Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal

Image
  Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal sangat penting untuk mencapai hasil yang optimal. Berikut ini adalah beberapa contoh upaya kolaboratif yang dapat dilakukan: 1.       Kolaborasi antara tenaga medis dan bidan: Tim medis yang terdiri dari dokter, perawat, dan bidan dapat bekerja sama untuk memberikan pelayanan kesehatan yang holistik kepada ibu hamil dan bayi yang akan lahir. Dengan saling berbagi pengetahuan dan keterampilan, mereka dapat meningkatkan pemantauan kehamilan, memberikan perawatan prenatal yang tepat, dan menangani komplikasi saat melahirkan. 2.       Kemitraan antara lembaga kesehatan dan masyarakat: Kolaborasi antara fasilitas kesehatan, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat lokal dapat membantu meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan maternal dan perinatal. Misalnya, mengadakan kampanye penyuluhan dan program edukasi di komunitas mengenai perawa

Konsep Dasar Hipertensi




Konsep Dasar Hipertensi

1.    Definisi
Hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatkan risiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal. Seseorang dikatakan mengalami hipertensi jika memiliki tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg atau keduanya (Aisyiyah, 2009).
Menurut Price & Wilson (2006) hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik setidaknya 140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Hipertensi adalah keadaan dimana peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang akan berlanjut untuk suatu organ terget seperti stroke pada otak, penyakit jantung koroner pada pembuluh darah jantung dan ventrikel kiri, hipertropi pada otot jantung (Guyton & Hall, 2007).

2.    Klasifikasi
Klasifikasi hipertensi menurut Shep (2006) terbagi menjadi dua berdasarkan penyebabnya, yaitu :
a.   Hipertensi primer
Hipertensi primer disebut juga hipertensi esensial atau idiopatik adalah suatu peningkatan persisten tekanan arteri yang dihasilkan oleh ketidakaturan mekanisme kontrol homeostatik normal. Hipertensi ini tidak diketahui penyebabnya dan mencakup ± 90% dari kasus hipertensi.
b.   Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi persisten akibat kelainan dasar kedua selain hipertensi esensial. Hipertensi ini penyebabnya diketahui dan menyangkut ±10% dari kasus hipertensi.
Klasifikasi hipertensi berdasarkan hasil ukur tekanan darah menurut Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Preassure (JNC) dalam Smeltzer & Bare (2006) yaitu <130 mmHg untuk tekanan darah sistol dan <85 mmHg untuk  tekanan  darah  diastol.  Klasifikasi  hipertensi  menurut  JNC secara detail dapat dilihat di tabel 2.1.
Tabel 2.1
Klasifikasi Tekanan Darah Orang Dewasa 18 Tahun ke Atas Tidak Sedang Memakai Obat Antihipertensi dan Tidak Sedang Sakit Akut

Kategori
Tekanan darah sistolik
Tekanan darah


(mmHg)
diastolik (mmHg)
Normal

< 130
<85
Normal tinggi
130-139
85-89
Stadium 1 (Hipertensi ringan)
140-159
90-99
Stadium 2
(Hipertensi sedang)
160-179
100-109
Stadium 3
(hipertensi berat)
180-209
110-119
Stadium 4
(Hipertensi maligna)
210 atau lebih
120 atau lebih
Sumber: JNC VII dikutip dari  Smeltzer & Bare (2006).

3.    Etiologi
Etiologi dai hipertensi terbagi dalam dua kelompok yaitu factor yang tidak dapat diubah dan faktor yang dapat diubah.
a.    Faktor yang tidak dapat diubah
1)    Genetik
Adanya   faktor   genetik   pada   kelurga   tertentu   akan menyebabkan   keluarga   itu   mempunyai   resiko   menderita hipertensi.  Hal  ini  berhubungan  dengan  peningkatan  kadar sodium  intraseluler  dan  rendahnya  rasio  antara  potassium terhadap  sodium,  individu  dengan  orang  tua  yang  menderita hipertensi  daripada  orang  yang  tidak  mempunyai  keluarga dengan riwayat hipertensi (Anggaraini, dkk, 2009).
2)    Jenis Kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria dan wanita sama, akan   tetapi   wanita   pramenopause   prevalensinya   lebih terlindungi daripada pria pada usia yang sama. Wanita yang belum menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam menigkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses ateroklerosis yang dapat menyebabkan hipertensi (Price & Wilson, 2006).
Namun Saat ini, prevalensi hipertensi mencapai 80% pada lansia wanita yang berusia 65 tahun keatas (Junior dalam Braz, 2011). Selain itu dalam penelitian Astari pada tahun 2012 ditemukan penderita hipertensi adalah wanita sebesar 62,50% dan laki-laki sebesar 37,50%.
3)    Usia
Insiden hipertensi meningkat seiring pertambahan usia. Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensi aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer & Bare, 2006).
b.    Faktor yang dapat diubah
1)    Pola Makan
Pola makan tinggi gula akan menyebabkan penyakit Diabetes Melitus (DM). Diabetes menginduksi hiperkolesterolimia dan berkaitan juga dengan proliferasi sel otot polos dalam pembuluh darah arteri koroner, sintesis kolesterol, trigliserida dan fosfolipid, peningkatan kadar Low Density Lipoprotein-Cholesterol (LDL-C) dan penurunan kadar High Density Lipoprotein-Cholesterol (HDL-C).
Makanan tinggi kalori, lemak total, lemak jenuh, gula dan garam turut berperan dalam berkembangnya hiperlipidemia dan obesitas. Obesitas dapat meningkatkan beban kerja jantung dan kebutuhan akan oksigen, serta obesitas akan berperan dalam gaya hidup pasif (malas beraktivitas). Lemak tubuh yang berlebihan dan ketidakaktifan fisik berperan dalam resistensi insulin (Price & Wilson, 2006).
2)    Kebiasaan Merokok
Menurut Bowman (2007) dikutip dalam Anggaraini (2009), resiko merokok berkaitan dengan jumlah rokok yang dihisap perhari, bukan pada lama merokok. Seseorang yang merokok satu pak rokok per hari menjadi dua kali lebih rentang dari pada mereka yang tidak merokok yang diduga penyebabnya adalah pengaruh nikotin terhadap pelepasan katelodamin oleh sistem saraf otonom.
3)    Aktivitas Fisik
Ketidakaktifan fisik meningkatkan resiko Cardiac Heart Desease (CHD) yang setara dengan hiperlipidemia, dan seseorang yang tidak aktif secara fisik memiliki resiko 30-50% lebih besar untuk mengalami hipertensi. Selain meningkatkan perasaan sehat dan kemampuan untuk mengatasi stres, keuntungan latihan aerobik yang teratur adalah meningkatnya kadar HDL-C, menurunnya kadar LDL, menurunnya tekanan darah, berkurangnya obesitas, berkurangnya frekuensi denyut jantung saat istirahat, dan konsumsi oksigen miokardium (MVO2), dan menurunnya resistensi insulin (Price & Wilson, 2006).

4.    Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula dari saraf sinpatis, yang berkelanjutan ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis, pada titik ini neuron preganglion melepaskan asetikolin yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimna dengna dilepaskannya neropinefrin mengakibatkan kontriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respons pembuluh darah terhadap rangsangan vasokonstriktor (Price & Wilson, 2006).
Saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenalin juga terangsang mengakibatkan tambahan aktifasi vasokonstriksi. Medula adrenal mensekresi epinefrin yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal menyebabkan pelepasan renin.
Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi (Price & Wilson, 2006).
Hipertensi pada lansia terjadi karena adanya perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh perifer yang bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah. Perubahan tersebut meliputi ateroklorosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya aorta dan arteri besar kurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung, mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer & Bare, 2006).

5.    Manifestasi klinik
Pemeriksaan fisik mungkin tidak ditemukan kelainan selain tekanan darah yang tinggi, akan tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina seperti perdarahan, eksudat, penyempitan pembuluh darah dan pada kasus berat terdapat edema pupil (Smeltzer & Bare, 2002). Tanda gejala lain yang meskipun secara tidak sengaja terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi yaitu sakit kepala, perdarahan di hidung, pusing yang terkadang juga terjadi pada seseorang dengan tekanan darah normal. Jika hipertensi berat atau menahun dan tidak terobati, dapat timbul gejala-gejala seperti sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak nafas, gelisah, pandangan kabur (karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal) (Ruhyanuddin, 2007).

6.    Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada hipertensi terbagi menjadi 2 bagian yaitu penatalaksanaan farmakologi dan non farmakologi:
a.    Penatalaksanaan farmakologi
Pemilihan obat pada penderita hipertensi tergantung pada derajat meningkatnya tekanan darah dan keberadaan compeling indication yaitu gagal jantung, pasca infark miokardial, resiko tinggi penyakit koroner, diabetes melitus, gagal ginjal kronik, dan pencegahan serangan stroke berulang. Pilihan obat tanpa compeling indication pada hipertensi ringan (tahap 1) adalah diuretic thiazide umumnya dapat dipertimbangkan inhibitor Angiotensin Converting Enzyme (ACE), ARB, β bloker, Celluler Calsium Bloker (CCB)/kombinasi. Sedangkan pada hipertensi sedang (tahap II) biasanya kombinasi dua obat yaitu diuretik thiazide dengan inhibitor ACE atau ARB, atau β bloker.
Diuretik dipilih untuk menangani efek peningkatan volume dan natrium karena menurunnya fungsi ginjal sehingga menyebabkan cairan dan natrium terakumulasi yang dapat mempengaruhi tekanan darah arteri. Diuretik berguna untuk menurunkan tekanan darah dengan cara mendeplesi (mengosongkan) natrium tubuh dan menurunkan volume darah. Sediaan diuretik yang beredar antara lain Bendrofluazid, Furosemid, Torasemid, Manitol, dan Bumetamid (Sukandar, dkk, 2009).
ACE membantu produksi angiotensin II yang berperan penting dalam regulasi tekanan darah arteri. Inhibitor ACE mencegah perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II (vasokonstriktor potensial dan stimulus sekresi aldosteron). Inhibitor ACE ini juga mencegah degradasi bradikinin dan menstimulasi sintesis senyawa vasodilator lainnya termasuk prostaglandin E2 dan prostasiklin. Sediaan inhibitor ACE yang beredar antara lain captopril, Benazepril, Delapril, Fasonopril, dan Perindopril (Sukandar, et al 2009).
Hipotensi β bloker dapat melibatkan menurunnya curah jantung melalui kronotropik negatif dan inotropik jantung dan inhibisi pelepasan renin dari ginjal. Penghambat saluran kalsium (CCB) menyebabkan relaksasi jantung dan otot polos dengan menghambat saluran kalsium yang sensitif terhadap tegangan (voltage sensitive), sehingga mengurangi masuknya kalsium ekstra seluler ke dalam sel.
Relaksasi otot polos vaskuler menyebabkan vasodilatasi dan berhubungan dengan reduksi tekanan darah. Antagonis kanal kalsium dihidropidini dapat menyebabkan aktivasi refleks simpatetik dan semua golongan ini (kecuali amilodopilin) memberikan efek inotropik negatif. Hipertensi pada orang tua (>50 tahun) obat pilihan pertama yang diberikan adalah β bloker jika dengan angina dan inhibitor ACE jika dengan diabetes atau gagal jantung (Sukandar, dkk, 2009).
b.    Penatalaksanaan non farmakologi
Penatalaksanaan non farmakologi yaitu modifikasi gaya hidup dan terapi. JNC memberikan alur penanganan pada pasien hipertensi yang paling utama adalah modifikasi gaya hidup, jika respon tidak adekuat maka dapat diberikan pilihan obat dengan efektifitas tertinggi dengan efek samping terkecil dan penerimaan serta kepatuhan pasien (Smeltzer & Bare, 2006).
Penderita hipertensi yang mengalami berat badan dianjurkan untuk menurunkan berat badannya sampai batas ideal. Merubah pola makan pada penderita diabetes, kegemukan atau kadar kolesterol darah tinggi. Mengurangi pemakaian garam sampai kurang dari 2,3 garam natrium atau 6 gram natrium klorida setiap harinya (disertai dengan asupan kalsium, magnesium, kalium yang cukup) dan mengurangi alkohol (Soeharto, 2004).
Kebiasaan merokok juga harus dikurangi bahkan dihindari, karena keadaan jantung dan paru-paru mereka yang merokok tidak akan dapat bekerja secar efesien. Asap rokok mengandung nikotin yang memacu pengeluaran zat-zat adrenalin yang dapat merangsang denyutan jantung dan tekanan darah. Selain itu, asap rokok mengandung karbon monoksida (CO) yang memiliki kemampuan jauh lebih kuat daripada sel darah merah (hemoglobin) untuk menarik  atau  menyerap  oksigen,  sehingga  menurunkan  kapasitas darah merah untuk membawa oksigen ke jaringan termasuk jantung (Soeharto, 2006).

Comments

Popular posts from this blog

Konsep Cairan dan Elektrolit Tubuh

Makalah Konsep Dasar Teori Air Susu Ibu (ASI)