Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal

Image
  Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal sangat penting untuk mencapai hasil yang optimal. Berikut ini adalah beberapa contoh upaya kolaboratif yang dapat dilakukan: 1.       Kolaborasi antara tenaga medis dan bidan: Tim medis yang terdiri dari dokter, perawat, dan bidan dapat bekerja sama untuk memberikan pelayanan kesehatan yang holistik kepada ibu hamil dan bayi yang akan lahir. Dengan saling berbagi pengetahuan dan keterampilan, mereka dapat meningkatkan pemantauan kehamilan, memberikan perawatan prenatal yang tepat, dan menangani komplikasi saat melahirkan. 2.       Kemitraan antara lembaga kesehatan dan masyarakat: Kolaborasi antara fasilitas kesehatan, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat lokal dapat membantu meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan maternal dan perinatal. Misalnya, mengadakan kampanye penyuluhan dan program edukasi di komunitas mengenai perawa

Konsep Dasar Perdarahan Post Partum


Konsep Dasar Perdarahan Post Partum

1.       Pengertian Perdarahan Post Partum
Perdarahan Postpartum adalah perdarahan lebih dari 500 – 600 ml dalam masa 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karaena retensio plasenta.

Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
a.       Early Postpartum        : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir.
b.      Late Postpartum          : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir.
Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan post partum :
a.       Menghentikan perdarahan.
b.      Mencegah timbulnya syok.
c.       Mengganti darah yang hilang. (9)

2.       Etiologi Perdarahan Post Partum
Penyebab perdarahan dibagi dua sesuai dengan jenis perdarahan yaitu :
a.        Penyebab perdarahan paska persalinan dini :
1)       Perlukaan jalan lahir : ruptur uteri, robekan serviks, vagina dan perineum, luka episiotomi.
2)       Perdarahan pada tempat menempelnya plasenta karena : atonia uteri, retensi plasenta, inversio uteri.
3)       Gangguan mekanisme pembekuan darah.
b.        Penyebab perdarahan paska persalinan terlambat biasanya disebabkan oleh sisa plasenta atau  bekuan darah, infeksi akibat retensi produk pembuangan dalam uterus sehingga terjadi sub involusi uterus. (8)

3.       Faktor predisposisi Perdarahan Post Partum
Beberapa kondisi selama hamil dan bersalin dapat merupakan faktor predisposisi terjadinya perdarahan paska persalinan, keadaan tersebut ditambah lagi dengan tidak maksimalnya kondisi kesehatannya dan nutrisi ibu selama hamil. Oleh karena itu faktor-faktor haruslah diketahui sejak awal dan diantisipasi pada waktu persalinan :
a.         Trauma persalinan
Setiap tindakan yang akan dilakukan selama proses persalianan harus diikuti dengan pemeriksaan jalan lahir agar diketahui adanya robekan pada jalan lahir dan segera dilakukan penjahitan dengan benar.
b.         Atonia Uterus
Atonia Uteri adalah suatu kondisi dimana Myometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali. Pada kasus yang diduga berisiko tinggi terjadinya atonia uteri harus diantisipasi dengan pemasangan infus. Demikian juga harus disiapkan obat uterotonika serta pertolongan persalinan kala III dengan baik dan benar.
c.          Jumlah darah sedikit
Keadaan ini perlu dipertimbangkan pada kasus keadaan itu jelek, hipertensi saat hamil, pre eklampsia dan eklamsi.
d.         Kelainan pembekuan darah
Meskipun jarang tetapi bila terjadi sering berakibat fatal, sehingga perlu diantisipasi dengan hati-hati dan seksama. (1)

4.       Patofisiologi Perdarahan Post Partum
Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus masih terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum sehingga sinus-sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka.
Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan menutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti. Adanya gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat penutupan pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan demikian menjadi faktor utama penyebab perdarahan paska persalinan. Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan seperti robekan servix, vagina dan perinium.
Untuk memperkirakan kemungkinan penyebab perdarahan paska persalinan sehingga pengelolaannya tepat, perlu dibenahi gejala dan tanda sebagai berikut :
Gejala dan tanda Penyulit Diagnosa penyebab :
1)      Uterus tidak berkontraksi dan lembek.
2)      Perdarahan segera setelah bayi lahir.
3)      Syok.
4)      Bekuan darah pada serviks atau pada posisi terlentang akan menghambat aliran darah keluar.
5)      Atonia uteri.
6)      Darah segar mengalir segera setelah anak lahir.
7)      Uterus berkontraksi dan keras.
8)      Plasenta lengkap.
9)      Pucat.
10)  Lemah.
11)  Mengigil.
12)  Robekan jalan lahir
13)  Plasenta belum lahir setelah 30 menit
14)  Perdarahan segera, uterus berkontraksi dan keras
15)  Tali pusat putus
16)  Inversio uteri
17)  Perdarahan lanjutan
18)  Retensio plasenta
19)  Plasenta atau sebagian selaput tidak lengkap
20)  Perdarahan segera
21)  Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus uteri tidak berkurang
22)  Tertinggalnya sebagian plasenta
23)  Uterus tidak teraba
24)  Lumen vagina terisi massa
25)  Neurogenik syok, pucat dan limbung
26)  Inversio uteri

5.       Penatalaksanaan Perdarahan Post Partum/Penanganan Perdarahan Post Partum
a.        Penatalaksanaan umum
1)      Ketahui secara pasti kondisi ibu bersalin sejak awal
2)      Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman
3)      Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
4)      Segera lakukan penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan masalah dan komplikasi
5)      Atasi syok jika terjadi syok
6)      Pastikan kontraksi berlangsung baik ( keluarkan bekuan darah, lakukan pijatan uterus, beri uterotonika 10 IV dilanjutkan infus 20 ml dalam 500 cc NS/RL dengan tetesan 40 tetes/menit ).
7)      Pastikan plasenta telah lahir lengkap dan eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir
8)      Bila perdarahan tidak berlangsung, lakukan uji bekuan darah.
9)      Pasang kateter tetap dan pantau cairan keluar masuk
10)  Lakukan observasi ketat pada 2 jam pertama paska persalinan dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya.
b.        Penatalaksanaan khusus
1)       Atonia uteri
a)     Kenali dan tegakan kerja atonia uteri
b)     Sambil melakukan pemasangan infus dan pemberian uterotonika, lakukan pengurutan uterus
c)      Pastikan plasenta lahir lengkap dan tidak ada laserasi jalan lahir
d)     Lakukan tindakan spesifik yang diperlukan :
e)     Kompresi bimanual eksternal yaitu menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling mendekatkan kedua belah telapak tangan yang melingkupi uteus. Bila perdarahan berkurang kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat kembali berkontraksi atau dibawa ke fasilitas kesehata rujukan.
f)       Kompresi bimanual internal yaituv uterus ditekan diantara telapak tangan pada dinding abdomen dan tinju tangan dalam vagina untuk menjempit pembuluh darah didalam miometrium.
g)     Kompresi aorta abdominalis yaitu raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi tersebut genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna vertebralis, penekanan yang tepat akan menghetikan atau mengurangi, denyut arteri femoralis.
2)       Retensio plasenta dengan separasi parsial
a)       Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan diambil.
b)       Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengejan, bila ekspulsi tidak terjadi cobakan traksi terkontrol tali pusat.
c)        Pasang infus oksitosin 20 unit/500 cc NS atau RL dengan tetesan 40/menit, bila perlu kombinasikan dengan misoprostol 400mg per rektal.
d)       Bila traksi terkontrol gagal melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta secara hati-hati dan halus.
e)       Restorasi cairan untuk mengatasi hipovolemia.
f)         Lakukan transfusi darah bila diperlukan.
g)       Berikan antibivotik profilaksis (ampicilin 2 gr IV/oral + metronidazole 1 g supp/oral).
3)       Plasenta inkaserata
a)     Tentukan diagnosis kerja
b)     Siapkan peralatan dan bahan untuk menghilangkan kontriksi serviks yang kuat, tetapi siapkan infus fluothane atau eter untuk menghilangkan kontriksi serviks yang kuat, tetapi siapkan infus oksitosin 20 Untuk500 NS atau RL untuk mengantisipasi gangguan kontraksi uterus yang mungkin timbul.
c)      Bila bahan anestesi tidak tersedia, lakukan manuver sekrup untuk melahirkan plasenta.
d)     Pasang spekulum Sims sehingga ostium dan sebagian plasenta tampak jelas.
e)     Jepit porsio dengan klem ovum pada jam 12, 4 dan 8 dan lepaskan spekulum
f)       Tarik ketiga klem ovum agar ostium, tali pusat dan plasenta tampak jelas.
g)     Tarik tali pusat ke lateral sehingga menampakkan plasenta disisi berlawanan agar dapat dijepit sebanyak mungkin, minta asisten untuk memegang klem tersebut.
h)     Lakukan hal yang sama pada plasenta kontra lateral
i)       Satukan kedua klem tersebut, kemudian sambil diputar searah jarum jam tarik plasenta keluar perlahan-lahan.
4)       Ruptur uteri
a)     Berikan segera cairan isotonik (RL/NS) 500 cc dalam 15-20 menit dan siapkan laparatomi
b)     Lakukan laparatomi untuk melahirkan anak dan plasenta, fasilitas pelayanan kesehatan dasar harus merujuk pasien ke rumah sakit rujukan
c)      Bila konservasi uterus masih diperlukan dan kondisi jaringan memungkinkan, lakukan operasi uterus
d)     Bila luka mengalami nekrosis yang luas dan kondisi pasien mengkwatirkan lakukan histerektomi
e)     Lakukan bilasan peritonial dan pasang drain dari cavum abdomen
f)       Antibiotik dan serum anti tetanus, bila ada tanda-tanda infeksi.
5)       Sisa plasenta
a)     Penemuan secara dini, dengan memeriksa kelengkapan plasenta setelah dilahirkan
b)     Berika antibiotika karena kemungkinan ada endometriosis
c)      Lakukan eksplorasi digital/bila serviks terbuka dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan, bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan dilatasi dan kuret.
d)     Hbv 8 gr% berikan transfusi atau berikan sulfat ferosus 600mg/hari selama 10 hari.
e)     f. Ruptur peritonium dan robekan dinding vagina
f)       Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber perdarahan
g)     Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptik
h)     Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan benang yang dapat diserap
i)       Lakukan penjahitan luka dari bagian yang paling distal
j)       Khusus pada ruptur perineum komplit dilakukan penjahitan lapis demi lapis dengan bantuan busi pada rektum, sebagai berikut :
(1)  Setelah prosedur aseptik- antiseptik, pasang busi rektum hingga ujung robekan
(2)  Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul sub mukosa, menggunakan benang polyglikolik No 2/0 ( deton/vierge ) hingga ke sfinter ani, jepit kedua sfinter ani dengan klem dan jahit dengan benang no 2/0.
(3)  Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan sub mukosa dengan benang yang sama ( atau kromik 2/0 ) secara jelujur.
(4)  Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara sub mukosa dan sub kutikuler
(5)  Berikan antibiotik profilaksis. Jika luka kotor berikan antibiotika untuk terapi.
6)       Robekan serviks
a)     Sering terjadi pada sisi lateral, karena serviks yang terjulur akan mengalami robekan pada posisi spina ishiadika tertekan oleh kepala bayi.
b)     Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap, tetapi terjadi perdarahan banyak maka segera lihat bagian lateral bawah kiri dan kanan porsio
c)      Jepitan klem ovum pada kedua sisi porsio yang robek sehingga perdarahan dapat segera di hentikan, jika setelah eksploitasi lanjutkan tidak dijumpai robekan lain, lakukan penjahitan, jahitan dimulai dari ujung atas robekan kemudian kearah luar sehingga semua robekan dapat dijahit
d)     Setelah tindakan periksa tanda vital, kontraksi uterus, tinggi fundus uteri dan perdarahan paska tindakan
e)     Berikan antibiotika profilaksis, kecuali bila jelas ditemui tanda-tanda infeksi
f)       Bila terjadi defisit cairan lakukan restorasi dan bila kadar Hb dibawah 8 gr% berikan transfusi darah

6.       Cara Perhitungan Perdarahan
Perdarahan adalah kehilangan darah secara abnormal. Rata-rata kehilangan darah selama kelahiran pervaginam yang ditolong dokter obstetrik tanpa komplikasi lebih dari 500 ml, tapi belum dipelajari dan diuji, kehilangan darah rata-rata selama secsio sesaria sekitar 1000 ml .(6)
Mengumpulkan darah dengan wadah atau pispot yang diletakkan dibawah bokong ibu bukanlah cara yang efektif untuk mengukur kehilangan dan bukan cerminan asuhan sayang ibu karena berbaring diatas wadah atau pispot sangat tidak nyaman dan menyulitkan ibu untuk  memegang dan menyusui bayinya. Cara yang baik untuk memperkirakan kehilangan darah adalah dengan menyiapkan botol 500 ml yang digunakan untuk menampung darah dan dinilai berapa botol darah yang telah digunakan untuk menampung darah, kalau setengah berarti 250 ml dan kalau 2 botol sama dengan 1 liter.
Dan ini merupakan salah satu cara untuk menilai kondisi ibu. Cara tak langsung untuk mengukur jumlah kehilangan darah adalah melalui penampakan gejala dan tekanan darah. Kalau menyebabkan lemas, pusing dan kesadaran menurun serta tekanan darah sistolik turun lebih dari 10 mmHg dari kondisi sebelumnya maka telah terjadi perdarahan lebih dari 500ml.
Kalau ibu mengalami syok hipovolemik maka ibu telah kahilangan darah 50% dari total darah ibu (2000-2500 ml). Perdarahan pasca persalinan sangat penting untuk diperhatikan karena sangat berhubungan erat dengan kondisi kesehatan ibu. Akibat banyaknya darah yang hilang dapat menyebabkan kematian ibu.
Perdarahan terjadi karena kontraksi uterus yang tidak kuat dan baik, sehingga tidak mampu menjepit pembuluh darah yang ada disekitarnya akibatnya perdarahan tak dapat berhenti.
Perdarahan juga dapat disebabkan karena adanya robekan perineum, serviks bahkan vagina dan untuk menghentikan perdarahannya maka harus dilakukan penjahitan (10)



Comments

Popular posts from this blog

Konsep Cairan dan Elektrolit Tubuh

Makalah Konsep Dasar Teori Air Susu Ibu (ASI)