Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal

Image
  Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal sangat penting untuk mencapai hasil yang optimal. Berikut ini adalah beberapa contoh upaya kolaboratif yang dapat dilakukan: 1.       Kolaborasi antara tenaga medis dan bidan: Tim medis yang terdiri dari dokter, perawat, dan bidan dapat bekerja sama untuk memberikan pelayanan kesehatan yang holistik kepada ibu hamil dan bayi yang akan lahir. Dengan saling berbagi pengetahuan dan keterampilan, mereka dapat meningkatkan pemantauan kehamilan, memberikan perawatan prenatal yang tepat, dan menangani komplikasi saat melahirkan. 2.       Kemitraan antara lembaga kesehatan dan masyarakat: Kolaborasi antara fasilitas kesehatan, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat lokal dapat membantu meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan maternal dan perinatal. Misalnya, mengadakan kampanye penyuluhan dan program edukasi di komunitas mengenai perawa

Konsep Teori Imunisasi DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus)


Konsep Teori Imunisasi DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus)

A.    Pengertian Imunisasi DPT
Imunisasi DPT adalah vaksinasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif dalam waktu yang bersamaan terhadap penyakit difteri, pertusis (batuk rejan/batuk seratus hari), dan tetanus. 

DPT merupakan vaksin yang mengandung racun kuman difterin yang telah dihilangkan sifat racunnya, namun masih dapat merangsang pembentukan zat anti (toksoid). imunisasi ini diberikan secara intramuscular.
Di Indonesia, vaksinasi DPT terhadap ketiga penyakit tersebut dipasarkan dalam tiga kemasan, yaitu dalam bentuk kemasan tunggal bagi tetanus, kombinasi DT (difteri dan tetanus), serta kombinasi DPT (difteri, pertusis, dan tetanus).
Vaksin difteria dibuat dari toksin/racun kiuman difteria yang telah dilemahkan atau disebut toksoid. Biasanya, diolah dan dikemas bersama-sama dengan vaksin tetanus dalam bentuk  vaksin DT, atau dengan vaksin tetanus dan pertusis dalam bentuk vaksin DTP. (Mahayu,2014:91).

B.     Fungsi Imunisasi DPT
Imunisasi DPT, bertujuan untuk mencegah 3 penyakit sekaligus, yaitu Difteri, Pertusis, Tetanus. Difteri merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheria.
Difteri bersifat ganas, mudah menular dan menyerang terutama saluran nafas bagian atas. Penularannya bisa karena kontak langsung dengan penderita melalui bersin atau batuk atau kontak tidak langsung  karena adanya makanan yang terkontaminasi bakteri difteri. Penderita akan mengalami beberapa gejala seperti demam lebih kurang 38ÂșC, mual, muntah, sakit waktu menelan dan terdapat pseudomembran putih keabu-abuan di faring, laring atau tonsil, tidak mudah lepas dan mudah berdarah, leher membengkak seperti leher sapi disebabkan karena disertai bunyi (stidor)
Pada pemeriksaan asupan tenggorokan atau hidung terdapat kuman difteri. Pada proses infeksi selanjutnya, bakteri difteri akan menyebarkan racun ke dalam tubuh, sehingga penderita dapat mengalami tekanan darah rendah, hingga efek jangka panjangnya akan terjadi kardiomiopati dan miopati perifer. Cutaneus dari bakteri difteri menimbulkan infeksi sekunder pada kulit penderita.
Difteri disebabkan oleh bakteri yang ditemukan di mulut, tenggorokan dan hidung. Difteri menyebabkan selaput tumbuh di sekitar tenggorokan. Selaput tersebut dapat menyebabkan kesusahan menelan, bernapas, dan bahkan bias mengakibatkan mati lemas. Bakteri menghasilkan racun yang dapat menyebar keseluruh tubuh dan menyebabkan berbagai komplikasi berat seperti kelumpuhan dan gagal jantung. Sekitar 10% penderita difteri akan meninggal akibat penyakit ini. Difteri dapat ditularkan melalui batuk dan bersin oleh orang yang mempunyai penyakit ini.
Pertusis, merupakan penyakit yang dsisebabkan oleh kuman Bordetella Pertussis. Kuman ini mengelusrkan toksin yang menyebabkan ambang rangsang batuk menjadi rendah sehingga bila terjadi sedikit saja rangsangan akan terjadi batuk yang hebat dan lama. Serangan batuk lebih sering pada malam hari, batuk terjadi beruntun pada akhir batuk menarik nafas panjang terdengar suara “hup” (whoop) yang khas, biasanya disertai muntah. Batuk bias mencapai 1-3 bulan, oleh karena itu pertusis disebut juga dengan “batuk seratus hari”. Penularan penyakit ini dapat melalui droplet penderita.
Pada stadium permulaan yang disebut stadium kataralis yang berlangsung 1-2 minggu gejala belum jelas. Penderita menunjukan demam, pilek, batuk yang makin lama makin keras.pada stadium selankutnya disebut stadium paroksismal, baru timbul gejala khas berupa batuk lama atau hebat, didahului dengan menarik napas panjang disertai bunyi “whoop”. Stadium Kataralis ini berlangsung 4-8 minggu. Pada bayi tidak khas “whoop” tidak ada tetapi sering disertai penghentian napas sehingga bayi menjadi biru. Akibat batuk yang  berat dapat terjadi perdarahan selaput lendir mata (conjungtiva) atau pembengkakan disekitar mata (oedema periorbital). Pada pemeriksaan laboratorium apusan lendir
Batuk rejan dalah penyakit yang menyerang saluran udara dan prnapasan dan sangat mudah menular. Penyakit ini menyebabkan serangan batuk parah yang berkepanjangan. Diantara serangan batuk ini, anak akan megap-megap untuk bernapas. Serangan batuk seringkali diikuti oleh muntah-muntah dan serangan batuk dapat berlangsung berbulan-bulan.
Dampak batuk rejan bagi bayi berusia 12 bulan ke bawah dan seringkali memerlukan rawat inap di rumah sakit. Batuk rejan dapat mengakibatkan komplikasi seperti pendarahan, kejang-kejang, radang paru-paru, koma, pembengkakan otak, kerusakan otak permanen, dan kerusakan paru-paru jangka panjang. Sekitar satu dari 200 anak di bawah usia enam bulan yang terkena batuk rejan akan meninggal. Batuk rejan dapat ditularkan melalui batuk dan bersin oleh orang yang terkena penyakit ini.
Tetanus merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi kuman Clostridium tetani. Kuman ini bersifat anareob, sehingga dapat hidup pada lingkungan yang tidak terdapat zat asam (oksigen). Tetanus dapat menyerang bayi, anak-anak bahkan orang dewasa. Pada bayi penularan disebabkan karena pemotongan tali pusat tanpa alat yang seteril atau dengan cara tradisional dimana alat pemotong dibubuhi ramuan tradisisonal yang terkontaminasi spora kuman tetanus. Pada anak-anak atau orang dewasa bisa terinfeksi karena luka yang kotor atau luka terkontaminasi spora kuman tetanus. Kuman ini paling banyak terdapat pada usus kuda berbentuk spora yang tersebar luas di tanah.
Penderita akan mengalami baik pada tubuh maupun otot mulut sehingga mulut tidak bisa dibuka, pada bayi air susu ibu tidak bisa masuk, selanjutnya penderita mengalami kesulitan menelan dan kekakuan pada leher dan tubuh. Kejang terjadi karena spora kuman Clostridium tetani dberada pada lingkungan anareob, kuman akan aktif dan mengeluarkan toksin yang akan menghancurkan sel darah merah, toksin yang merusak sel darah putih dari suatu toksin yang akan terikat pada saraf menyebabkan penurunan ambnag rangsang sehingga terjadi kejang otot dan kejang-kejang, biasanya terjadi pada hari ke-3 atau ke-4 dan berlangsung selama 7-10 hari. Tetanus dengan gejala riwayat yang luka, demam, kejang rangsang, risus sardonisus (muka setan), kadang-kadang disertai perut papan dan opistotonus (badan melengkung) pada umur di atas 1 bulan.
Tetanus disebabkan oleh bakteri yang berada di tanah, debu, dan kotoran hewan. Bakteri ini dapat memasuki tubuh melalui luka sekecil tusukan jarum. Tetanus tidak dapat ditularkan dari satu orang ke orang lain. Tetanus adalah penyakit yang menyerang system saraf dan sering kali menyababkan kematian.
Tetanus menyebabkan kekejangan otot yang mula-mula terasa pada otot leher dan rahang. Tetanus dapat mengakibatkan kesusahan bernapas, kejang-kejang yang terasa sakit, dan detak jantung yang tidak normal. Karena imunisasi yang efektif, penyakit tetanus kini jarang ditemukan di Australia, namun penyakit ini dapat terjadi pada orang dewasa yang belum diimunisasi terhadap penyakit ini atau belum pernah disuntik ulang (disuntik Vaksin dosis booster).

C.    Kemasan Imunisasi DPT
Dipasaran terdapat 3 kemasan sekaligus, dalam bentuk kemasan tunggal bagi tetanus, dalam bentuk kombinasi DT (difteri dan tetanus) dan kombinasi ketiganya atau dikenal dengan vaksin tripel.

D.    Cara Pemberian dan Dosis
Cara pemberian imunisasi DPT adalah melalui injeksi intramuskular. Suntikan diberikan pada paha tengah luar atu subkutan dalam dengan dosis 0,5 cc. Cara memberikan vaksin ini sebagai berikut :
a)        Letakan bayi dengan posisi miring di atas pangkuan ibu dengan seluruh kaki telanjang.
b)       Orang tua sebaiknya memegang kaki bayi.
c)        Pegang paha dengan ibu jari dan telunjuk.
d)       Masukan jarum dengan 90 derajat.
e)        Tekan seluruh jarum langsung ke bawah melalui kulit sehingga masuk ke dalam otot. Untuk mengurangi rasa sakit, suntikan secara pelan-pelan.
Imunisasi DPT dasar diberikan 3 kali sejak anak umur dua bulan dengan interval 4 – 6 minggu. DPT 1 diberikan umur 2 – 4 bulan, DPT 2 umur 3 – 5 bulan, dan DPT 3 umur 4 – 6 bulan. Ulangan selanjutnya, yaitu DPT 4 diberikan satu tahun setelah DPT 3 pada usia 18 – 24 bulan, dan DPT 5 pada usia 5 – 7 tahun. Sejak tahun 1998, DPT 5 dapat diberikan pada kegiatan imunisasi di sekolah dasar. Ulangan DPT 6 diberikan usia 12 tahun mengingat masih dijumpai kasus difteri pada umur lebih besar dari 10 tahun. Dosis DPT adalah 0,5 ml.
Imunisasi DPT pada bayi tiga kali (3 dosis) akan memberikan imunitas satu sampai 3 tahun. Ulangan DPT umur 18 – 24 bulan (DPT 4) akan memperpanjang imunitas 5 tahun sampai umur 6-7 tahun. Dosis toksoid tetanus kelima (DPT/DT 5) bila diberikan pada usia masuk sekolah akan memperpanjang imunitas 10 tahun lagi, yaitu sampai umur 17-18 tahun. Imunisasi ini akan melindungi bayi dari tetanus apabila anak-anak tersebut sudah menjadi ibu kelak.
Dosis toksoid tetanus tambahan yang diberikan tahun berikutnya akan memperpanjang imunitas 20 tahun lagi. (Rahayu, 2014:91)

E.     Efek Samping Imunisasi DPT
Efek samping dari imunisasi DPT yaitu bayi menderita panas pada waktu sore hari setelah mendapatkan imunisasi DPT, tetapi panas akan turun dan hilang dalam waktu 2 hari. Sebagian besar merasa nyeri, sakit, merah, atau bengkak di tempat suntikan. Keadaan ini tidak berbahaya dan tidak perlu mendapatkan pengobatan khusus karena akan sembuh dengan sendirinya. Bila gejala tersebut tidak timbul, maka tidak perlu diragukan bahwa imunisasi tersebut tidak memberikan perlindungan dan imunisasi tidak perlu di ulang. sedangkan efek berat bayi menangis hebat karena kesakitan kurang lebih empat jam, kesadaran menurun, terjadi kejang, ensefalopati, dan shock. (Mahayu, 2014:92)


Comments

Popular posts from this blog

Konsep Cairan dan Elektrolit Tubuh

Makalah Konsep Dasar Teori Air Susu Ibu (ASI)