RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
MENGIDENTIFIKASI KOMPLIKASI KEHAMILAN
DAN PENATALAKSANAANNYA
(GINJAL, DIABETES MELLITUS, TORCH)
Bidang studi :
ASUHAN KEBIDANAN I (KEHAMILAN)
Kode Bidang Studi :
Bd.333
Beban Studi :
5 SKS (T : 3 P : 2)
Pokok Bahasan :
Mengidentifikasi Komplikasi Kehamilan Dan Penatalaksanaannya
Sub Pokok Bahasan :
Penyakit dan Kelainan dalam Kehamilan :
1.
Ginjal
2.
Diabetes Mellitus
3.
Torch
a. Toksoplasma
b. Rubella
c. Sitomegalovirus
d. Herpes Simpleks
Sasaran/Program study :
Mahasiswa D III Kebidanan
Waktu : 3 x 50 Menit
Dosen :
A. STANDAR KOMPETENSI, KOMPETENSI DASAR DAN INDIKATOR
1. Standar Kompetensi
Setelah menyelesaikan perkuliahan mahasiswa diharapkan mampu
mengidentifikasi komplikasi kehamilan dan penatalaksanaannya.
2. Kompetesi Dasar
Diharapkan mahasiswa dapat menguasai materi komplikasi penyakit yang
mempengaruhi dan dipengaruhi kehamilan dan penatalaksanaannya
3. Indikator
Komplikasi kehamilan dan penatalaksanaannya:
1.
Menjelaskan komplikasi kehamilan dengan penyakit Ginjal dan penatalaksanaannya
2.
Menjelaskan komplikasi kehamilan dengan penyakit Diabetes Mellitus dan penatalaksanaannya
3.
Menjelaskan komplikasi kehamilan dengan penyakit Toksoplasma dan penatalaksanaannya
4.
Menjelaskan komplikasi kehamilan dengan penyakit Rubella dan penatalaksanaannya
5.
Menjelaskan komplikasi kehamilan dengan penyakit Sitomegalovirus dan penatalaksanaannya
6.
Menjelaskan komplikasi kehamilan dengan penyakit Herpes Simpleks dan penatalaksanaannya
B. MATERI
1.
Ginjal
2.
Diabetes Mellitus
3.
Torch
a. Toksoplasma
b. Rubella
c. Sitomegalovirus
d. Herpes Simpleks
C. TUJUAN PEMBELAJARAN
Diahir
kegiatan pembelajaran mahasiswa dapat:
1.
Mengetahui penyakit Ginjal dalam kehamilan dan penatalaksanaannya
2.
Mengetahui penyakit Diabetes Mellitus dalam kehamilan dan
penatalaksanaannya
3.
Mengetahui penyakit Toksoplasma dalam kehamilan dan penatalaksanaannya
4.
Mengetahui penyakit Rubella dalam kehamilan dan penatalaksanaannya
5.
Mengetahui penyakit Sitomegalovirus dalam kehamilan dan
penatalaksanaannya
6.
Mengetahui penyakit Herpes Simpleks dalam kehamilan dan penatalaksanaannya
D. REFERENSI
-
Manuaba,
2008. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluaraga Berencana Untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC
-
Prawirohardjo,
Sarwono, 2008. Ilmu Kebidanan. Edisi IV. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
-
Asrinah, dkk.2010.Asuhan Kebidanan Masa Kehamilan. Yogjakarta: GrahaIlmu
-
Hanni, Ummi.2010.Asuhan Kebidanan pada Kehamilan Fisiologi. Jakarta:
Salemba Medika
E.
METODE
1. Ceramah
2. Tanya jawab
F.
ALAT dan MEDIA
-
Laptop
-
Papan tulis
-
Spidol
-
LCD
G.
KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR
Tahap kegiatan
|
Kegiatan pengajaran
|
Kegiatan mahasiswa
|
Pembukaan
( 5
Menit )
|
-
Memberi salam
-
Membuka daftar hadir
-
Menjelaskan tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran
-
Penekanan pentingnya materi yang akan disampaikan
-
Memberikan apersepsi
|
-
Menjawab salam
-
Mendengarkan
|
Penyampaian materi ( 125 Menit )
|
-
Menjelaskan materi tentang
komplikasi kehamilan dan penatalaksanaannya:
1.
Ginjal
2.
Diabetes Mellitus
3.
Torch
a. Toksoplasma
b. Rubella
c. Sitomegalovirus
d. Herpes Simpleks
|
-
Mendengarkan dan memperhatikan dosen dengan seksama
-
Mahasiswa menanyakan hal-hal yang belum jelas di
sela-sela penyajian materi
-
Memperhatikan penjelasan dosen
-
Mahasiswa mencatat materi penjelasan dosen
|
Rangkuman dan Evaluasi
( 15
Menit )
|
-
Menyimpulkan materi yang telah disampaikan
-
Memberikan pertanyaan
|
-
Mendengarkan, memperhatikan dan memahami
-
Menjawab pertanyaan yang diajukan
|
Penutup
( 5
Menit )
|
-
Memberikan motivasi kepada mahasiswa untuk rajin
belajar
-
Mengucapkan salam
|
-
Mendengarkan
-
Menjawab salam
|
H.
EVALUASI
SOAL
- Apa penyebab penyakit ginjal dalam kehamilan?
- Sebutkan komplikasi yang mungkin muncul dari adanya penyakit
diabetes mellitus dalam kehamilan?
- Bagaimana cara pencegahan tertular penyakit tokxoplasma dalam
kehamilan?
- Sebutkan gejala klinis sindrom rubella?
- Sebutkan dua tipe virus herpes simpleks?
JAWABAN
1.
|
Ø
Penyakit tekanan darah tinggi (Hypertension)
Ø
Penyakit Diabetes Mellitus (Diabetes Mellitus)
Ø
Adanya sumbatan pada saluran kemih (batu, tumor,
penyempitan/ struktur)
Ø
Kelainan autoimun, misalnya lupus eritematosus sistemik
Ø
Menderita penyakit kanker (cancer)
Ø
Kelainan ginjal, dimana terjadi perkembangan banyak
kista pada organ ginjal itu sendiri (polycystic kidney disease)
Ø
Rusaknya sel penyaring pada ginjal baik akibat infeksi
atau pun dampak dari penyakit darah tinggi. Istilah kedokterannya
disebut sebagai glomerulonephritis.
|
2.
|
Ø
Maternal : infeksi saluran kemih, hydramnion,
hipertensi kronik, PE, kematian ibu
Ø
Fetal : abortus spontan, kelainan congenital,
insufisiensi plasenta, makrosomia, kematian intra uterin,
Ø
Neonatal : prematuritas, kematian intra uterin,
kematian neonatal, trauma lahir, hipoglikemia, hipomegnesemia, hipokalsemia,
hiperbilirubinemia, syndroma gawat nafas, polisitemia.
|
3.
|
Ø
Infeksi toksoplasma pada ibu hamil dapat dicegah dengan
cara menghindari tertelannya kista atau ookista berbentuk spora dengan
menjaga kebersihan diri. Perlu kebiasaan mencuci tangan sebelum makan atau
setelah kontak dengan kucing/ kotoran kucing, memasak makanan sampai matang
benar (>66º C) dan menggunakan sarung tangan sewaktu berkebun. Buah dan
sayur mentah harus dicuci bersih dan makanan dilindungi supaya tidak
dihinggapi lalat, kecoa, dan serangga atau binatang lain yang mungkin dapat
membawa kontaminasi dari kotoran kucing.
|
4.
|
Ø
Sindroma rubella kongenital yang meliputi 4 defek utama
yaitu: Gangguan pendengaran tipe neurosensorik, Gangguan jantung, Gangguan
mata, Retardasi mental
Ø
Extended-sindroma rubella kongenital. Meliputi cerebral
palsy, retardasi mental, keterlambatan pertumbuhan dan berbicara, kejang,
ikterus, dan gangguan imunologi (hipogamaglobulin).
Ø
Delayed-sindroma rubella kongenital. Meliputi
panensefalitis, dan Diabetes Mellitus tipe 1, gangguan pada mata dan
pendengaran yang baru muncul bertahun-tahun kemudian.
|
5.
|
Ø
virus herpes simpleks tipe 1 yang menyebabkan infeksi
herpes non genital, biasanya pada daerah mulut, meskipun kadang-kadang dapat
menyerang daerah genital.
Ø
virus herpes simples tipe 2 hampir secara ekslusif
hanya ditemukan pada traktus genitalis dan sebagian besar ditularkan lewat
kontak seksual.
|
MATERI
MENGIDENTIFIKASI KOMPLIKASI KEHAMILAN DAN
PENATALAKSANANAANYA
(GINJAL, DIABETES MELLITUS, TORCH)
A. Ginjal
1.
Definisi dan
Perubahan Anatomik Ginjal dan Saluran Kemih
Ginjal
adalah sepasang organ retroperitoneal yang integral dengan homeostasis tubuh
dalam mempertahankan keseimbangan fisika dan kimia. Ginjal menyekresi hormon
dan enzim yang membantu pengaturan produksi eritrosit, tekanan darah serta
metabolisme kalsium dan fosfor. Ginjal membuang sisa metabolism dan
menyesuaikan ekskresi air daan pelarut. Ginjal mengatur cairan tubuh, asiditas,
dan elektrolit sehingga mempertahankan komposisi cairan yang normal. (Mary
Baradero, 2008 : 1)
Dalam
kehamilan terdapat perubahan-perubahan fungsional dan anatomik ginjal dan
saluran kemih yang sering menimbulkan gejala-gejala dan kelainan fisik dan
hasil pemeriksaan laboratorium.. Ginjal akan memanjang kurang lebih 1 cm dan
kembali normal setelah melahirkan. Ureter juga mengalami pemanjangan, melekuk
dan kadang berpindah letak ke lateral dan akan kembali normal 8-12 minggu
setelah melahirkan. (Prawirohardjo. 2009: 830)
Selain itu
juga terjadi hiperlpasia dan hipertrofi otot dinding ureter dan kaliks, dan
berkurangnya tonus otot-otot saluran kemih karena pengaruh kehamilan. Akibat
pembesaran uterus hiperemi organ-organ pelvis dan pengaruh hormonal terjadi
perubahan pada kendung kemih yang dimulai pada kehamilan 4 bulan. Kandung kemih
akan berpindah lebih anterior dan superior. Pembuluh-pembuluh di daerah mukosa
akan membengkak dan melebar. Otot kandung kemih mengalami hipertrofi akibat
pengaruh hormon estrogen. Kapasitas kandung kemih meningkat sampai 1 liter
karena efek relaksasi dari hormon progesterone. (Prawirohardjo. 2009: 830).
Gagal ginjal akut adalah suatu kondisi di mana ginjal tidak dapat menjalankan fungsinya secara normal yang terjadi secara akut/tiba-tiba dan tidak
berlangsung lama.
2.
Etiologi
Gagal ginjal
merupakan komplikasi yang sangat gawat dalam kehamilan dan nifas karena dapat
menimbulkan kematian atau kerusakan fungsi ginjal yang tidak bisa sembuh lagi.
Penyakit
ginjal kronis (CKD) merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Di
Amerika Serikat (AS), prevalensi stadium akhir penyakit ginjal semakin
meningkat. Jumlah pasien yang terdaftar dalam tahap akhir penyakit ginjal
(ESRD)-mendanai program Medicare telah meningkat dari sekitar 10.000 penerima
manfaat pada tahun 1973 untuk 86.354 pada tahun 1983, dan 547.982 pada tanggal
31 Desember, 2008.
Meskipun
alasan yang tepat untuk pertumbuhan program ESRD tidak diketahui, perubahan
demografi penduduk, perbedaan beban penyakit di antara kelompok-kelompok ras
dan bawah-pengakuan tahap-tahap awal CKD dan faktor risiko untuk CKD, sebagian
dapat menjelaskan pertumbuhan ini.
Pasien
dengan stadium akhir penyakit ginjal (ESRD) mengkonsumsi bagian yang tidak
proporsional sumber daya perawatan kesehatan. Total biaya program ESRD di AS
adalah sekitar $ 39460000000 pada tahun 2008. Medicare biaya per orang per
tahun hampir $ 66.000 secara keseluruhan, mulai dari $ 26.668 untuk pasien
transplantasi untuk $ 77.506 bagi mereka yang menerima terapi hemodialisis
Namun,
meskipun besarnya sumber daya berkomitmen untuk pengobatan ESRD dan perbaikan
besar dalam kualitas terapi dialisis, pasien-pasien ini terus mengalami
mortalitas dan morbiditas yang signifikan, dan mengurangi kualitas hidup.
3.
Penyebab
Gagal Ginjal
Terjadinya gagal ginjal disebabkan
oleh beberapa penyakit serius yang diderita oleh tubuh yang mana secara
perlahan - lahan berdampak pada kerusakan organ ginjal. Adapun beberapa
penyakit yang sering kali berdampak kerusakan ginjal diantaranya :
a.
Penyakit tekanan darah tinggi
(Hypertension)
b.
Penyakit Diabetes Mellitus (Diabetes
Mellitus)
c.
Adanya sumbatan pada saluran kemih
(batu, tumor, penyempitan/striktur)
d.
Kelainan autoimun, misalnya lupus
eritematosus sistemik
e.
Menderita penyakit kanker (cancer)
f.
Kelainan ginjal, dimana terjadi
perkembangan banyak kista pada organ ginjal
itu sendiri (polycystic kidney disease)
g.
Rusaknya sel penyaring pada ginjal
baik akibat infeksi atau pun dampak dari penyakit darah tinggi. Istilah
kedokterannya disebut sebagai glomerulonephritis.
Adapun
penyakit lainnya yang juga dapat menyebabkan kegagalan fungsi ginjal apabila
tidak cepat ditangani antara lain adalah; Kehilangan carian banyak yang
mendadak (muntaber, perdarahan, luka bakar), serta penyakit lainnya seperti
penyakit Paru (TBC), Sifilis, Malaria, Hepatitis, Preeklampsia, Obat-obatan dan
Amiloidosis.
Penyakit
gagal ginjal berkembang secara perlahan kearah yang semakin buruk dimana ginjal
sama sekali tidak lagi mampu bekerja sebagaimana funngsinya. Dalam dunia
kedokteran dikenal 2 macam jenis serangan gagal ginjal, akut dan kronik.
4.
Patofisiologi
Gagal ginjal
mendadak (acute renal failure) merupakan komplikasi yang sangat gawat dalam
kehamilan dan nifas, karena dapat menimbulkan kematian atau kerusakan fungsi
ginjalyang tidak bisa sembuh lagi. Kejadiannya 1 dalam 1300-1500
kehamilan.
Kelainan ini
didasari oleh 2 jenis patologi.
a. Nekrosis
tubular akut, apabila sumsum ginjal mengalami kerusakan.
b. Nekrosis
kortikal bilateral apabila sampai kedua ginjal ayng menderita.
Penderita
yang mengalami gagal ginjal mendadak ini sering dijumpai pada kehamilan muda
12-18 minggu, dan kehamilan telah cukup bulan. Pada kehamilan muda, sering
diakibatkan oleh abortus septic yang diakibatkan oleh bakteri Chlostridia
welchii atau streptococcus. Gambaran klinik lain yaitu berupa sepsis, dan
adanya tanda-tanda oligouria mendadak dan azothemia serta pembekuan darah
intravaskuler (DIC), sehingga terjadi nekrosis tubular yg akut. Kerusakan ini
dapat sembuh kembali bila kerusakan tubulus tidak terlalu luas dalam waktu
10-14 hari. Seringkali dilakukan tindakan tindakan histerektomi untuk
menagatasinya, akan tetapi ada peneliti yang menganjurkan tidak perlu melakukan
operasi histerektomi tersebut asalkan penderita diberikan antibiotic yang adekuat
dan intensif serta dilakukan dialysis terus menerus sampai fungsi ginjal baik.
Lain halnya dengan nekrosis kortikal yang bilateral, biasanya dihubungkan
dengan solusio plasenta, preeclampsia berat atau eklampsia, kematian janin
dalam kandungan yang lama, emboli air ketuban yang mnyebabkan terjadinya
DIC, reaksi transfuse darah atau pada perdarahan banyak yang dapat
menimbulkan iskemi.
Penderita
dapat meninggal dalam waktu 7-14 hari setelah timbulnya anuria. Kerusakan
jaringan dapat terjadi di beberapa tempat yang tersebar atau ke seluruh
jaringan ginjal.
Pada masa
nifas sulit diketahui sebabnya, sehingga disebut sindrom ginjal idiopatik
postpartum. Penanggulangan pada keadaan ini, penderita diberi infuse, atau
transfusi darah, diperhatikan keseimbangan elektrolit dan cairan dan segera
dilakukan hemodialisis bila ada tanda-tanda uremia. Banyak penderita
membutuhkan hemodialis secara teratur atau dilakukan transplantasiginjal untuk
ginjal yang tetap gagal. Gagal ginjal dalam kehamilan ini dapat dicegah bila dilakukan:
a. Penangan
kehamilan dan persalinan dengan baik:
b. Perdarahan,
syok, dan infeksi segera diatasi atau diobati dengan baik;
c. Pemberian
trannfusi darah dengan hati-hati.
5.
Faktor
Resiko
a.
Retensi Urin
Bentuk uterus yang inkarserta dan
retroversi akan menyebabkan ureter stasis dan meregang. Hal ini akan
mengakibatkan rasa nyeri ketika miski dan retensi urin akut, dan lebih jauh
lagi akan menyebabkan cystitis.
b.
Ureter yang pendek
Wanita yang memiliki ureter yang
pendek, yang lebih panjangnya hanya sekitar 3,5cm dan letaknya hampir
berdekatan dengan rektum,perineum dan vagina. Ureter dapat tertekan ketika
terjadi prolapsutro-vaginal, hal ini yang menyebabkan sisa urin tertinggal dan
menjadi sumber infeksi.
c.
Trauma Jalan Lahir
Trauma dapat terjadi saat persalinan,
ketika bagian dasar kandung kemih dan leher janin berada dalam posisi yang
sulit.
6.
Tanda dan
Gejala
Adapun tanda
dan gejala terjadinya gagal ginjal yang dialami penderita secara akut antara
lain : Bengkak mata, kaki, nyeri pinggang hebat (kolik), kencing sakit, demam,
kencing sedikit, kencing merah /darah, sering kencing. Kelainan Urin: Protein,
Darah / Eritrosit, Sel Darah Putih / Lekosit, Bakteri. Sedangkan tanda dan
gejala yang mungkin timbul oleh adanya gagal ginjal kronik antara lain : Lemas,
tidak ada tenaga, nafsu makan, mual, muntah, bengkak, kencing berkurang, gatal,
sesak napas, pucat/anemi. Kelainan urin: Protein, Eritrosit, Lekosit. Kelainan
hasil pemeriksaan Lab. lain: Creatinine darah naik, Hb turun, Urin: protein
selalu positif.
7.
Komplikasi
Komplikasi
seperti hipertensi dan preeklamsi lebih sering pada perempuan dengan penyekit
ginjal polikistik. Kehamilan tampaknya tidak menyebabkan perburukan atau
akselerasi / percepatan perjalanan penyakit. (Prawiroharjo.2009:841)
Komplikasi
yang dapat terjadi adalah abortus dan janin yang terinfeksi. Mortalitas ibu dan
bayi apabila tidak diobati berkisar 30-40%,kelahiran prematur dan IFUD.
Prognosis
pada ibu akhirnya buruk; ada yang segera meninggal, ada yang agak lama,hal itu
tergantung dari luasnya kerusakan ginjal waktu diagnosis dibuat, dan ada atau
tidak adanya faktor-faktor yang mempercepat proses penyakit.
Prognosis
bagi janin dalam kasus tertentu tergantung pada fungsi ginjal dan derajat
hipertensi. Wanita dengan fungsi ginjal yang cukup baik tanpa hipertensi yang
berarti dapat melanjutkan kehamilan sampai cukup bulan walaupun biasanya
bayinya lahir dismatur akibat insufiensi plasenta. Apabila penyakit sudah
berat, apalagi disertai tekanan darah yang sangat tinggi, biasanya kehamilan berakhir
dengan abortus dan partus prematurus, atau janin mati dalam kandungan.
8.
Penatalaksanan
Obstetri
Penyebab
kematian dan kesakitan bayi pada pasien dengan kelainan ginjal adalah
persalinan kurang bulan. Masih ada perdebatan tentang melahirkan bayi secara elektif
lebih cepat dari waktunya sekitar(34-36 minggu) pada pasien dengan insufisiensi
ginjal kronis atau yang sedang menjalani dialisis terutama jika paru janin
sudah matang.
B. Diabetes Melitus (DM)
1. Pengertian
Diabetes mellitus pada kehamilan adalah intoleransi
karbohidrat ringan (toleransi glukosa terganggu) maupun berat (DM), terjadi
atau diketahui pertama kali saat kehamilan berlangsung. Definisi ini mencakup
pasien yang sudah mengidap DM (tetapi belum terdeteksi) yang baru diketahui
saat kehamilan ini dan yang benar-benar menderita DM akibat hamil
Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin
dan karbohidrat yang meninjang pemasokan makanan bagi janin serta persiapan
untuk menyusui. Glukosa dapat berdifusi secara tetap melalui plasenta kepada
janin sehingga kadarnya dalam darah janin hampir menyerupai kadar darah ibu.
Insulin ibu tidak dapat mencapai janin sehingga kadar gula ibu yang
mempengaruhi kadar pada janin. Pengendalian kadar gula terutama dipengaruhi
oleh insulin, disamping beberapa hormon lain : estrogen, steroid dan plasenta
laktogen. Akibat lambatbya resopsi makanan maka terjadi hiperglikemi yang
relatif lama dan ini menuntut kebutuhan insulin.
2. Diagnosis
Deteksi dini sangat diperlukan agar penderita DM dapat
dikelola sebaik-baiknya. Terutama dilakukan pada ibu dengan factor resiko
berupa beberapa kali keguguran, riwayat pernah melahirkan anak mati tanpa
sebab, riwayat melahirkan bayi dengan cacat bawaan, melahirkan bayi lebih dari
4000 gr, riwayat PE dan polyhidramnion.
Juga terdapat riwayat ibu : umur ibu > 30 tahun,
riwayat DM dalam keluarga, riwayat DM pada kehamilan sebelumnya, obesitas,
riwayat BBL > 4500 gr dan infeksi saluran kemih berulang selama hamil.
3. Klasifikasi
1) Tidak tergantung insulin (TTI) – Non Insulin
Dependent diabetes mellitus (NIDDN) yaitu kasus yang tidak memerlukan
insulin dalam pengendalian kadar gula darah.
2) Tergantung insulin (TI) – Insulin dependent Diabetes
Melitus yaitu kasus yan
memerlukan insulin dalam mengembalikan kadar gula darah.
4. Komplikasi
1) Maternal : infeksi saluran kemih, hydramnion,
hipertensi kronik, PE, kematian ibu
2) Fetal : abortus spontan, kelainan congenital,
insufisiensi plasenta, makrosomia, kematian intra uterin,
3) Neonatal : prematuritas, kematian intra uterin,
kematian neonatal, trauma lahir, hipoglikemia, hipomegnesemia, hipokalsemia,
hiperbilirubinemia, syndroma gawat nafas, polisitemia.
5. Penatalaksanaan
Prinsipnya adalah mencapai sasaran normoglikemia,
yaitu kadar glukosa darah puasa < 105 mg/dl, 2 jam sesudah makan < 120
mg/dl, dan kadar HbA1c<6%. Selain itu juga menjaga agar tidak ada episode
hipoglikemia, tidak ada ketonuria, dan pertumbuhan fetus normal. Pantau kadar
glukosa darah minimal 2 kali seminggu dan kadar Hb glikosila. Ajarka pasien
memantau gula darah sendiri di rumah dan anjurkan untuk kontrol 2-4 minggu
sekali bahkan lebih sering lagi saat mendekati persalinan. Obat
hipoglikemik oral tidak dapat dipakai saat hamil dan menyusui mengingat efek
teratogenitas dan dikeluarkan melalui ASI, kenaikan BB pada trimester I
diusahakan sebesar 1-2,5 kg dan selanjutnya 0,5 kg /minggu, total kenaikan BB
sekitar 10-12 kg.
6. Penatalaksanaan
Obstetric
Pantau ibu dan janin dengan mengukur TFU, mendengarkan
DJJ, dan secara khusus memakai USG dan KTG. Lakukan penilaian setiap akhir
minggu sejak usia kehamilan 36 minggu. Adanya makrosomia pertumbuhan janin
terhambat dan gawat janin merupakan indikasi SC. Janin sehat dapat dilahirkan
pada umur kehamilan cukup waktu (40-42 minggu) dengan persalinan biasa.
Ibu hamil dengan DM tidak perlu dirawat bila keadaan
diabetesnya terkendali baik, namun harus selalu diperhatikan gerak janin
(normalnya >20 kali/12 jam). Bila diperlukan terminasi kehamilan, lakukan
amniosentesis dahulu untuk memastikan kematangan janin (bila UK <38 minggu).
Kehamilan dengan DM yang berkomplikasi harus dirawat sejak UK 34 minggu dan
baisanya memerlukan insulin.
C. torch
1.
TOKSOPLASMA
a.
Definisi
Toksoplasmosis
adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa obligat intraseluler
yaitu Toksoplasma gondii. Penyakit ini mempunyai gejala klinik dengan
manifestasi yang sangat bervariasi bahkan pada banyak pasien tidak menimbulkan
gejala. Pada banyak pasien termasuk bayi dan pasien dengan sistem kekebalan
tubuh yang lemah, toksoplasmosis dapat mengancam jiwa. Pada bagian obstetri dan
gynekologi, toksoplasmosis penting karena dapat menyebabkan penyakit pada ibu
yang tidak diketahui penyebabnya dan sangat potensial menyebabkan infeksi bayi
dalam kandungan yang dapat menyebabkan keguguran, kematian bayi dalam
kandungan, dan kecacatan pada bayi.2,3,4,5,6
b.
Siklus
Hidup
Cara
penularan yang sangat penting adalah pada jalur maternofetal. Ibu yang mendapat
infeksi akut saat kehamilannya dapat menularkannya pada janin melalui plasenta.
Risiko terjadinya infeksi janin dalam rahim meningkat menuruit lamanya
atau umur kehamilan. Pada ibu yang mendapat infeksi sebelum terjadinya konsepsi
sangat jarang menularkannnya pada janin. Meskipun resiko infeksi meningkat
sesuai umur kehamilan, tetapi > 90% dari infeksi yang didapat saat trimester
III biasanya tidak memberikan gejala saat bayi lahir.11
c.
Gejala
Klinis
Pada
toksoplasmosis kongenital berat dapat menyebabkan kematian janin, tetapi pada
keadaan yang lain, infeksi dapat tidak memberikan gejala dan bayi dapat lahir
normal. Kelainan pada janin dengan toksoplasmosis kongenital dapat berupa
gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, hidrosefali, anensefali, mikrosefali,
korioretinitis. Pada bayi dapat juga lahir tanpa gejala tetapi kemudian timbul
gejala lambat seperti korioretinitis, katarak, ikterus, mikrosefali, pneumonia,
dan diare. Komplikasi
jangka panjang yang serius adalah timbulnya kejang, retardasi mental dan
gangguan penglihatan. Kebanyakan bayi yang meninggal karena infeksi toksoplasma
mengalami kerusakan yang berat pada otak.
d.
Diagnosis
Pedoman yang digunakan
dalam menilai hasil serologi :
1.
Infeksi
primer akut dapat dicurigai bila4
a.
Terdapatnya
serokonversi IgG atau peningkatan IgG 2-4 kali lipat dengan interval 2-3
minggu.
b.
Terdapatnya
IgA dan IgM positif menunjukkan infeksi 1-3 minggu yang lalu.
c.
IgG
avidity yang rendah
d.
Hasil
Sabin-Feldman/ IFA >300 IU/ml atau 1:1000
e.
IgM-IFA
1:80 atau IgM-ELISA 2.600 IU/ml
2.
IgG
yang rendah dan stabil tanpa disertai IgM diperkirakan merupakan infeksi
lampau.
3.
Satu
kali pemeriksaan dengan IgG dan IgM positif tidak dapat dipastikan sebagai
infeksi akut dan harus dilakukan pemeriksaan ulang atau pemeriksaan lain.
e.
Penatalaksanaan
Infeksi
toksoplasma pada ibu hamil dapat dicegah dengan cara menghindari tertelannya
kista atau ookista berbentuk spora dengan menjaga kebersihan diri. Perlu
kebiasaan mencuci tangan sebelum makan atau setelah kontak dengan kucing/
kotoran kucing, memasak makanan sampai matang benar (>66º C) dan menggunakan
sarung tangan sewaktu berkebun. Buah-buahan dan sayur mentah harus dicuci
bersih dan makanan dilindungi supaya tidak dihinggapi lalat, kecoa, dan
serangga atau binatang lain yang mungkin dapat membawa kontaminasi dari kotoran
kucing.2,13,14
Pengobatan
terhadap ibu hamil yang terinfeksi akut dengan tujuan mengurangi infeksi ke
janin, dosis yang dianjurkan WHO adalah :13,14,15
1.
Kombinasi
antara sulfa, pirimethamin, dan asam folat dengan dosis :
a.
Sulfonamide/
sulfadiazin 1000 mg per hari
b.
Pirimethamin
(Daraprim) 25 mg per hari
c.
Asam
folat 10 mg/ minggu (mencegah depresi sumsum tulang)
Dosis ini diberikan
selama 4 minggu dan diulang lagi dengan interval 4 minggu dengan maksimum 3
siklus pemberian sampai terjadinya persalinan. Karena teratogenik maka
kombinasi pirimethamin dan sulfa baru dapat digunakan setelah kehamilan 20
minggu.
2.
Pada
kehamilan trimester I digunakan spiramisin, suatu antibiotika golongan makrolid
dengan dosis 3x1 gram selama 4 minggu (9 juta unit) dan diulang tiap 4 minggu.
f.
Pencegahan
a.
Hindari kontak dengan
kucing, tanah & daging mentah
b.
Cuci tangan dengan sabun
setelah memegang daging mentah & sebelum makan
c.
Jangan memegang mulut &
mata pd waktu mengolah daging mentah
d.
Cuci sayur/lalap & buah
e.
Hindari kontak dg
bahan-bahan yang mungkin tercemar kotoran kucing
f.
Pakai sarung tangan saat berkebun16
2.
RUBELLA
a.
Definisi
Rubella
atau campak jerman adalah infeksi virus RNA dari golongan Togavirus yang
ditandai dengan ruam merah muda, demam, dan pembesaran kelenjar limfe. Penyakit ini relatif tidak berbahaya dengan morbiditas
dan mortalitas yang rendah pada manusia normal. Tetapi jika infeksi didapat
saat kehamilan, dapat menyebabkan gangguan pada pembentukan organ dan
mengakibatkan kecacatan.
b.
Patogenesis
Infeksi
terjadi melalui selaput lendir saluran pernafasan bagian atas. Setelah tujuh
hari timbal viremia yang berlangsung sampai timbulnya antibodi pada hari ke
12-14. Pembentukan antibodi bertepatan dengan timbulnya ruam. Setelah timbulnya
ruam, virus dapat ditemukan dalam nasopharing.17
c.
Gejala
Klinis
Pada
janin, infeksi rubella dapat menyebabkan abortus bila terjadi pada trimestre I.
Mula-mula replikasi virus terjadi dalam jeringan janin, dan menetap dalam
kehidupan janin, dan mempengaruhi pertumbuhan janin sehingga menimbulkan
kecacatan atau kelainan yang lain. Infeksi ibu pada trimester II juga dapat menyebabkan
kelainan yang luas pada organ. Menetapnya virus dan interaksi antara virus dan
sel di dalam uterus dapat menyebabkan kelainan yang luas pada periode neonatal,
seperti anemiahemolitika dengan hematopoesis extra meduler, hepatitis, nefritis
interstitial, encefalitis, pancreatitis interstitial, dan osteomielitis.
Gejala rubella
kongenital dapat dibagi dalam 3 kategori :
1.
Sindroma
rubella kongenital yang meliputi 4 defek utama yaitu:
a.
Gangguan
pendengaran tipe neurosensorik. Timbul bila infeksi terjadi sebelum umur
kehamilan 8 minggu. Gejala ini dapat merupakan satu-satunya gejala yang timbul.
b.
Gangguan
jantung meliputi PDA, VSD, dan stenosis katup pulmonal.
c.
Gangguan
mata : katarak dan glukoma. Kelainan ini jarang berdiri sendiri
d.
Retardasi
mental
2.
Extended-sindroma
rubella kongenital. Meliputi cerebral palsy, retardasi mental, keterlambatan
pertumbuhan dan berbicara, kejang, ikterus, dan gangguan imunologi
(hipogamaglobulin).
3.
Delayed-sindroma
rubella kongenital. Meliputi panensefalitis, dan Diabetes Mellitus tipe 1,
gangguan pada mata dan pendengaran yang baru muncul bertahun-tahun kemudian.
d.
Diagnosis
Berdasar
gejala klinik dan temuan serologi, sindroma rubella kongenital (CRS, Congenital
Rubella Syndrome) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1.
CRS
confirmed. Defek dan satu atau lebih tanda/ gejala berikut :
a.
virus
rubella yang dapat diisolasi
b.
adanya
IgM spesifik rubella
c.
menetapnya
IgG spesifik rubella
2.
CRS
compatible. Terdapat defek tetapi konfirmasi laboratorium tidak lengkap.
Didapatkan 2 defek dari item a atau satu dari item a dan b
a.
katarak
dan/ atau glaucoma kongenital. Penyakit jantung kongenital, tuli, retinopati
b.
purpura,
splenomegali, kuning, mikrosefali, retardasi mental, meningo encefalitis,
penyakit tulang radiolusen.
c.
CRS
posible. Defek klinis yang tidak memenuhi kriteria untuk CRS compatible.
d.
CRI
(Congenital Rubella Infection). Temuan serologi tanpa defek
e.
Stillbirth.
Stillbirth yang disebabkan rubella maternal.
f.
Bukan CRS. Temuan hasil laboratorium tidak sesuai dengan CRS,
yaitu tidak adanya antibodi rubella pada anak umur <24>2
e.
Penatalaksanaan
Penanggulangan
infeksi rubella adalah dengan pencegahan infeksi salah satunya dengan cara
pemberian vaksinasi. Pemberian vaksinasi rubella secara subkutan dengan virus
hidup rubella yang dilemahkan dapat memberi kekebalan yang lama dan bahkan bisa
seumur hidup.
Vaksin
rubella dapat diberikan bagi orang dewasa terutama wanita yang tidak hamil.
Vaksin rubella tidak boleh diberikan pada wanita yang hamil atau akan hamil
dalam 3 bulan setelah pemberian vaksin. Hal ini karena vaksin berupa virus
rubella hidup yang dilemahkan dapat beresiko menyebabkan kecacatan meskipun
sangat jarang.
Tidak
ada preparat kimiawi atau antibiotik yang dapat mencegah viremia pada
orang-orang yang tidak kebal dan terpapar rubella. Bila didapatkan infeksi
rubella dalam uterus, sebaiknya ibu diterangkan tentang resiko dari infeksi
rubella kongenital. Dengan adanya kemungkinan terjadi defek yang berat dari
infeksi pada trimester I, pasien dapat memilih untuk mengakhiri kehamilan, bila
diagnosis dibuat secara tepat.
3.
SITOMEGALOVIRUS
a.
Definisi
Sitomegalovirus
merupakan virus DNA dari golongan herpesviridae seperti : Herpes simplex virus
tipe 1 dan 2, Varicella-Zoster, Eipstein Barr virus. Karakteristik virus dari
golongan ini adalah kemampuannya untuk beradaptasi di dalam tubuh manusia
sedemikian rupa sehingga dapat menimbulkan masa latent atau dormant. Virus ini
merupakan penyebab utama infeksi kongenital, dan diperkirakan 0,2-2,2 % janin
yang terinfeksi intrauterin dapat fatal bagi janin dan bila bertahan hidup
dapat terjadi retardasi mental, buta atau tuli.
b.
Patofisologi
Infeksi
CMV dimulai dengan interaksi antara virus dengan reseptor di permukaan sel,
kemudian diikuti dengan penetrasi dan maturasi. Interaksi dan penetrasi ini
dapat terjadi pada sel yang memungkinkan maupun yang tidak memungkinkan bagi
CMV untuk tumbuh. Ha ini menunjukkan bahwa reseptor untuk CMV ini terdapat pada
berbagai sel, dengan demikian sel spesifik untuk CMV ini lebih ditentukan oleh
hal-hal setelah penetrasi.
Infeksi
CMV menyebabkan pembesaran sel disertai inklusi intranuklear. Inti sel sering
menunjukkan gambaran kromatin yang terdesak ke tepi, serta inklusi yang
dikelilingi oleh suatu hallo yang jernih. Pada infeksi yang berat, semua sistem
organ dapat terlibat. CMV secara khas menginfeksi sel-sel epitel duktal, sedangkan
permukaan serosa dan mukosa juga terinfeksi dengan derajad yang lebih ringan.21
Meskipun
bersifat sitopatik dan mampu merusak jaringan, CMV memiliki virulensi yang
rendah. Replikasi virus yang lambat mengakibatkan lebih banyak virion
intraseluler daripada ekstraseluler serta lebih banyak terdapat virion yang
defektif. Disamping efek sitopatik, CMV juga merspon imun host dan vaskulitis
yang biasa menyertai infeksi yang menyebabkan infeksi organ yang terlibat.
Setelah
lepas dari sel yang terinfeksi, CMV dapat berikatan dengan dan diselubungi
oleh b2-mikroglobulin sehingga
virus dapat terlindungi dari antibodi penetral. CMV yang berasosiasi dengan sel
menginduksi sintesa protein yang terlokalisir pada permukaan sel dan dapat
berperan sebagai reseptor Fc immunoglobulin. Protein ini melindungi sel yang
terinfeksi terhaadap efek sitotoksik sistem imun.
c.
Gejala
klinis
Hanya
pada individu dengan penurunan daya tahan dan pada masa pertumbuhan janin
sitomegalovirus menampakkan virulensinya pada manusia. Tidak seperti virus
rubella, sitomegalovirus dapat menginfeksi hasil konsepsi setiap saat dalam
kehamilan. Bila infeksi terjadi pada masa organogenesis (trimester I) atau
selama periode pertumbuhan dan perkembangan aktif (trimester II) dapat terjadi
kelainan yang serius.
Pada
trimester I infeksi kongenital sitomegalovirus dapat menyebabkan prematur,
mikrosefali, IUGR, kalsifikasi intrakranial pada ventrikel lateral dan traktus
olfaktorius, sebagian besar terdapat korioretinitis, juga terdapat retardasi
mental, hepatosplenomegali, ikterus, purpura trombositopeni, DIC.
Infeksi
pada trimester III berhubungan dengan kelainan yang bukan disebabkan karena
kegagalan pertumbuhan somatik atau pembentukan psikomotor. Bayi cenderung
normal tetapi tetap beresiko terjadinya kurang pendengaran atau retardasi
psikomotor.
Mortalitas
infeksi kongenital cukup tinggi yaitu sebesar 20-30 % dan dari yang bertahan
hidup 90% akan menderita komplikasi lambat seperti retardasi mental, buta,
defisit psikomotor, tuli dan lain-lain. Gejala lambat juga timbul pada 5-15%
dari mereka yang lahir asimtomatik seperti gangguan pendengaran tipe sensorik
sebelum tahun kedua.2,7
d. Diagnosis
Untuk
dapat menegakkan diagnosis infeksi sitomegalovirus ibu dibutuhkan antara lain:14
a.
peningkatan
titer antibodi anti sitomegalovirus sebesar lebih dari 4 kali (konversi
serologi)
b.
adanya
antibodi IgM ibu, atau
c.
isolasi
virus
e. Penatalaksanaan
Sampai
saat ini tidak ada pengobatan yang efektif untuk mengatasi infeksi maternal,
dan karena resiko terjadinya morbiditas fetal adalah rendah pemeriksaan
penyaring serologisselama kehamilan mempunyai nilai yang terbatas. Berbeda
dengan infeksi virus rubella, antibodi sitomegalovirus tidak dapat melindungi
kemungkinan infeksi kongenital pada kehamilan yang berikutnya, sehingga kegunaan
vaksinasi untuk sitomegalovirus diragukan.
Yang
penting dan perlu diperhatikan bagi wanita hamil yang seronegatif harus
mencegah agar tidak terlalu sering kontak dengan anak-anak usia 2-4 tahun
terutama yang diketahui menderita infeksi infeksi sitomegalovirus, dan selalu
menjaga kebersihan diri dengan membiasakan selalu mencuci tangan setelah kontak
dengan produk cairan anak-anak seperti muntahan, popok, dan lain-lain.21
4.
HERPES
SIMPLEKS
a.
Definisi
Virus
herpes simpleks adalah merupakan virus DNA, dan seperti virus DNA yang lain
mempunyai karakteristik melakukan replikasi didalam inti sel dan membentuk
intranuclear inclusion body. Intranuclear inclusion body yang
matang perlu dibedakan dari sitomegalovirus. Karakteristik dari lesi ini adalah
adanya central intranuclear inclusion body eosinofilik yang
ireguler yang dibatasi oleh fragmen perifer darin kromatin pada tepi membran
inti.
Berdasarkan
perbedaan imunologis dan klinis, virus herpes simpleks dapat dibedakan menjadi
dua tipe, yaitu :
a.
virus
herpes simpleks tipe 1 yang menyebabkan infeksi herpes non genital, biasanya
pada daerah mulut, meskipun kadang-kadang dapat menyerang daerah genital.
Infeksi virus ini biasanya terjadi saat anak-anak dan sebagian besar
seropositif telah didapat pada waktu umur 7 tahun.
b.
virus
herpes simples tipe 2 hampir secara ekslusif hanya ditemukan pada traktus
genitalis dan sebagian besar ditularkan lewat kontak seksual.
b.
Penyebaran
Virus
herpes simpleks menyebar melalui kontak tubuh secara langsung dan sebagian
besar dengan kontak seksual. Dalam keadaan tanpa adanya antibodi, kontak dengan
partner seksual yang menderita lesi herpes aktif, sebagian besar akan
mengakibatkan panyakit yang bersifat klinis.
Penyebaran
transplasenta sangat jarang terjadi dan masih belum jelas, tetapi diduga tidak
jauh berbeda dengna penularan virus herpes yang lain seperti sitomegalovirus,
Eipstein-Barr virus dan lain-lain.
Penularan
pada bayi dapat terjadi bila janin yang lahir kontak dengan virus pada ibu yang
terinfeksi virus aktif dari jalan lahirnya dan ini merupakan penularan pada
neonatal yang paling sering terjadi. Meskipun demikian kejadian herpes neonatal
kecil sekali yaitu 1:25.000 kelahiran. Beberpaa keadaan yang mempengaruhi
terjadinya herpes neonatal adalah banyak sedikitnya virus, kulit ketuban masih
utuh atau tidak, ada atau tidaknya lesi herpes genital, dan ada atau tidaknya
antibodi virus herpes simpleks. Pada ibu hamil dengan infeksi primer dan belum
terbentuk antibodi maka penularan dapat terjadi sampai 50% sedangkan pada
infeksi rekuren hanya 2,5-5%.
c.
Gejala
Klinik
Secara
umum gejala klinik infeksi virus herpes simpleks dapat dibagi dalam 2 bentuk
yaitu :
a.
Infeksi
primer yang biasanya disertai gejala (simtomatik) meskipun dapat pula tanpa
gejala (asimtomatik). Keadaan tanpa gejala kemungkinan karena adanya imunitas
tertentu dari antibodi yang bereaksi silang dan diperoleh setelah menderita
infeksi tipe 1 saat anak-anak. Masa inkubasi yang khas selama 3-6 hari yang
diikuti dengan erupsi papuler dengan rasa gatal, atau pegal-pegal yang kemudian
menjadi nyeri dan pembentukan vesikel dengan lesi vulva dan perineum yang
multipel dan dapat menyatu. Vesikel yang terbentuk pada perineum dan vulva
mudah terkena trauma dan dapat terjadi ulserasi serta terjangkit infeksi
sekunder. Lesi pada vulva cenderung menimbulkan nyeri yang hebat dan dapat
mengakibatkan disabilitas yang berat.Dalam waktu 2-4 minggu, semua keluhan dan
gejala infeksi akan menghilang tetapi dapat kambuh lagi karena terjadinya
reaktivasi virus dari ganglion saraf.
b.
Infeksi
rekuren. Setelah infeksi mukokutaneus yang primer, partikel-partikel virus akan
menyerang sejumlah ganglion saraf yang berhubungan dan menimbulkan infeksi
laten yang berlangsung lama. Infeksi laten dimana partikel-partikel virus
terdapat dalam ganglion saraf secara berkala akan terputus oleh reaktivasi
virus yang disebut infeksi rekuren yang mengakibatkan infeksi yang asimtomatik
secara klinis (pelepasan virus) dengan atau tanpa lesi yang simtomatik. Lesi
ini umumnya tidak banyak, tidak begitu nyeri serta melepaskan virus untuk
periode waktu yang lebih singkat (2-5 hari) dibandingkan dengan yang terjadi
pada infeksi primer, dan secara khas akan timbul lagi pada lokasi yang sama.
Walaupun sering terlihat pada infeksi primer, infeksi serviks tidak begityu
sering terjadi pada infeksi virus yang rekuren.
Infeksi
primer pada ibu dapat menular pada janin melalui plasenta atau lewat
koriopamnion yang utuh dan dapat menyebabkan abortus spontan, prematuritas,
ataupun kelainan kongenital dengan gejala mirip infeksi pada sitomegalovirus
seperti mikrosefali, korioretinitis, IUGR. Janin hampir selalu terinfeksi oleh
virus yang dilepaskan dari serviks atau traktus genitalis bawah setelah ketuban
pecah atau saat bayi dilahirkan. Infeksi herpes pada bayi baru lahir mempunyai
salah satu dari ketiga bentuk berikut ini :2,14
a.
Diseminata
(70%), menyerang berbagai organ penting seperti otak, paru, hepar, adrenal, dan
lain-lain dengan kematian lebih dari 50% yang disebabkan DIC atau pneumonitis,
dan yang berhasil hidup sering menderita kerusakan otak. Sebagian besar bayi
yang terseranng bayi prematur.
b.
Lokalisata
(15%) dengan gejala pada mata, kulit, dan otak dengan kematian lebih rendah
dibanding dengan bentuk disseminata, tetapi bila tidak diobati 75% akan
menyebar dan menjadi bentuk diddeminata yang fatal. Bentuk ini sering berakhir
dengan kebutaan dan 30% disertai kelainan neurologis.
c.
Asimtomatik
hanya terjadi pada sebagian kecil penderita herpes neonatal.
d.
Diagnosis
Ditemukannya
virus dalam kultur jaringan. Sayangnya pemeriksaan ini cukup mahal dan
membutuhkan waktu lebih dari 48 jam. Cara yang lebih cepat adalah dengan
memeriksa adanya antibodi secara ELISA, dengan sensitivitas 97,5 % dan
spesifitas 98% meskipun waktu yang dibutuhkan tetap lebih dari 24 jam.
e.
Penatalaksanaan
Prinsip
utama adalah jangan biarkan virus dan bayi bertemu. Wanita yang terkena infeksi
virus herpes genitalia dianjurkan untuk tidak hamil. Apabila ibu sudah
terlanjur hamil hati-hati dengan ancaman partus prematuria dan viremia pada ibu
karena penurunan daya tahan tubuh. Ibu yang terkena virus herpes genitalia dan
bayi yang lahir dengan herpes neonatal dapat diobati dengan acyclovir atau
vidarabine yang aman terhadap kehamilan maupun pada bayinya.
Karena
beratnya ancaman infeksi virus herpes pada neonatus, persalinan perabdominam
dianjurkan pada kasus-kasus dengan dugaan lesi herpes pada genitalia atau
dengan kultur atau Pap smear terakhir yang memperlihatkan hasil positif untuk
virus herpes. Kultur hanya dilakukan pada ibu dengan lesi herpetik yang
mencurigakan. Bila tidak terdapat lesi, persalinan dapat dilakukan pervaginam.
Bayi
yang lahir dengan ibu atau bapak yang sedang terserang herpes genital atau oral
dapat dirawat gabung dengan ibu, dan dapat diberikan ASI bila tidak ada lesi
pada puting dan dihindari kontak langsung dengan setiap lesi yang ada.
Sejak
tahun 1980an mulai digunakan pengobatan antivirus untuk infeksi herpes dengan
acyclovir. Acyclovir dapat digunakan dalam beberapa bentuk preparat antara lain
krim untuk topikal, powder untuk intravena, kapsul oral dan suspensi oral.
Preparat tiopikal digunakan dengan dioleskan pada daerah terinfeksi setiap 3
jam, 6 kali perhari, selama 7 hari. Acyclovir intravena diberikan pada kasus
yang berat dengan dosis 5 mg/kg setiap 8 jam selama 5 hari.
Kapsul
oral acyclovir diindikasikan untuk 3 keadaan yaitu : Pengobatan infeksi primer,
pengobatan infeksi ulang yang berat dan penekanan rekurensi yang serinng dan
berat. Dosis pemberian acyclovir oral adalah 200 mg, 5 kali perhari selama 10
hari.
Sampai
saat ini belum ditemukan vaksinasi yang efektif untuk infeksi virus herpes
simpleks, meskipun pada model binatang didapatkan vaksin yang efektif untuk
mencegah infeksi dan untuk mengurangi pembentukan fase laten di ganglion saraf.
Comments
Post a Comment