Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal

Image
  Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal sangat penting untuk mencapai hasil yang optimal. Berikut ini adalah beberapa contoh upaya kolaboratif yang dapat dilakukan: 1.       Kolaborasi antara tenaga medis dan bidan: Tim medis yang terdiri dari dokter, perawat, dan bidan dapat bekerja sama untuk memberikan pelayanan kesehatan yang holistik kepada ibu hamil dan bayi yang akan lahir. Dengan saling berbagi pengetahuan dan keterampilan, mereka dapat meningkatkan pemantauan kehamilan, memberikan perawatan prenatal yang tepat, dan menangani komplikasi saat melahirkan. 2.       Kemitraan antara lembaga kesehatan dan masyarakat: Kolaborasi antara fasilitas kesehatan, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat lokal dapat membantu meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan maternal dan perinatal. Misalnya, mengadakan kampanye penyuluhan dan program edukasi di komunitas mengenai perawa

MAKALAH PERUBAHAN SISTEM REPRODUKSI PADA MASA NIFAS


MAKALAH
PERUBAHAN SISTEM REPRODUKSI PADA MASA NIFAS

Selama proses persalinan vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan, setelah beberapa hari persalinan kedua organ ini kembali dalam keadaan kendor. Rugae timbul kembali pada minggu ke tiga. Himen tampak sebagai tonjolan kecil dan dalam prosespembentukan berubah menjadi karankulae mitiformis yang khas bagi wanita multipara. Ukuran vagina akan selalu lebih besar dibandingkan keadaan saat sebelum persalinan pertama.



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang................................................................................................................ 1

B.      Rumusan Masalah ....................................................................................................... 1

C.      Tujuan Penulisan.......................................................................................................... 2


BAB II PEMBAHASAN
A.      Perubahan Pada Vulva, Vagina dan Perineum.......................................... 4
B.      Perubahan pada Serviks.......................................................................................... 4
C.      Uterus................................................................................................................................... 5
D.     Perubahan pada Endometium.............................................................................. 10
E.      Perubahan pada Ligamen....................................................................................... 10
F.      Perubahan pada payudara..................................................................................... 11

BAB III PENUTUP
A.      Kesimpulan ...................................................................................................................... 13
B.      Saran .................................................................................................................................... 14

Daftar Pustaka..................................................................................................................... 15



BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Periode pascapartum ialah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai organ – organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil. Periode ini kadang – kadang disebut puerpurium atau trimester keempat kehamilan. Perubahan fisiologis yang terjadi sangat jelas, walaupun dianggap normal, perawat harus memanfaatkan pengetahuannya tentang anatomi dan fisiologi ibu pada periode pemulihan, karakteristik fisik dan perilaku bayi baru lahir, dan respons keluarga terhadap kelahiran seorang anak. Bab ini membahas perubahan anatomi dan fisiologis wanita setelah melahirkan.
Selama proses persalinan vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan, setelah beberapa hari persalinan kedua organ ini kembali dalam keadaan kendor. Rugae timbul kembali pada minggu ke tiga. Himen tampak sebagai tonjolan kecil dan dalam proses pembentukan berubah menjadi karankulae mitiformis yang khas bagi wanita multipara. Ukuran vagina akan selalu lebih besar dibandingkan keadaan saat sebelum persalinan pertama.
Perubahan pada perineum pasca melahirkan terjadi pada saat perineum mengalami robekan. Robekan jalan lahir dapat terjadi secara spontan ataupun dilakukan episiotomi dengan indikasi tertentu. Meskipun demikian, latihan otot perineum dapat mengembalikan tonus tersebut dan dapat mengencangkan vagina hingga tingkat tertentu. Hal ini dapat dilakukan pada akhir puerperium dengan latihan harian.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana perubahan masa nifas pada vulva, vagina dan perineum?
2.      Bagaimana perubahan masa nifas pada serviks?
3.      Bagaimana perubahan masa nifas pada uterus?
4.      Bagaimana perubahan masa nifas pada endometium?
5.      Bagaimana perubahan masa nifas pada ligamen?
6.      Bagaimana perubahan masa nifas pada payudara?

C.      Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui perubahan masa nifas pada vulva, vagina dan perineum
2.      Untuk mengetahui perubahan masa nifas pada serviks
3.      Untuk mengetahui perubahan masa nifas pada uterus
4.      Untuk mengetahui perubahan masa nifas pada endometium
5.      Untuk mengetahui perubahan masa nifas pada ligamen
6.      Untuk mengetahui perubahan masa nifas pada payudara




BAB II
PEMBAHASAN

Pada ibu nifas (puerineum) adalah masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan lamaya 6 minggu. Terjadi banyak perubahan fisiologis ibu dimulai saat hamil dan memasuki masa nifas. Perubahan alat-alat genital baik interna maupun eksterna kembali seperti semula seperti sebelum hamil disebut involusi. 
Bidan dapat membantu ibu untuk mengatasi dan memahami perubahan-perubahan seperti:
1.      Perubahan vulva, vagina dan perineum.
2.      Perubahan pada serviks
3.      Involusi uteri
4.      Involusi tempat plasenta
5.      Perubahan endometrium
6.      Ligamen
7.      Payudara
8.      Lokia
A.     Perubahan Pada Vulva, Vagina dan Perineum
Selama proses persalinan vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan, setelah beberapa hari persalinan kedua organ ini kembali dalam keadaan kendor. Rugae timbul kembali pada minggu ke tiga. Himen tampak sebagai tonjolan kecil dan dalam prosespembentukan berubah menjadi karankulae mitiformis yang khas bagi wanita multipara. Ukuran vagina akan selalu lebih besar dibandingkan keadaan saat sebelum persalinan pertama.
Perubahan pada perineum pasca melahirkan terjadi pada saat perineum mengalami robekan. Robekan jalan lahir dapat terjadi secara spontan ataupun dilakukan episiotomi dengan indikasi tertentu. Meskipun demikian, latihan otot perineum dapat mengembalikan tonus tersebut dan dapat mengencangkan vagina hingga tingkat tertentu. Hal ini dapat dilakukan pada akhir puerperium dengan latihan harian.

B.     Perubahan pada Serviks
Segera setelah melahirkan, serviks menjadi lembek, kendor, terkulai dan berbentuk seperti corong. Hal ini disebabkan korpus uteri berkontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi, sehingga perbatasan antara korpus dan serviks uteri berbentuk cincin. Warna serviks merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah. Segera setelah bayi dilahirkan, tangan pemeriksa masih dapat dimasukan 2–3 jari dan setelah 1 minggu hanya 1 jari saja yang dapat masuk.
Oleh karena hiperpalpasi dan retraksi serviks, robekan serviks dapat sembuh. Namun demikian, selesai involusi, ostium eksternum tidak sama waktu sebelum hamil. Pada umumnya ostium eksternum lebih besar, tetap ada retak-retak dan robekan-robekan pada pinggirnya, terutama pada pinggir sampingnya.


C.      Uterus
Segera setelah lahirnya plasenta, pada uterus yang berkontraksi posisi fundus uteri berada kurang lebih pertengahan antara umbilikus dan simfisis, atau sedikit lebih tinggi. Dua hari kemudian, kurang lebih sama dan kemudian mengerut, sehingga dalam dua minggu telah turun masuk kedalam rongga pelvis dan tidak dapat diraba lagi dari luar. Involusi uterus melibatkan pengreorganisasian dan pengguguran desidua serta penglupasan situs plasenta, sebagaimana di perlihatkan dalam pengurangan dalam ukuran dan berat serta warna dan banyaknya lokia. Banyaknya lokia dan kecepatan involusi tidak akan terpengaruh oleh pemberian sejumlah preparat metergin dan lainya dalam proses persalinan. Involusi tersebut dapat dipercepat proses bila ibu menyusui bayinya.
Desidua tertinggal di dalam uterus. Uterus pemisahan dan pengeluaran plasenta dan membran terdiri atas lapisan zona spongiosa, basalis desidua dan desidua parietalis. Desidua yang tertinggal ini akan berubah menjadi dua lapis sebagai akibat invasi leukosit. Suatu lapisan yang lambat laun akan manual neorco, suatu lapisan superfisial yang akan dibuang sebagai bagian dari lokia yang akan di keluarkan melalui lapisan dalam yang sehat dan fungsional yang berada di sebelah miometrium. Lapisan yang terakhir ini terdiri atas sisa-sisa kelenjar endometrium basilar di dalam lapisan zona basalis. Pembentukan kembali sepenuhnya endometrium pada situs plasenta skan memakan waktu kira-kira 6 minggu.
Penyebarluasan epitelium akan memanjang ke dalam, dari sisi situs menuju lapisan uterus di sekelilingnya, kemudian ke bawah situs plasenta, selanjutnya menuju sisa kelenjar endometriummasilar di dalam desidua basalis. Penumbuhan endometrium ini pada hakikatnya akan merusak pembuluh darah trombosa pada situs tersebut yang menyebabkannya mengendap dan di buang bersama dangan caira lokianya.
Dalam keadaan normal, uterus mencapai ukuran besar pada masa sebelum hamil sampai dengan kurang dari 4 minggu, berat uterus setelah kelahiran kurang lebih 1 kg sebagai akibat involusi. Satu minggu setelah melahiran beratnya menjadi kurang lebih 500 gram, pada akhir minggu kedua setelah persalinan menjadi kurang lebih 300 gram, setelah itu menjadi 100 gram atau kurang. Otot-otot uterus segera berkontraksi setelah postpartum. Pembuluh-pembuluh darah yang berada di antara anyaman otot uterus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan perdarahan setelah plasenta di lahirkan. Setiap kali bila di timbulkan, fundus uteri berada di atas umbilikus, maka hal-hal yang perlu di pertimbangkan adalah pengisian uterus oleh darah atau pembekuan darah saat awal jam postpartum atau pergeseran letak uterus karena kandung kemih yang penuh setiap saat setelah kelahiran.
Pengurangan dalam ukuran uterus tidak akan mengurangi jumlah otot sel. Sebaliknya, masing-masing sel akan berkurang ukurannya secara drastis saat sel-sel tersebut membebaskan dirinya dari bahan-bahan seluler yang berlebihan. Bagaimana proses ini dapat terjadi belum di ketahui sampai sekarang.
Pembuluh darah uterus yang besar pada saat kehamilan sudah tidak di perlukan lagi. Hal ini karena uterus yang tidak pada keadaan hamil tidak mempunyai permukaan yang luas dan besar yang memerlukan banyak pasokan darah. Pembuluh darah ini akan menua kemudian akan menjadi lenyap dengan penyerapan kembali endapan-endapan hialin. Mereka dianggap telah di gantikan dangan pembuluh-pembuluh darah baru yang lebih kecil.
1.     Involusi Uterus
Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini dimulai segera setelah plasenta lahir akibat kontraksi otot-otot polos uterus (Ambarwati, 2010).
Proses involusi uterus adalah sebagai berikut:
a.       Iskemia Miometrium: Hal ini disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus menerus dari uterus setelah pengeluaran plasenta sehingga membuat uterus menjadi relatif anemi dan menyebabkan serat otot atrofi.
b.      Atrofijaringan : Atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi penghentian hormon esterogen saat pelepasan plasenta.
c.       Autolysis : Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot uterus. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah mengendur hingga panjangnya 10 kali panjang sebelum hamil dan lebarnya 5 kali lebar sebelum hamil yang terjadi selama kehamilan. Hal ini disebabkan karena penurunan hormon estrogen dan progesteron.
d.      Efek Oksitosin : Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot uterus sehingga akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses ini membantu untuk mengurangi situs atau tempat implantasi plasenta serta mengurangi perdarahan. Ukuran uterus pada masa nifas akan mengecil seperti sebelum hamil.

Ukuran uterus pada masa nifas akan mengecil seperti sebelum hamil. Perubahan-perubahan normal pada uterus selama postpartum adalah sebagai berikut:
Involusi Uteri
Tinggi Fundus Uteri
Berat Uterus
Diameter Uterus
Plasenta lahir
Setinggi pusat
1000 gram
12,5 cm
7 hari (minggu 1)
Pertengahan pusat dan simpisis
500 gram
7,5 cm
14 hari (minggu 2)
Tidak teraba
350 gram
5 cm
6 minggu
Normal
60 gram
2,5 cm




2.     Lochea
Akibat involusi uteri, lapisan luar desidua yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi nekrotik. Desidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan.
Percampuran antara darah dan desidua inilah yang dinamakan lokia. Lokia adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi basa/alkalis yang membuat organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada vagina normal.
Lokia mempunyai bau yang amis (anyir) meskipun tidak terlalu menyengat dan volumenya berbeda-beda pada setiap wanita. Lokia mengalami perubahan karena proses involusi. Pengeluaran lokia dapat dibagi menjadi lokia rubra, sanguilenta, serosa dan alba.
Perbedaan masing-masing lokia dapat dilihat sebagai berikut:
Waktu
Warna
Ciri-ciri
Rubra
1-3 hari
Merah kehitaman
Terdiri dari sel desidua, verniks caseosa, rambut lanugo, sisa mekoneum dan sisa darah
Sanguilenta
3-7 hari
Putih bercampur merah
Sisa darah bercampur lendir
Serosa
7-14 hari
Kekuningan/ kecoklatan
Lebih sedikit darah dan lebih banyak serum, juga terdiri dari leukosit dan robekan laserasi plasenta
Alba
>14 hari
Putih
Mengandung leukosit, selaput lendir serviks dan serabut jaringan yang mati.



3.     Involusi Tempat Plasenta
Uterus pada bekas implantasi plasenta merupakan luka yang kasar dan menonjol ke dalam kavum uteri. Segera setelah plasenta lahir, dengan cepat luka mengecil, pada akhir minggu ke-2 hanya sebesar 3-4 cm dan pada akhir nifas 1-2 cm. Penyembuhan luka bekas plasenta khas sekali. Pada permulaan nifas bekas plasenta mengandung banyak pembuluh darah besar yang tersumbat oleh thrombus. Luka bekas plasenta tidak meninggalkan parut. Hal ini disebabkan karena diikutipertumbuhan endometrium baru di bawah permukaan luka. Regenerasi endometrium terjadi di tempat implantasi plasenta selama sekitar 6 minggu. Pertumbuhan kelenjar endometrium ini berlangsung di dalam decidua basalis. Pertumbuhan kelenjar ini mengikis pembuluh darah yang membeku pada tempat implantasi plasenta hingga terkelupas dan tak dipakai lagi pada pembuangan lokia.

D.     Perubahan pada Endometrium
Perubahan pada endometrium adalah timbulnya thrombosis, degenerasi dan nekrosis di tempat implantasi plasenta. Pada hari pertama tebal endometrium 2,5 mm, mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua dan selaput janin. Setelah 3 hari mulai rata, sehingga tidak ada pembentukan jaringan parut pada bekas implantasi plasenta.

E.      Perubahan pada Ligamen
 Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang meregang selama kehamilan dan partus, setelah jalan lahir, berangsur-angsur ciut kembali seperti sediakala. Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi kendor yang mengakibatkan uterus jatuh ke belakang. Tidak jarang pula wanita mengeluh “kandungannya turun” setelah melahirkan karena ligamenta, fasia, jaringan alat penunjang genetalia menjadi menjadi agak kendor. Untuk memulihkan kembali jaringan-jaringan penunjang alat genitalia tersebut, juga otot-otot dinding perut dan dasar panggul dianjurkan untuk melakukan latihan-latihan tertentu.Pada 2 hari post partum sudah dapat diberikan fisioterapi. Keuntungan lain ialah dicegahnya pula stasis darah yang dapat mengakibatkan trombosis masa nifas.

F.      Perubahan pada payudara
Payudara menjadi besar ukurannya bisa mencapai 800 gr, keras dan menghitam di sekitar puting susu, ini menandakan dimulainya proses menyusui. Segera menyusui bayi sesaat setelah lahir (walaupun ASI belum keluar) dapat mencegah perdarahan dan merangsang produksi ASI. Pada hari ke 2 hingga ke 3 akan diproduksi kolostrum atau susu jolong yaitu ASI berwarna kuning keruh yang kaya akan anti body, dan protein, sebagian ibu membuangnya karena dianggap kotor, sebaliknya justru ASI ini sangat bagus untuk bayi.
Pada semua wanita yang telah melahirkan proses laktasi terjadi secara alami. Proses menyusui mempunyai dua mekanise fisiologis yaitu :
1.      Produksi susu
2.      Sekresi susu atau let down

Selama Sembilan bulan kehamilan, jaringan payudara tumbuh dan menyiapkan fungsinya untuk menyediakan makanan bagi bayi baru lahir. Setelah melahirkan, ketika hormone yang dihasilkan plasenta tidak ada lagi untuk menghambatnya kelenjar pituitary akan mengeluarkan prolaktin (hormone laktogenik). Sampai hari ketiga setelah melahirkan, efek prolaktin pada payudara mulai bias dirasakan. Pembuluh darah payudara menjadi bengkak terisi darah, sehingga timbul rasa hangat, bengkak dan rasa sakit. Sel-sel acini yang menghasilkan ASI juga mulai berfungsi. Ketika bayi menghisap putting, reflek saraf merangsang lobus posterior pituitary untuk menyekresikan hormone oksitosin. Oksitosin merangsang reflek let down sehingga menyebabkan ejeksi ASI melalui sinus aktiferus payudara ke duktus yang terdapat pada putting.




BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
1.      Perubahan vulva, vagina dan perineum.
Selama proses persalinan vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan, setelah beberapa hari persalinan kedua organ ini kembali dalam keadaan kendor.
2.      Perubahan pada serviks
Segera setelah melahirkan, serviks menjadi lembek, kendor, terkulai dan berbentuk seperti corong.warna kehitam-hitaman.
3.      Involusi uteri
Involusi uterus atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil. Involusi tempat plasenta. Uterus pada bekas implantasi plasenta merupakan luka yang kasar dan menonjol ke dalam kavum uteri. Perubahan endometrium
Perubahan pada endometrium adalah timbulnya thrombosis, degenerasi dan nekrosis di tempat implantasi plasenta
4.      Ligamen
Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang meregang selama kehamilan dan partus, setelah jalan lahir, berangsur-angsur ciut kembali seperti sediakala.
5.      Payudara
Payudara menjadi besar ukurannya bisa mencapai 800 gr, keras dan menghitam di sekitar puting susu, ini menandakan dimulainya proses menyusui.
6.      Lokia
Lokia adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi basa/alkalis yang membuat organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada vagina normal.

B.     Saran
Ibu hamil hendaknya mengetahui tentang perubahan fisiologis reproduksi agar tidak mengalami kecemasan ketika nifas, tujuannya juga agar ibu bisa menilai ketidaknormalan walaupun hanya secara sederhana. Harusnya perubahan reproduksi ini juga diketahui agar ibu bisa memberitahukan adanya ketidaknormalan pada masa nifas.




DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, 2008. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia. (hlm: 73-80)
Bambang, W. 2009. Masa Nifas. obfkumj.blogspot.com/ diunduh 9 Feb 2010, 04:07 PM.
Dessy, T., dkk. 2009. Perubahan Fisiologi Masa Nifas. Akademi Kebidanan Mamba’ul ‘Ulum Surakarta.
Saleha, 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika (hlm: 53-57).
Suherni, 2007. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya. (hlm: 77-79).
Zietraelmart. 2008.
Perubahan Fisiologi Masa Nifas.




Comments

Popular posts from this blog

Konsep Cairan dan Elektrolit Tubuh

Makalah Konsep Dasar Teori Air Susu Ibu (ASI)