orangtua kepada anak. Thalasemia mempengaruhi kemampuan dalam menghasilkan hemoglobin yang berakibat pada penyakit anemia.
 
BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Thalasemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut. Yang dimaksud dengan laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini pertama kali dikenal di daerah sekitar Laut Tengah. Penyakit ini pertama sekali ditemukan oleh seorang dokter di Detroit USA yang bernama Thomas . Thalasemia adalah penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari). ( Williams, 2005)
Gen thalasemia sangat luas tersebar, dan kelainan ini diyakini merupakan penyakit genetik manusia yang paling prevalen. Distribusi utama meliputi daerah- daerah perbatasan Laut Mediterania, sebagian besar Afrika, timur tengah, sub benua India, dan Asia Tenggara. Dari 3 % sampai 8 % orang Amerika keturunan Italia atau Yunani dan 0,5% dari kulit hitam Amerika membawa gen untuk thalasemia β. Dibeberapa daerah Asia Tenggara sebanyak 40% dari populasi mempunyai satu atau lebih gen thalasemia. (Kliegam,2012).
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang diwariskan oleh orangtua kepada anak. Thalasemia mempengaruhi kemampuan dalam menghasilkan hemoglobin yang berakibat pada penyakit anemia. Hemoglobin adalah suatu protein dalam sel darah merah yang mengangkut oksigen dan nutrisi lainnya ke sel-sel lainnya dalam tubuh. Sekitar 100.000 bayi di seluruh dunia terlahir dengan jenis thalasemia berbahaya setiap tahunnya.(Kliegam,2012)
Ada dua jenis thalassemia yaitu alpha dan beta. Kedua jenis thalassemia ini diwariskan dengan cara yang sama. Penyakit ini diturunkan oleh orangtua yang memiliki mutated gen atau gen mutasi thalasemia. Seorang anak yang mewarisi satu gen mutasi disebut pembawa atau carrier, atau yang disebut juga dengan thalassemia trait (sifat thalassemia). Kebanyakan pembawa ini hidup normal dan sehat. Anak yang mewarisi dua sifat gen, di mana satu dariibu dan satu dari ayah, akan mempunyai penyakit thalassemia. Jika baik ibu maupun ayah adalah pembawa, kemungkinan anak mewarisi dua sifat gen.(Williams,2005)
dengan kata lain mempunyai penyakit thalasemia, adalah sebesar 25 persen. Anak dari pasangan pembawa juga mempunyai 50 persen kemungkinan lahir sebagai pembawa. Jenis paling berbahaya dari alpha thalassemia yang terutama menimpa keturunan Asia Tenggara, Cina dan Filipina menyebabkan kematian pada jabang bayi atau bayi baru lahir. Sementara itu, anak yang mewarisi dua gen mutasi beta thalassemia akan menderita penyakit beta thalassemia. (Williams,2005)
Anak ini memiliki penyakit thalasemia ringan yang disebut dengan thalassemia intermedia yang menyebabkan anemia ringan sehingga si anak tidak memerlukan transfusi darah. Jenis thalassemia yang lebih berat adalah thalassemia major atau disebut juga dengan Cooley's Anemia. Penderita penyakit ini memerlukan transfusi darah dan perawatan yang intensif. Anak-anak yang menderita thalassemia major mulai menunjukkan gejala-gejala penyakit ini pada usia dua tahun pertama. Anak-anak ini terlihat pucat, lesu dan mempunyai nafsu makan rendah, sehingga menyebabkan pertumbuhannya terlambat.
Oleh karena itu kami merasa perlu untuk lebih meningkatkan asuhan keperawatan pada anak thalasemia,karena anak yang terkena thalasemia bukan hanya mengalami gangguan hematologi tetapi juga gangguan imunitas, sehingga perlu mendapatkan perhatian khusus agar anak tidak mengalami gangguan tumbuh kembang.

B.      Rumusan Masalah
1.    Apa definisi thalasemia ?
2.   Apa etiologi thalasemia ?
3.   Bagaimana patofisiologi thalasemia?
4.   Bagaimana manifestasi klinis thalasemia ?
5.    Apa saja Klasifikasi thalasemia ?
6.   Apa saja komplikasi pada thalasemia ?
7.    Apa saja pemeriksaan penunjang pada thalasemia ?
8.   Bagaimana penatalaksanaan thalasemia ?
9.   Bagaimana Asuhan Keperawatan pasien thalasemia ?

C.      Tujuan Penulisan
1.    Tujuan Umum
Mampu menjelaskan dan melaksanakan asuhan keperawatan anak pada anak yang menderita thalasemia
2.   Tujuan Khusus
a.    Mampu menjelaskan konsep klinis thalasemia
b.   Mampu melakukan pengkajian pada anak yang menderita thalasemia
c.    Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada anak yang menderita thalasemia
d.   Mampu membuat intervensi pada anak yang menderita thalasemia
e.    Mampu melakukan tindakan keperawatan pada pasien thalasemia
f.     Mampu melakukan evaluasi tindakan keperawatan pada pasien thalasemia




BAB II
PEMBAHASAN

A.      Definisi Thalasemia
Talasemia merupakan penyakit anemia hemalitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari). (Ngastiyah, 1997 )
Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif. (Mansjoer, 2000 )
Thalasemia merupakan kelompok kelainan genetik heterogen yang timbul akibat berkurangnya kecepatan sintesis rantai alpha atau beta (Hoffbrand dkk, 2006).
Talasemia adalah suatu golongan darah yang diturunkan ditandai oleh defisiensi produksi rantai globin pada hemoglobin. (Suriadi, 2001 )
Talasemia merupakan kelompok gangguan darah yang diwariskan, dkdikarakteristikan dengan defisiensi sintetis rantai globulin spesifik molekul hemoglobin(Muscari, 2005)
Talasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan masuk kedalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkanoleh gangguan system hemoglobin akibat mutasi didalam atau dekat gen globin (Nurarif, 2013 )
Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan di tandai oleh defisiensi produk rantai globin pada hemoglobin (Suriadi danYuliani, 2010).
Thalasemia(anemia Cooley atau Mediterania) merupakan anemia yang relatif umum terjadi, dimana jumlah globin yang diproduksi tidak cukup untuk mengatasi sel-sel darah merah. (Kliegman,2012).

B.      Etiologi
Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik (Suriadi, 2001). Thalassemia bukan penyakit menular melainkan penyakit yang diturunkan secara genetik dan resesif. Penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen globin beta yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu ditemukan berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan salah satu komponen pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin beta yang mengalami kelainan disebut pembawa sifat thalassemia-beta.
Seorang pembawa sifat thalassemia tampak normal/sehat, sebab masih mempunyai 1 belah gen dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik). Seorang pembawa sifat thalassemia jarang memerlukan pengobatan. Bila kelainan gen globin terjadi pada kedua kromosom, dinamakan penderita thalassemia (Homozigot/Mayor). Kedua belah gen yang sakit tersebut berasal dari kedua orang tua yang masing-masing membawa sifat thalassemia. Pada proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta dari ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya.
Bila kedua orang tuanya masing-masing pembawa sifat thalassemia maka pada setiap pembuahan akan terdapat beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama si anak mendapatkan gen globin beta yang berubah (gen thalassemia) dari bapak dan ibunya maka anak akan menderita thalassemia. Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah gen thalassemia dari ibu atau ayah maka anak hanya membawa penyakit ini. Kemungkinan lain adalah anak mendapatkan gen globin beta normal dari kedua orang tuanya.
Sedangkan menurut (Suriadi, 2001) Penyakit thalassemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat ditularkan.banyak diturunkan oleh pasangan suami isteri yang mengidap thalassemia dalam sel – selnya/ Faktor genetik.Jika kedua orang tua tidak menderita Thalassaemia trait/pembawasifat Thalassaemia, maka tidak mungkin mereka menurunkan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia atau Thalassaemia mayor kepada anak-anak mereka. Semua anak-anak mereka akan mempunyai darah yang normal.
Apabila salah seorang dari orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia sedangkan yang lainnya tidak, maka satu dibanding dua (50%) kemungkinannya bahwa setiap anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia, tidak seorang diantara anak-anak mereka akan menderita Thalassaemia mayor. Orang dengan Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia adalah sehat, mereka dapat menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut kepada anak-anaknya tanpa ada yang mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada di kalangan keluarga mereka.
Apabila kedua orang tua menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia, maka anak-anak mereka mungkin akan menderita Thalassaemia trait/pembawa sifat Thalassaemia atau mungkin juga memiliki darah yang normal, atau mereka mungkin juga menderita Thalassaemia mayor.(hoffbrand dkk,2006)

Menurut Williams (2005) penyebab thalasemia adalah
1.       Gangguan resesif autosomal yang diturunkan
2.      Gangguan herediter yang disebabkan kelainan sistem rantai beta dan rantai alfa globin

C.      Patofisiologi
Penyakit thalassemia disebabkan oleh adanya kelainan/perubahan/mutasi pada gen globin alpha atau gen globin beta sehingga produksi rantai globin tersebut berkurang atau tidak ada. Didalam sumsum tulang mutasi thalasemia menghambat pematangan sel darah merah sehingga eritropoiesis dan mengakibatkan anemia berat. Akibatnya produksi Hb berkurang dan sel darah merah mudah sekali rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). (Kliegman,2012)
Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan polipeptida rantai alpa dan dua rantai beta. Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kekurangan rantai beta dalam molekul hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan ertrosit membawa oksigen. Ada suatu kompensator yang meningkat dalam rantai alpa, tetapi rantai beta memproduksi secara terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defictive. Ketidak seimbangan polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.
Kelebihan pada rantai alpa ditemukan pada talasemia beta dan kelebihan rantai beta dan gama ditemukan pada talasemia alpa. Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil badan heint, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC diluar menjadi eritropik aktif. Kompensator produksi RBC secara terus menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC,menimbulkan tidak edukatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan edstruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau rapuh. (Suriadi, 2001 )
Pada talasemia letak salah satu asam amino rantai polipre tidak berbeda urutannya/ditukar dengan jenis asam amino lain. Perubahan susunan asam amino tersebut. Bisa terjadi pada ke-4 rantai poliper Hb-A, sedangkan kelainan pada rantai alpha dapat menyebabkan kelainan ketiga Hb yaitu Hb-A, Hb-A2 dan Hb-F. (Suriadi,2001)

D.     Manifestasi Klinis
Semua jenis talasemia memiliki gejala yang mirip tetapi beratnya bervariasi. Sebagaian besar mengalami gangguan anemia ringan.
1.    Thalasemia minor (thalasemia heterogen) umumnya hanya memiliki gejala berupa anemia ringan sampai sedang dan mungkin bersifat asimtomatik dan sering tidak terdeteksi.
2.    Thalasemia mayor, umumnya menampakkan manifestasi klinis pada usia 6 bulan, setelah efek Hb 7 menghilang.
a.      Tanda awal adalah awitan mendadak, anemia, demam yang tidak dapat dijelaskan, cara makan yang buruk, penurunan BB dan pembesaran limpa.
b.      Tanda lanjut adalah hipoksia kronis; kerusakan hati, limpa, jantung, pankreas, kelenjar limphe akibat hemokromotosis, ikterus ringan atau warna kulit mengkilap, kranial tebal dengan pipi menonjol dan hidung datar; retardasi pertumbuhan; dan keterlambatan perkembangan seksual.
3.    Komplikasi jangka panjang sebagai akibat dari hemokromatosis dengan kerusakan sel resultan yang mengakibatkan :
a.         Splenomegali
b.        Komplikasi skeletal, seperti menebalan tulang kranial, pembesaran kepala, tulang wajah menonjol, maloklusi gigi, dan rentan terhadap fraktur spontan.
c.          Komplikasi jantung, seperti aritmia, perikarditis, CHF dan fibrosis serat otot jantung.
d.        Penyakit kandung empedu, termasuk batu empedu.
e.          Pembesaran hepar dan berlanjut menjadi sirosis hepatis.
f.           Perubahan kulit, seperti ikrerus dan pragmentasi coklat akibat defisit zat besi.
g.         Retardasi pertumbuhan dan komplikasi endokrin.
4.   Gejala lain pada penderita Thalasemia adalah jantung mudah berdebar-debar. Hal ini karena oksigen yang dibawah tersebut kurang, maka jantung juga akan beusaha bekerja lebih keras sehingga jantung penderita akan mudah berdebar-debar, lama-kelamaan jantung akan bekerja lebih keras sehingga lebih cepat lelah. Sehingga terjadi lemah jantung, limfa penderita bisa menjadi besar karena penghancuran darah terjadi di sana, selain itu sumsum tulang juga bekerja lebih keras karena berusaha mengkompensasi kekurangan Hb, sehingga tulang menjadi tipis dan rapuh sehingga mudah rapuh. Jika ini terjadi pada muka (tulang hidung maka wajah akan berubah bentuk, batang hidung akan hilang/ melesak ke dalam (fasise cookey) ini merupakan salah satu tanda khas penderita thalasemia.(hoffbrand dkk,2006)

Secara klinis Thalasemia dapat dibagi dalam beberapa tingkatan sesuai beratnya gejala klinis(Doenges,2000) :
1.    mayor, intermedia dan minor atau troit (pembawa sifat). Batas diantara tingkatan tersebut sering tidak jelas. Anemia berat menjadi nyata pada umur 3 – 6 bulan setelah lahir dan tidak dapat hidup tanpa ditransfusi.
2.    Pembesaran hati dan limpa terjadi karena penghancuran sel darah merah berlebihan, haemopoesis ekstra modular dan kelebihan beban besi. Limpa yang membesar meningkatkan kebutuhan darah dengan menambah penghancuran sel darah merah dan pemusatan (pooling) dan dengan menyebabkan pertambahan volume plasma.
3.    Perubahan pada tulang karena hiperaktivitas sumsum merah berupa deformitas dan fraktur spontan, terutama kasus yang tidak atau kurang mendapat transfusi darah. Deformitas tulang, disamping mengakibatkan muka mongoloid, dapat menyebabkan pertumbuhan berlebihan tulang prontal dan zigomatin serta maksila. Pertumbuhan gigi biasanya buruk.
4.    Gejala lain yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembangan fisik tidak sesuai umur, berat badan kurang, perut membuncit. Jika pasien tidak sering mendapat transfusi darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan besi dalam jaringan kulit.
5.    Keadaan klinisnya lebih baik dan gejala lebih ringan dari pada Thalasemia mayor, anemia sedang (hemoglobin 7 – 10,0 g/dl)
Gejala deformitas tulang, hepatomegali dan splenomegali, eritropoesis ekstra medular dan gambaran kelebihan beban besi nampak pada masa dewasa.
6.    Umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas, ditandai oleh anemia mikrositin, bentuk heterozigot tetapi tanpa anemia atau anemia ringan.
·         Thalasemia mayor (Thalasemia homozigot)
·         Thalasemia intermedia
·         Thalasemia minor atau troit ( pembawa sifat)
7.    Pada hapusan darah tepi di dapatkan gambaran hipokrom mikrositik, anisositosis, polklilositosis dan adanya sel target (fragmentasi dan banyak sel normoblas).
8.   Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum terhadap besi (IBC) menjadi rendah dan dapat mencapai nol
Elektroforesis hemoglobin memperlihatkan tingginya HbF lebih dari 30%, kadang ditemukan juga hemoglobin patologik. Di Indonesia kira-kira 45% pasien Thalasemia juga mempunyai HbE maupun HbS.
9.   Kadar bilirubin dalam serum meningkat, SGOT dan SGPT dapat meningkat karena kerusakan parankim hati oleh hemosiderosis.
10.              Penyelidikan sintesis alfa/beta terhadap refikulosit sirkulasi memperlihatkan peningkatan nyata ratio alfa/beta yakni berkurangnya atau tidak adanya sintetis rantai beta.

E.    Klasifikasi Thalasemia
1.       Thalassemia α (gangguan pembentukan rantai α)
Sindrom thalassemia α disebabkan oleh delesi pada gen α  globin pada kromosom 16 (terdapat 2 gen α globin pada tiap kromosom 16) dan nondelesi seperti gangguan mRNA pada penyambungan gen yang menyebabkan rantai menjadi lebih panjang dari kondisi normal.
Faktor delesi terhadap empat gen α globin dapat dibagi menjadi empat, yaitu:
a.    Delesi pada satu rantai α (Silent Carrier/ α -Thalasemia Trait 2)
Gangguan pada satu rantai globin _ sedangkan tiga lokus globin yang ada masih bisa menjalankan fungsi normal sehingga tidak terlihat gejala-gejala bila ia terkena thalasemia.
b.    Delesi pada dua rantai α (α -Thalassemia Trait 1)
Pada tingkatan ini terjadi penurunan dari HbA2 dan peningkatan dari HbH dan terjadi manifestasi klinis ringan seperti anemia kronis yang ringan dengan eritrosit hipokromik mikrositer dan MCV(mean corpuscular volume) 60-75 fl.
c.    Delesi pada tiga rantai α (HbH disease)
Delesi ini disebut juga sebagai HbH disease (β4) yang disertai anemia hipokromik mikrositer, basophylic stippling, heinz bodies, dan retikulositosis. HbH terbentuk dalam jumlah banyak karena tidak terbentuknya rantai α sehingga rantai β tidak memiliki pasangan dan kemudian membentuk tetramer dari rantai β sendiri (β 4). Dengan banyak terbentuk HbH, maka HbH dapat mengalami presipitasi dalam eritrosit sehingga dengan mudah eritrosit dapat dihancurkan. Penderita dapat tumbuh sampai dewasa dengan anemia sedang (Hb 8-10 g/dl) dan MCV(mean corpuscular volume) 60-70 fl.
d.    Delesi pada empat rantai α (Hidrops fetalis/Thalassemia major)
Delesi ini dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat banyak Hb Barts (γ4) yang disebabkan juga karena tidak terbentuknya rantai γ sehingga rantai γ membentuk tetramer sendiri menjadi γ4. Manifestasi klinis dapat berupa ikterus, hepatosplenomegali, dan janin yang sangat anemis. Kadar Hb hanya 6 g/dl dan pada elektroforesis Hb menunjukkan 80-90% Hb Barts, sedikit HbH, dan tidak dijumpai HbA atau HbF. Biasanya bayi yang mengalami kelainan ini akan   beberapa jam setelah kelahirannya.
2.      Thalassemia β (gangguan pembentukan rantai β)
Thalassemia - β disebabkan oleh mutasi pada gen β globin pada sisi pendek kromosom 11.
a.    Thalassemia β o
Pada thalassemia βo, tidak ada mRNA yang mengkode rantai β sehingga tidak dihasilkan rantai β yang berfungsi dalam pembentukan HbA
b.      Thalassemia β +
Pada thalassemia β+, masih terdapat mRNA yang normal dan fungsional namun hanya sedikit sehingga rantai β dapat dihasilkan dan HbA dapat dibentuk walaupun hanya sedikit.

Sedangkan secara klinis thalassemia dibagi menjadi 2 golongan, yaitu
a.      Thalasemia Mayor
Terjadi bila kedua orang tuanya membawa gen pembawa sifat thalasemia. Gejala penyakit muncul sejak awal masa kanak-kanak dan biasanya penderita hanya bertahan hingga umur sekitar 2 tahun. Penderita bercirikan :
·         Lemah
·         Pucat
·         Perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur
·         Berat badan kurang
·         Tidak dapat hidup tanpa transfusi transfusi darah seumur hidupnya.
b.      Thalasemia minor/trait
Gejala yang muncul pada penderita Thalasemia minor bersifat ringan, biasanya hanya sebagai pembawa sifat. Istilah Thalasemia trait digunakan untuk orang normal namun dapat mewariskan gen thalassemia pada anak-anaknya:ditandai oleh splenomegali, anemia berat, bentuk homozigot.
Pada anak yang besar sering dijumpai adanya:
·         Gizi buruk
·         Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba
·    Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan hati (Hepatomegali), Limpa yang besar ini mudah ruptur  karena trauma ringan saja

Gejala khas adalah:
·         Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa pangkal hidung, jarak antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar.
·         Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi, kulitnya menjadi kelabu karena penimbunan besi

F.      Komplikasi
Berikut ini adalah beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita thalassemia.
1.    Komplikasi Jantung
Kerusakan jantung akibat terlalu banyak zat besi dapat menyebabkan penurunan kekuatan pompa jantung, gagal jantung, aritmia atau detak jantung yang tidak beraturan, dan terkumpulnya cairan di jaringan jantung.
Ada beberapa pemeriksaan rutin yang harus dilakukan penderita thalasemia beta mayor, yaitu pemeriksaan tiap enam bulan sekali untuk memeriksa fungsi jantung, dan setahun sekali pemeriksaan menyeluruh untuk memeriksa konduksi aliran listrik jantung menggunakan electrocardiogram oleh dokter spesialis jantung.
Perawatan untuk meningkatkan fungsi jantung dapat dilakukan dengan terapi khelasi yang lebih menyeluruh dan mengonsumsi obat penghambat enzim konversi angiotensin.
2.    Komplikasi pada Tulang
Sumsum tulang akan berkembang dan memengaruhi tulang akibat tubuh kekuerangan sel darah merah yang sehat. Komplikasi tulang yang dapat terjadi adalah sebagai berikut:
·         Nyeri persendian dan tulang
·         Osteoporosis
·         Kelainan bentuk tulang
·         Risiko patah tulang meningkat jika kepadatan tulang menjadi rendah.

3.    Pembesaran Limpa (Splenomegali)
Pembesaran limpa terjadi karena limpa sulit untuk mendaur ulang sel darah yang memiliki bentuk tidak normal dan berakibat kepada meningkatnya jumlah darah yang ada di dalam limpa, membuat limpa tumbuh lebih besar.
Transfusi darah yang bertujuan meningkatkan sel darah yang sehat akan menjadi tidak efektif jika limpa telah membesar dan menjadi terlalu aktif, serta mulai menghancurkan sel darah yang sehat. Splenectomy atau operasi pengangkatan limpa merupakan satu-satunya cara untuk mengatasi masalah ini.
Vaksinasi untuk mengatasi potensi infeksi yang serius, seperti flu dan meningitis, disarankan untuk dilakukan jika anak Anda telah melakukan operasi pengangkatan limpa, hal ini dikarenakan limpa berperan dalam melawan infeksi. Segera temui dokter jika anak Anda memiliki gejala infeksi, seperti nyeri otot dan demam, karena bisa berakibat fatal.
4.    Komplikasi pada Hati
Kerusakan hati akibat terlalu banyak zat besi dapat menyebabkan terjadinya beberapa hal, seperti fibrosis atau pembesaran hati, sirosis hati atau penyakit degeneratif kronis di mana sel-sel hati normal menjadi rusak, lalu digantikan oleh jaringan parut, serta hepatitis. Oleh karena itu, penderita thalassemia dianjurkan untuk memeriksa fungsi hati tiap tiga bulan sekali.
Pencegahan infeksi hati dapat dilakukan dengan mengonsumsi obat antivirus, sedangkan mencegah kerusakan hati yang lebih parah dapat dilakukan terapi khelasi.
5.    Komplikasi pada Kelenjar Hormon
Sistem hormon diatur oleh kelenjar pituitari yang sangat sensitif terhadap zat besi. Para penderita thalassemia beta mayor, walaupun telah melakukan terapi khelasi, dapat mengalami gangguan sistem hormon.Perawatan dengan terapi pergantian hormon mungkin diperlukan untuk mengatasi pertumbuhan dan masa pubertas yang terhambat akibat kelenjar pituitari yang rusak. Ada beberapa komplikasi pada kelenjar hormon yang dapat terjadi usai pubertas seperti berikut ini:
·         Kelenjar tiroid – hipertiroidisme atau hipotiroidisme
·         Pankreas – diabetes
Pemeriksaan dengan mengukur berat dan tinggi badan harus dilakukan anak-anak penderita thalassemia tiap enam bulan sekali untuk mengukur pertumbuhannya. Sementara itu, pemeriksaan pertumbuhan pada para remaja yang sudah memasuki masa pubertas dilakukan tiap satu tahun sekali.
G.     Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening test dan definitive test.
1.       Screening test
Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai gangguan Thalassemia (Wiwanitkit, 2007).
a.      Interpretasi apusan darah
Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada kebanyakkan Thalassemia kecuali Thalassemia α silent carrier. Pemeriksaan apusan darah rutin dapat membawa kepada diagnosis Thalassemia tetapi kurang berguna untuk skrining.
b.      Pemeriksaan osmotic fragility (OF)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit. Secara dasarnya resistan eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida dikurangkan dikira. Studi yang dilakukan menemui probabilitas formasi pori-pori pada membran yang regang bervariasi mengikut order ini: Thalassemia < kontrol < spherositosis (Maureen,1999). Studi OF berkaitan kegunaan sebagai alat diagnostik telah dilakukan dan berdasarkan satu penelitian di Thailand, sensitivitinya adalah 91.47%, spesifikasi 81.60, false positive rate 18.40% dan false negative rate 8.53% (Maureen,1999).
c.       Indeks eritrosit
Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya dapat mendeteksi mikrositik dan hipokrom serta kurang memberi nilai diagnostik. Maka metode matematika dibangunkan (Maureen, 1999).
d.      Model matematika
Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia β berdasarkan parameter jumlah eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah dipropose seperti 0.01 x MCH x (MCV)², RDW x MCH x (MCV) ²/Hb x 100, MCV/RBC dan MCH/RBC tetapi kebanyakkannya digunakan untuk membedakan anemia defisiensi besi dengan Thalassemia β (Maureen, 1999).
Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang diperoleh sekiranya >13 cenderung ke arah defisiensi besi sedangkan <13 mengarah ke Thalassemia trait. Pada penderita Thalassemia trait kadar MCV rendah, eritrosit meningkat dan anemia tidak ada ataupun ringan. Pada anemia defisiensi besi pula MCV rendah, eritrosit normal ke rendah dan anemia adalah gejala lanjut (Ngastiyah, 1997).
2.      Definitive test
a.      Elektroforesis hemoglobin
Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di dalam darah. Pada dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb A1 95-98%, Hb A2 2-3%, Hb F 0.8-2% (anak di bawah 6 bulan kadar ini tinggi sedangkan neonatus bisa mencapai 80%). Nilai abnormal bisa digunakan untuk diagnosis Thalassemia seperti pada Thalassemia minor Hb A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%, Thalassemia Hb H: Hb A2 <2% dan Thalassemia mayor Hb F 10-90%. Pada negara tropikal membangun, elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S dan Hb J (Wiwanitkit, 2007).
b.      Kromatografi hemoglobin
Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan Hb C. Pemeriksaan menggunakan high performance liquid chromatography (HPLC) pula membolehkan penghitungan aktual Hb A2 meskipun terdapat kehadiran Hb C atau Hb E. Metode ini berguna untuk diagnosa Thalassemia β karena ia bisa mengidentifikasi hemoglobin dan variannya serta menghitung konsentrasi dengan tepat terutama Hb F dan Hb A2
c.       Molecular diagnosis
Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis Thalassemia. Molecular diagnosis bukan saja dapat menentukan tipe Thalassemia malah dapat juga menentukan mutasi yang berlaku



H.    Penatalaksanaan
1.    Menurut (Suriadi, 2001) Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain :
1.   Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari pemberian transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi yang disebut hemosiderosis. Hemosiderosis ini dapat dicegah dengan pemberian deferoxamine (Desferal), yang berfungsi untuk mengeluarkan besi dari dalam tubuh (iron chelating agent). Deferoxamine diberikan secar intravena, namun untuk mencegah hospitalisasi yang lama dapat juga diberikan secara  subkutan dalam waktu lebih dari 12 jam.
2.   Splenectomy : dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan meningkatkan rentang hidup sel darah merah yang berasal dari suplemen (transfusi).
3.   Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi darah rutin dan pemberian tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa menyebabkan keracunan.         Pada bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik masih dalam tahap penelitian.
4.   Menurunkan atau mencegah hemosiderosis dengan pemberian parenteral obat penghelasi besi (iro chelating drugs), de feroksamin diberikan subkutan dalam jangka 8-12 jam dengan menggunakan pompa portabel kecil (selamat tidur), 5-6 malam/minggu.
2.      Penatalaksanaan Perawatan
a.      Perawatan umum : makanan dengan gizi seimbang
b.       Perawatan khusus :
1.    Transfusi darah diberikan bila kadar Hb rendah sekali (kurang dari 6 gr%) atau anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.
2.   Splenektomi. Dilakukan pada anak yang berumur lebih dari 2 tahun dan bila limpa terlalu besar sehingga risiko terjadinya trauma yang berakibat perdarahan cukup besar.
3.   Pemberian Roborantia, hindari preparat yang mengandung zat besi.
4.   Pemberian Desferioxamin untuk menghambat proses hemosiderosis yaitu membantu ekskresi Fe. Untuk mengurangi absorbsi Fe melalui usus dianjurkan minum teh.
5.    Transplantasi sumsum tulang (bone marrow) untuk anak yang sudah berumur diatas 16 tahun. Di Indonesia, hal ini masih sulit dilaksanakan karena biayanya sangat mahal dan sarananya belum memadai.
3.      Penatalaksanaan Pengobatan
a.      Penderita thalassemia akan mengalami anemia sehingga selalu membutuhkan transfusi darah seumur hidupnya. Jika tidak, maka akan terjadi kompensasi tubuh untuk membentuk sel darah merah. Organ tubuh bekerja lebih keras sehingga terjadilah pembesaran jantung, pembesaran limpa, pembesaran hati, penipisian tulang-tulang panjang, yang akirnya dapat mengakibakan gagal jantung, perut membuncit, dan bentuk tulang wajah berubah dan sering disertai patah tulang disertai trauma ringan.
b.      Akibat transfusi yang berulang mengakibatkan penumpukan besi pada organ-organ tubuh. Yang terlihat dari luar kulit menjadi kehitaman , sementara penumpukan besi di dalam tubuh umumnya terjadi pada jantung, kelenjar endokrin, sehingga dapat megakibatkan gagal jantung, pubertas terlambat, tidak menstruasi, pertumbuhan pendek, bahkan tidak dapat mempunyai keturunan.
c.       Akibat transfusi yang berulang, kemungkinan tertular penyakit hepatitis B, hepatitis C, dan HIV cenderung besar. Ini yang terkadang membuat anak thalassemia menjadi rendah diri.
d.      Karena thalassemia merupakan penyakit genetik, maka jika dua orang pembawa sifat thalassemia menikah, mereka mempunyai kemungkinan 25% anak normal/ sehat, 50% anak pembawa sifat/ thalassemia minor, dan 25% anak sakit thalassemia mayor.
4.      Penatalaksanaan Pencegahan.
a.      Pencegahan primer
penyuluhan sebelum perkawinan (marriage counselling) untuk mencegah perkawinan diantara pasien Thalasemia agar tidak mendapatkan keturunan yang homozigot. Perkawinan antara 2 hetarozigot (carrier) menghasilkan keturunan : 25 % Thalasemia (homozigot), 50 % carrier (heterozigot) dan 25 normal.
b.      Pencegahan sekunder
Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami istri dengan Thalasemia heterozigot salah satu jalan keluar adalah inseminasi buatan dengan sperma berasal dari donor yang bebas dan Thalasemia troit. Kelahiran kasus homozigot terhindari, tetapi 50 % dari anak yang lahir adalah carrier, sedangkan 50% lainnya normal.
Diagnosis prenatal melalui pemeriksaan DNA cairan amnion merupakan suatu kemajuan dan digunakan untuk mendiagnosis kasus homozigot intra-uterin sehingga dapat dipertimbangkan tindakan abortus provokotus (Soeparman dkk, 1996).




BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Talasemia merupakan penyakit anemia hemalitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari).
Penyakit thalassemia disebabkan oleh adanya kelainan/perubahan/ mutasi pada gen globin alpha atau gen globin beta sehingga produksi rantai globin tersebut berkurang atau tidak ada. Didalam sumsum tulang mutasi thalasemia menghambat pematangan sel darah merah sehingga eritropoiesis dan mengakibatkan anemia berat. Akibatnya produksi Hb berkurang dan sel darah merah mudah sekali rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari).
Komplikasi dari penyakit thalasemia dapat menyebabkan Komplikasi Jantung, Komplikasi pada Tulang, Pembesaran Limpa (Splenomegali), Komplikasi pada Hati dan Komplikasi pada Kelenjar Hormon.





DAFTAR PUSTAKA


Doenges, Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hoffbrand. A.V & Petit,J.E. (2006). Kapita Selekta Hematologi  . Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Kliegman Behrman. (20012). Ilmu Keperawatan Anak edisi 15,  Alih Bahasa Indonesia, A.Samik Wahab. Jakarta : penerbit Buku Kedokteran EGC
Mansjoer, Arif, Dkk. (2000). Kapita Selekta kedokteran Edisi 3 Jilid 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Maureen Okam, M.D (Harvard Media School). (1999). Thalassemia Information. Jakarta :Penerbit Buku Kedokteran EGC
Muscari,Mary E.(2005). Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Ngastiyah .(1997). Perawatan Anak Sakit Edisi 1 . Jakarta :  Penerbit Buku Kedokteran EGC
Nurarif,Amin Huda Dan Hardhi Kusuma. (2013) . Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda Nic Noc Jilid 2. Yogyakarta : MediaCtion Publishing
Schwartz,M.William. (2005). Pedoman Klinis Pediatri,Alih Bahasa Brahm U Pandit. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Soeparman,Sarwono w. (1996). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Suriadi S.kep dan Yuliana Rita S.kep. (2001) Asuhan Keperawatan Anak, Edisi 1. Jakarta : PT. Fajar Interpratama




Comments

  1. Thalassemia itu penyakit keturunan yang membutuhkan transfusi darah rutin dan dampak buruk nya liver dan limpah nya membengkak akibat transfusi terus menerus. Saran saya agar kondisi pasien agar tidak semakin buruk kondisi liver dan limpah nya apa lagi kalau sampai harus oprasi pengangkatan limpah tentu itu sangat miris... Saran saya agar tidak semakin buruk kondisi organ tubuh nya alangkah baiknya coba saudara konsultasikan dengan dokter yusuf dan minta obat tr baik beliau agar kondisi organ tubuh nya tidak semakin buruk nantinya akibat rutinitas transfusi darah. Jadi selebih nya coba konsultasikan dengan dokter yusuf ini nomor beliau bila saudara Ingin brobat dengan beliau 0853-6167-52-32 dokter yusuf

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Konsep Cairan dan Elektrolit Tubuh

Makalah Konsep Dasar Teori Air Susu Ibu (ASI)