Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal

Image
  Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal sangat penting untuk mencapai hasil yang optimal. Berikut ini adalah beberapa contoh upaya kolaboratif yang dapat dilakukan: 1.       Kolaborasi antara tenaga medis dan bidan: Tim medis yang terdiri dari dokter, perawat, dan bidan dapat bekerja sama untuk memberikan pelayanan kesehatan yang holistik kepada ibu hamil dan bayi yang akan lahir. Dengan saling berbagi pengetahuan dan keterampilan, mereka dapat meningkatkan pemantauan kehamilan, memberikan perawatan prenatal yang tepat, dan menangani komplikasi saat melahirkan. 2.       Kemitraan antara lembaga kesehatan dan masyarakat: Kolaborasi antara fasilitas kesehatan, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat lokal dapat membantu meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan maternal dan perinatal. Misalnya, mengadakan kampanye penyuluhan dan program edukasi di komunitas mengenai perawa

MAKALAH DIMENSI SOSIAL WANITA DAN PERMASALAHANNYA



MAKALAH DIMENSI SOSIAL WANITA
DAN PERMASALAHANNYA


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang..................................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah................................................................................................ 1
C.     Tujuan dan Manfaat Penelitian............................................................................ 2
D.    Manfaat penelitian............................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.    Dimensi  sosial wanita.......................................................................................... 3
B.     Status Sosial Wanita............................................................................................ 3
C.     Permasalahan Kesehatan Wanita dalam Dimensi Sosial dan Upaya Mengatasinya         5
1.      Perkosaan....................................................................................................... 5
2.      Pelecehan seksual........................................................................................... 8
3.      Wanita Di Tempat Kerja................................................................................ 8
4.      Pendidikan .................................................................................................... 10
5.      Upah .............................................................................................................. 11
6.      Incest ............................................................................................................. 11
7.      Home Less..................................................................................................... 15
8.      Drug Abuse.................................................................................................... 18

BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan.......................................................................................................... 22
B.     Saran.................................................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 24

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Secara biologis wanita dan pria memang tidak sama, akan tetapi sebagai makhluk jasmani dan rohani yang dilengkapi dengan akal budi. Kedua macam insan itu mempunyai persamaan yang hakiki. Keduanya adalah pribadi yang mempunyai hak sama untuk berkembang.
Dalam masa transisi menuju kemasyarakat industrial terdapat perubahan system nilai. Hal ini erat hubungannya dengan pembangunan yang mendatangkan tekhnologi barat bersama dengan nasihat-nasihatnya. Dari tekhnologi barat ini manfaat yang diambil cukup besar, tetapi disamping itu terdapat pula dampaknya, berupa benturan-benturan antara kebudayaan tradisional dan barat.
Pertemuan antara kebudayaan secara mendadak itu menimbulkan permasalahan social yang erat hubungannya dengan moralitas. Partisipasi wanita dalam menangani masalah ini sangat diharapkan karena hal ini sesuai dengan ketentuan tentang peranan wanita dalam GBHN 1988. Ketentuan itu menerangkan bahwa peran wanita adalah mewujudkan dan mengembangkan keluarga sehat, sejahterah dan bahagia, termasuk pengembangan generasi muda, terutama anak dan remaja dalam rangka pembangunan wanita seutuhnya.
Di era westernisasi seperti sekarang ini, Perempuan sering dijadikan komoditas bahkan dilecehkan dan menjadi korban dalam berbagai masalah kehidupan. Hal tersebut yang mendasari bahwa wanita adalah rendah, lemah dan paling sering mengalami permasalahan yang berkaitan dengan status kehidupannya dalam dimensi sosial di masyarakat yang disini fokus pada pemerkosaan.

B.     Rumusan Masalah
Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini Secara terperinci, penulis merumuskannya sebagai berikut:
1.      Apakah Dimensi sosial wanita?
2.      Apa saja Status Wanita?
3.      Apa saja permasalahan dalam dimensi sosial wanita?


C.    Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan umum penelitian ini untuk mengetahui dimensi sosial wanita dan permasalahannya dalam kaitannya dengan kesehatan reproduksi. Adapun tujuan khususnya dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui Dimensi sosial wanita
2.      Untuk mengetahui Status Wanita
3.      Untuk mengetahui apa saja permasalahan permasalahan dalam dimensi sosial wanita

D.    Manfaat penelitian
Secara teoritis, manfaat penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan penulis mengenai dimensi sosial wanita dan permasalahannya. Secara praktisnya, bahwa dimensi sosial wanita dan permasalahannya dalam aktivitas hidup kita sehari-hari sangat penting diketahui dan dipahami oleh diri kita sebagai wanita dan calon bidan. Kedua unsur standar kompetensi tersebut dititikberatkan  pada permasalahan sosial wanita khususnya perkosaan, dalam hal ini motivasi perkosaan, pencegahan, penanganan dan yang berkaitan dengan masalah perkosaan. Oleh karena itu, hasil penelitian kajian kasus ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam proses kegiatan pembelajaran bidang kesehatan khususnya di akademi ini.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Dimensi  sosial wanita
Dimensi sosial wanita Adalah suatu fenomena gambaran yang terjadi pada saat sekarang ini. Kenyataannya adalah diskriminasi atau ketidakadilan:
1.      Marginalisasi
a.       Peluang untuk menjadi pembantu rumah tangga lebih banyak diberikan kepada perempuan.
b.      Pemupukan dan pengendalian tekhnologi dilakukan oleh laki-laki
Contoh            :  petugas pengelas besi
2.      Subordinasi
Yaitu keyakinan menetapkan kedudukan dan peran wanita lebih rendah dari  pada laki-laki.
Contoh            : Kepala keluarga
3.      Pandangan steriotip
Penandaan yang sering bersifat negative secara umum selalu melahirkan ketidak adilan yang bersumber dari pandangan gender.
Contoh : Tes keperawanan
4.      Kekerasan terhadap perempuan
Berbagai serangan terhadap fisik maupun integritas mental, psikologis yang dialami oleh wanita.
Contoh : kekerasan dalam rumah tangga
5.      Beban kerja
Suatu bentuk diskriminasi dimana beban kerja harus dijalankan oleh salah satu jenis kelamin tertentu.
Contoh : pembantu rumah tangga banyak diberikan kepada perempuan.

B.     Status Sosial Wanita
1.      Pengertian
Status adalah kedudukan seseorang di dalam keluarga dan masyarakat. Jadi status social wanita adalah kedudukan seorang wanita yang akan mempengaruhi bagaimana seseorang wanita diperlakukan, bagaimana dia dihargai dan kegiatan apa yang boleh dilakukan.
2.      Faktor Yang Mempengaruhu Status Sosial Wanita
a.       Rendahnya kedudukan wanita dari pria
Walaupun separuh dari penghuni dunia adalah wanita namun sampai abad yang lalu dunia seni, politik, ekonomi, perdagangan adalah dunia laki-laki. Karena itu wanita hidupnya bagaikan mengambang dalam keremangan senja, bergerak hanyut seperti bayangan dibelakang panggung pria dan tidak berarti.
Hukum manusia dari dulu hingga sekarang adalah hukum laki-laki, khususnya dibidang politik, pemerintah adalah pemerintahan pria dan Negara adalah Negara pria. Terutama dibidang politik, wanita ditolak untuk menduduki posisi kepemimpinan dan fungsi-fungsi kunci, karena dianggap kurang mampu dan dilihat sebagai saingan kaum pria.
b.      Rendahnya tingkat pendidikan wanita dibanding pria
Ketika orang tua akan memutuskan untuk membiayai pendidikan anaknya umumnya kaum laki-laki yang mendapat prioritas utama untuk memperoleh pendidikan yang tinggi untuk bekal menjadi kepala keluarga dan pencari nafkah yang baik, sedangkan wanita kurang perlu mendapat pendidikan tinggi karena nantinya juga harus bertugas menjadi ibu rumah tangga, kembali mengurus keluarga.
Persepsi ini yang merugikan kaum wanita karena dianggap kurang penting memperoleh pendidikan yang tinggi sehingga mengakibatkan banyak wanita tetap terpuruk dalam kebodohan karena tingkat pendidikan yang rendah.
c.       Perlindungan hukum, hak dan kewajiban wanita serta peran ganda wanita sebagai ibu rumah tangga dan pencari nafkah
Di masyarakat seorang wanita tidak boleh memiliki / mewarisi hak milik atau mencari penghasilan. Bila wanita dicerai maka dia tidak boleh merawat anaknya lagi atau hak miliknya.
Meskipun wanita punya hak secara hokum tetapi tradisi tidak akan mengijinkan untuk mengkontrol hidupnya sendiri. Selain itu karena ekonomi keluarga yang kurang baik, meningkatkan wanita untuk berperan ganda sebagai ibu rumah tangga dan pencari nafkah.



C.    Permasalahan Kesehatan Wanita dalam Dimensi Sosial dan Upaya Mengatasinya
1.      Pemerkosaan
a.       Pengertian perkosaan
Perkosaan adalah setiap tindakan laki-laki memasukkan penis, jari atau alat lain ke dalam vagina/alat tubuh seorang perempuan tanpa persetujuannya. Dikatakan suatu tindak perkosaan tidak hanya bila seorang, perempuan disiksa, dipukuli sampai pingsan, atau ketika perempuan meronta, melawan, berupaya melarikan setiap diri atau korban hendak bunuh diri, akan tetapi meskipun perempuan tidak melawan, apapun yang dilakukan perempuan, bila perbuatan tersebut bukan pilihan keinginan perempuan berarti termasuk tindak perkosaan. bukan kesalahan wanita.
Dalam rumah tangga, hubungan seksual yang tidak diinginkan istri termasuk tindakan kekerasan, merupakan tindakan yang salah.
b.      Motivasi Perkosaan
1)      Pria ingin menunjukkan kekuasaan yang bertujuan untuk menguasai korban dengan cara mengancam (dengan senjata secara, fisik menyakiti perempuan, verbal dengan mengertak) dan dengan penetrasi sebagai simbol kemenangan.
2)      Sebagai cara meluapkan rasa marah, penghinaan, balas dendam, menghancurkan lawan baik masalah individu maupun masalah kelompok tertentu, sedangkan unsur rasa cinta ataupun kepuasan seksual tidak penting.
3)      Luapan perilaku sadis, pelaku merasa puas telah membuat penderitaan bagi orang lain.
c.       Jenis-Jenis Perkosaan
1)      Perkosaan oleh orang yang dikenal.
2)      Perkosaan oleh suami/bekas suami.
3)      Perkosaan oleh pacar/dating rape.
4)      Perkosaan oleh teman kerja/atasan.
5)      Perkosaan oleh orang yang tidak dikenal.



d.      Pencegahan Pemerkosaan
1)      Berpakaian santun, berperilaku, bersolek tidak mengundang perhatian pria.
2)      Melakukan aktifitas secara bersamaan dalam kelompok dengan banyak teman, tidak berduaan.
3)      Di tempat keda bersama teman/berkelompok, tidak berduaan dengan sesama pegawai atau atasan.
4)      Tidak menerima tamu laki-laki ke rumah, bila di rumah seorang diri.
5)      Berjalan - jalan bersama banyak teman, terlebih di waktu malam hari.
6)      Bila merasa diikuti orang, ambil jalan kearah yang berlainan, atau berbalik dan bertanya ke orang tersebut dengan nada keras, dan tegas. apa maksud dia.
7)      Membawa alat yang bersuara keras seperti peluit, atau alat bela diri seperti parfum spray, bubuk cabe/merica yang bisa ditiupkan ke mata­.
8)      Berteriak sekencang mungkin bila diserang.
9)      Jangan ragu mencegah dengan mengatakan 'tidak', walaupun pada atasan yang punya kekuasaan atau pada pacar yang sangat dicintai.
10)  Ketika bepergian, hindari sendirian, tidak menginap, bila orang tersebut merayu tegaskan bahwa perkataan dan sentuhannya membuat anda merasa risih, tidak nyaman, dan cepatlah meninggalkannya.
11)  Jangan abaikan kata hati. Ketika tidak nyaman dengan suatu tindakan yang mengarah seperti dipegang, diraba, dicium, diajak ke tempat sepi.
12)  Waspada terhadap berbagai cara pemerkosaan seperti: hipnotis. obat-obatan dalarn rninuman, pemen, snack atau hidangan makanan.
13)  Saat ditempat baru, jangan terlihat bingung. Bertanya pada polisi. hansip atau instapsi.
14)  Menjaga jarak/space interpersonal derigan. lawan jenis. Di eropa space interpersonal dengan jarak 1 meter.
e.       Sikap Terhadap Korban Perkosaan
1)      Menumbuhkan kepercayaan diri bahwa hal ini terjadi bukan kesalahannya.
2)      Menumbuhkan gairah hidup.
3)      Mengliargai kemauannya untuk menjaga privasi dan keamanannya.
4)      Mendampingi untuk periksa atau lapor pada polisi.
f.       Resiko kesehatan pada korban perkosaan
1)      Kehamilan.
2)      Tejangkit Infeksi menular seksual.
3)      Cidera robek dan sayatan, cekikan, memar bahkan sampai ancaman jiwa.
4)      Hubungan seksual dengan suarni mengalami gangguan, memerlukan waktu terbebas dari trauma ataupun merasa diri telah temoda.
5)      Gejala psik-ologis ringan hingga gangguan psikologi berat. Pada waktu singkat perempuan korban perkosaan menyaiahkan diri send iri, sebab merasa dirinya yang menyebabkan perkosaan terjadi, terlebih pandangan budaya biasanya selalu menyalahkan perempuan. Selain itu juga terjadi insomma/gangguan tidur, ancreksia/tidak nafsu makan,kecemasan mendalam, perasaan males untuk bersosialisasi. Gejala psikologi tersebut dapat berkembang bila penanganan tidak adekuat seiring dengan makin bertambah, waktu yaitu perasaan tidak­ punya daya upaya, marah yang mernbara, merasa diri tidak berharga, timbul gejala psikosomatis seperti: mual, mutah, sakit kepala, badan sakit. Selain itu dapat timbul ketakutan yang luar biasa/fobia, mengurung diri. Gejala psikologi ini tiap perempuan berbeda tergantung dari tipe kepribadian terbuka atau tertut,dukungan dari keluarga dan lingkungan, persepsi diri dengan apa yang dialami, pengalaman dalam menghadapi stress, koping mekanisme/telcnik mengatasi masalah sebelumnya.
g.      Penanganan
Tugas tenaga kesehatan dalam kasus tindak perkosaan:
1)      Bersikap dengan baik, penuh perhatian dan empati.
2)      Memberikan asuhan untuk menangani gangguan kesehatannya, misalnya mengobati cidera, pemberian kontrasepsi darurat
3)      Mendokumentasikan hasil pemeriksaan dan apa yang sebenarnya terjadi.
4)      Memberikan asuhan pemenuhan kebutuhan psikologis
5)      Memberikan konseling dalam membuat keputusan.
6)      Membantu memberitahukan pada keluarga.
h.      Pasal dalam undang-undang yang berkaitan dengan tindak perkosaan:
1)      Pasal 281-283 KUHP tentang Kejahatan terhadap Kesopanan.
2)      Pasal 289-298 KUHP tentang Pencabulan.
3)      Undang-undang Perlindungan Anak (UUPA) no 23 tahun 2003.
4)      Undang-undang no 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

2.      Wanita di Pusat Rehabilitasi
a.       Pusat rehabilitasi wanita meliputi :
1)      Maslah sosial, contohnya PSK.
2)      Masalah psikologis, misalnya trauma pada korban kekerasan.
3)      Masalah drug abuse.
b.      Rehabilitasi bagi para PSK dilakukan :
1)      Di luar panti ditempat lokalisasi.
2)      Di dalam panti.
c.       Upaya rehabilitasi yang dilakukan meliputi :
1)      Bimbingan agama.
2)      Bimbingan sosial.
3)      Latihan keterampilan.
4)      Pendidikan kesehatan.
5)      Pendidikan dan kesejahteraan pribadi.
d.      Rehabilitasi wanita korban kekerasan, trauma psikologis
Upaya yang dilakukan dengan membangkan dan membangkitkan rasa percaya diri. Salah satu cara dengan therapy psikologis. Mereka membutuhkan pendampingan agar bisa kembali pada keadaan semula. Upaya rehabilitasi korban kekerasan tercantum dalam UUPKDRT.

3.      Wanita Di Tempat Kerja
a.       Alasan wanita bekerja
1)      Aktualisasi diri.
Wanita yang bekerja akan memperoleh pengakuan dari lingkungan  karena produktifitas dan kreatifitas yang telah dihasilkan.
2)      Mata pencaharian.
Penghasilan yang diperoleh dalam rangka mencukupi kebutuhan sehari-hari agar meningkat kualitas hidup keluarga, baik untuk memenuhi kebutuhan primer seperti pangan, sandang, papan, atau kebutuhan sekunder seperti perabot rumah tangga, mobil, jaminan kesehatan, dll.
3)      Relasi positif dalam keluarga.
Pengetahuan yang luas dan pengalaman rnengambil keputusan saat bekerja dalam memecahkan suatu masalah ditempat kerja, pola pikir terbuka memungkinkan jalinan saling mendukung dalam keluarga.
4)      Pemenuhan kebutuhan social.
Wanita bekerja akan menjumpai banyak relasi, Leman sehingga dapat memperkaya wawasan bagi wanita.
5)      Peningkaan keterampilan/kompetensi.
Dengan bekerja wanita terns terpacu untuk selalu meningkatkan keterampilan atau kompetensi sehingga dapat meningkatkan rasa percaya diri dan prestasi yang lebih sebagai karyawan.
6)      Pengaruh lingkungan.
Lingkungan mayoritas wanita banyak yang bekerja akan memberikan motivasi bagi wanita lain untuk bekerja.
b.      Dampak wanita bekerja
1)      Terpapar zat-zat kimia yang mempengaruhi kesehatan dan infertilitas. Asap rokok, bahan radiologi, bahan organik, bahan organo fosfat dan organo Morin untuk racun hewan perusak.
2)      Resiko pelecehan seksual. Pelaku pelecehan seksual bisa Leman sejawat, supervisor, manager atau atasan. Adaptor wanita terkadang tidak kuasa menolak karena ketakutan atau ancaman di PHK.
3)      Penundaan usia nikah. Wanita yang sibuk mengejar prestasi kariemya menyebabkan tidak mempunyai banyak waktu Luang untuk memperhatikan pernikahannya.
4)      Keharmonisan rumah tangga terpengaruh. Kesibukan aktifitas yang berlebilian memungkinkan wanita tidak mempunyai banyak waktu untuk keluarga karena pusat perhatiannya pada kesuksesan kanernya, sehingga bisa menelantarkan peran sebagai istri dan sebagai ibu.
c.       Upaya pemecahan
1)      Bekerja menggunakan proteksi, seperti masker, sarung Langan, baju khusus untuk proteksi radiasi.
2)      Cek kesehatan secara berkala.
3)      Melakukan aktifitas bekerja tidak hanya dengan satu pria misalnya bila lembur, divas luar.
4)      Tidak nebeng kendaraan tanpa ditemani orang lain, sekalipun ditawari oleh atasan.
5)      Jangan ragu mengatakan 'tidak' walaupun pada atasan. Tidak perlu takut pada ancaman di pecat.
6)      Menetapkan target menikah.
7)      Menjaga komunikasi dengan keluarga. Mencurahkan perhatian khusus pada keluarga pada hari libur dengan kualitas yang maksimal, mengagendakan kegiatan bersarna keluarga, memenuhi hak-hak suami dan anak, berbagi peran dengan suami dan selalu menghargai suami.

4.      Pendidikan
Pendidikan merupakan proses pemberdayaan peserta didik sebagai subjek dan objek dalam membangun kehidupan yang lebih baik. Pendidikan juga merupakan proses sadar dan sistematis disekolah, keluarga, dan masyarakat untuk menyaqmpaikan suatu maksud dari suatu konsep yang sudah diterapkan. Tujuan pendidikan yaitu diharapkan individu mempunyai kemampuan dan ketrampilan secara mandiri untuk meningkatkan taraf hidup lahir batin dan meningkatkan perannyasebagai pribadi, pegawai/karyawan, warga masyarakat, warga negara, dan makhlik Tuhan dalam mengisi pembangunan.
Tingkat kualitas sumber daya manusia (SDM) suatu bangsa pada hakekatnya ditentukan oleh kualitas pendidikan yang diperoleh. Pendidikan yang baik dan berkualitas saat melhirkan individu yang baik dan berkualitas pula. Sebaliknya apabila pendidikan yang diperoleh tidak baik dan tidak berkualitas, maka hal ini akan berdampak terhadap kualitas SDM yang dibangun. Peningkatan pendidikan bagi kaum perempuan merupakan keharusan yang tidak dapat dielakkan demi mencapai kesetaraan dan keadilan gender. Analisis  gender dalam pembangunan pendidikan ditingkat nasional menemukan adanya kesenjangan gender dalam pelaksanaan pendidikan terutama di tingkat SMK dan perguruan tinggi, namun lebih seimbang peda tingkat SD, SMP, dan SMU. Kecenderungan adalah semakin tinggi jenjang pendidikan, maka makin meningkat kesenjangan gendernya.
Pendidikan yang tinggi dipandang perlu bagi kaum wanita, karena pendidikan yang tinggi maka mereka dapat meningkatkan taraf hidup, membuat keputusan yang menyangkut masalah kesehatan mereka sendiri. Seorang wanita yang lulus dari perguruan tinggi akan lebih mudah mendapatkan pekerjaan dan mampu berperilaku hidupn sehat bila dibandingkan dengan seorang wanita yang memiliki pendidikan rendah. Semakin tinggi pendidikan seorang wanita maka ia semakin mampu mandiri dengan sesuatu yang menyangkut diri mereka sendiri.

5.      Upah
Fenomena perempuan bekerja bukanlah barang baru ditengah masyarakat kita. Sebenarnya tidak ada perempuan yang benar-benar menganggur, biasanya para perempuan juga memiliki pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya entah itu dengan mengelola sawah, membuka warung dirumah, mengkreditkan pakaian dan lain sebagainya. Mungkin sebagian besar masyarakat Indonesia masih beranggapan bahwa perempuan dengan pekerjaaan diatas bukan termasuk kategori perempuan bekerja. Hal ini karena perempuan bekerja identik dengan wanita karir atau wanita kantoran, padahal dimanapun dan kapanpun perempuan itu bekerja seharusnya tetap dihargai pekerjaannya.
Kaitannya dengan  dimensni sosial yakni “perempuan itu diberi upah lebih kecil dari laki-laki. Contohnya:  banyak wanita yang menjadi buruh 

6.      Incest
a.      Definisi
Belakangan ini, banyak sekali ditemukan baik di media maupun kehidupan nyata, seorang anak menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan anggota keluarga sendiri yang lazim disebut incest
Incest atau inses dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah hubungan seksual antara orang-orang yang bersaudara dekat yang dianggap melanggar adat, hokum dan agama.
Menurut Sawitri Supardi Sadarjoen, incest adalah hubungan seksual yang dilakukan oleh pasangan yamg memiliki ikatan keluarga yang kuat, seperti misalnya ayah dengan anak perempuannya, ibu dengan anak laki-lakinya, atau antar sesama keluarga kandung.
Sedangkan menurut Kartini Kartono, incest  adalah hubungan seks diantara pria dan wanita di dalam atau diluar ikatan perkawinan, dimana mereka terkait dalam hubungan kekerabatan atau keturunan yang yang dekat sekali.
Sofyan S. Willis,  mengemukakan pengertian incest sebagai berikut: Hubungan kelamin yang terjadi antara dua orang diluar nikah, sedangkan mereka adalah kerabat dekat sekali.
Selanjutnya pendapat incest yang dikemukakan oleh Supratik, mengatakan bahwa: Taraf  koitus antara anggota keluarga, misalnya antara kakak lelaki dengan adik perempuannya yang dimaksud adalah hubungan seksual. Atau antara ayah dengan anak perempuannya, yang dilarang oleh adat dan kebudayaan.
Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Incest adalah hubungan seksual yang terjadi di antara anggota kerabat dekat, biasanya adalah kerabat inti seperti ayah, atau paman. Incest dapat terjadi suka sama suka yang kemudian bias terjalin dalam perkawinan dan ada yang terjadi secara paksa yang lebih tepat disebut dengan perkosaan.
Incest digambarkan sebagai kejadian relasi seksual; diantara individu yang berkaitan darah, akan tetapi istilah tersebut akhirnya dipergunakan secara lebih luas, yaitu untuk menerangkan hubungan seksual ayah dengan anak, antar saudara. Incest  merupakan perbuatan terlarang bagi hampir setiap lingkungan budaya.
Fakta biologis juga memperkuat tabu incest karena kematian, retardasi mental, dan kelalaian congenital sangat banyak terjadi sebagai akibat incest. Walaupun banyak factor yang memungkinkan terjadi incest.

b.      Faktor Peyebab
Lustig (Sawitri Supardi Sadarjoen, 2005:74-75) menyatakan terdapat lima kondisi gangguan keluarga yang memungkinkan terjadinya incest, yaitu:
a.       Keadaan terjepit, dimana anak perempuan menjadi figure perempuan utama yang mengurus keluarga dan rumah tangga sebagai pengganti ibu.
b.      Kesulitan seksual pada orang tua, ayah tidak mampu mengatasi dorongan seksual .
c.       Ketakutan akan perpecahan keluarga yang memungkinkan beberapa anggota keluarga untuk lebih memilih desintegrasi struktur daripada pecah sama sekali.
d.      Sanksi yang terselubung terhadap ibu yang tidak berpartisipasi dalam tuntutan peranan seksual sebagai istri.
Faktor kondisi social yang sering memungkinkan pelanggaran incest adalah rumah yang sempit dengan penghuni yang berdesakan, alkoholisme, isolasi geografis, sehingga sulit mencari hubungan dengan anggota keluarga yang lain.
Sedangkan menurut Kartini Kartono, penyebab incest  adalah antara lain ruangan rumah yang tidak memungkinkan orang tua, ank, dan saudara pisah kamar. Sedangkan hubungan incest antara ayah dengan anak perempuannya dapat terjadi sehubungan dengan keberadaan penyakit mental yang serius pada pihak ayah.
Kartini kartono, menambahkan bahwa incest banyak terjadi dikalangan rakyat dari tingkat kalangan social-ekonomi yang rendah.
c.       Jenis-jenis incest berdasarkan penyebabnya adalah:
1)      Incest yang terjadi secara tidak sengaja, misalnya kakak-adik lelaki perempuan remaja yang tidur sekamar, bias tergoda melakukan eksperimentasi seksual sampai terjadi incest.
2)      Incest akibat psikopatologi berat. Jenis ini bias terjado antara ayah yang alkoholik atau psikopatik dengan anak perempuannya. Penyebabnya adalah kondornya control diri akibat alcohol atau psikopati sang ayah.
3)      Incest akibat pedofilia, misalnya seorang lelaki yang haus menggauli anak-anak perempuan dibawah umur, termasuk anaknya sendiri.
4)      Incest akibat contoh buruk dari ayah. Seorang lelaki menjadi senanh melakukan incest karena meniru ayahnya melakukan perbuatan yang sama dengan kakak atau adik perempuannya.
5)      Incest akibat patologi keluarga dan hubungan perkawinan yang tidak harmonis. Seorang suami-ayah yang tertekan akibat sikap memusuhi serba mendominasi dari istrinya bias terpojok melakukan incest dengan anak perempuannya.
Secara umum ada dua kategori incest. Pertama parental incest, yaitu hubungan antara orang tua dan anak. Kedua Sibling incest, yaitu hubungan antara saudara kandung. Kategori incest dapat diperluas lagi dengan memasukkan orang-orang lain yang memiliki kekuasaan atas anak tersebut, misalnya paman, bibi, kakek, nenek, dan sepupu.
Bentuk-bentuk incest tidak terbatas hanya dalam bentuk kekerasan seksual secara fisik, namun juga psikis dan mental yang mencakup rayuan dan iming-imimng. Berikut beberapa bentuk kekerasan seksual yang termasuk incest:
1)      Ajakan atau rayuan berhubungan seks
2)      Sentuhan atau rabaan seksual
3)      Penunjukan alat kelamin
4)      Penunjukan hubungan seksual
5)      Memaksa melakukan mastrubasi
6)      Meletakkan atau memasukkan benda-benda atau jari tangan ke anus atau vagina
7)      Berhubungan seksual (termasuk sodomi)
8)      Mengambil atau menunjukkan foto anak kepada orang lain tanpa busana atau ketika berhubungan seksual.
Semakin maraknya kasus incest memperlihatkan betapa rentannya posisi seorang anak untuk menjadi korban kekerasan seksual. Terlebih lagi pelakunya adalah orang yang seharusnya menjadi pelindungnya.
d.      Incest menurut hukum pidana
Pengaturan perbuatan incest atau yang lebih dikenal dengan hubungan seksual sedarah dalam KUHPidana sangatlah penting, terutama mengenai sanksi-sanksinya. Pengaturan untuk kasus-kasus incest masih berdasarkan pada Pasal 285, Pasal 287, Pasal 294 ayat (1), dan Pasal 295 ayat (1) butir (1).
Pasal 285 KUHPidana dengan jelas menyebutkan bahwa “barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia, diluar pernikahan, dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, yang diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun” untuk pasal 285 KUHPidana kurang tepat karena pasal ini adalah pasal pemerkosaan, demikian juga dengan Pasal 287 yang menyebutkan “barang siapa bersetubuh dengan perempuan yang bukan istrinya, sedangkan diketahui atau harus patut disangkanya, bahwa perempuan itu belum cukup 15 tahun kalau tidak nyata berapa umurnya, bahwa perempuan itu belum masanya untuk kawin, dihukum penjara selama-lamanya Sembilan tahun”,  pasal ini juga belum tepat untuk pengaturan incest.
Dalam kitab Undang-Undang Hukum Pidana pengaturan mengenai incest disebutkan secara jelas dalam buku ke II Bab XIV tentang kejahatan terhadap kesusilaan Pasal 294 ayat (1) R. Soesilo(1995:215), yaitu:
Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya yang belum dewasa, anak tiri atau anak pungutnya, anak peliharaannya, atau dengan seseorang yang belum dewasa yang dipercayakan kepadanya untuk ditanggung, dididik atau dijaga, atau dengan bujang atau orang sebawahnya yang belum dewasa, dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun.
e.       Factor yang dapat mencegah terjadinya incest :
1)      Ikut sertakan instansi resmi yang menangani masalah perlindungan terhadap anak sedini mungkin untuk menangkal tekanan yang dialami sang anak.
2)      Evaluasi anggota keluarga itu untuk penyakit psikiatrik p-rimer yang memerlukan terapi.
3)      Terapi keluarga dapat digunakan untuk menyusun kembali keluarga yang pecah
4)      Ajarkan sang anak dengan jelas dan mudah bahwa alat kelamin mereka adalah milik mereka sendiri dan tidak boleh di pegang sama orang lain.
5)      Memberikan pendidikan seks sejak dini.
6)      Memberikan pendidikan dan pengetahuan tentang agama.
7)      Mengisi waktu luang dengan hal – hal yang bermanfaat.

7.      Home Less
a.      Definisi
Home less atau tuna wisma atau gelandangan adalah orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma di masyarakat setempat, serta tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap diwilayah tertentu dan hidup ditempat umum. Home less banyak terdapat di kota- kota besar. Kedatangan mereka ke kota besar tanpa didukung oleh pendidikan dan ketrampilan yang memadai. Biasanya mereka tinggal di empeeran toko, kolong jembatan, kolong jalan layang, gerobak tempat barang bekas, sekitar rel kereta api, di taman, di tempat umum lainnya. Pekerjaan mereka sebagai pengamen, pengemis, pemulung sampah.
b.      Penyebab Home Less
1)      Kemiskinan
Hal ini merupakan faktor utama. Kemiskinan menyebabkan mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan papan, sehingga mereka bertempat tinggal di tempat umum. Kemiskinan juga menyebabkan rendahnya pendidikan sehingga tidak mempunyai ketrampilan dan keahlian untuk bekerja. Hal ini berefek pada anak-anak mereka. Mereka tidak mampu membiayai anak-anaknya sekolah sehingga anak-anak mereka juga ikut jadi gelandangan.
2)      Bencana Alam
Bencana alam akhir-akhir ini banyak menimpa negara kita. Mereka tinggal di pengungsian, kehilangan pekerjaan mereka.
3)      Yatim Piatu
Anak yang tidak mempunyai orangtua, saudara tidak mempunyai tempat tinggal sehingga mereka mencari tempat berteduh di tempat-tempat umum.
4)      Kurang Kasih Sayang
Berbagai penyebab sehingga anak merasa kurang diperhatikan, kurang kasih sayang orang tuanya, maka ia turun ke jalan untuk mencari komunitas yang mau menerima dia apa adanya.
5)      Tinggal di Daerah Konflik
Penduduk yang tinggal di daerah konflik, dimana mereka merasa keamanannya kurang terjaga mengakibatkan mereka pindah ke daerah lain yang mereka anggap lebih aman, apalagi kalau rumah mereka hancur karena perang. Banyak tindak kekerasan di wilayah konflik, termasuk pelecehan seksual, perkosaan, pembunuhan sehingga mereka memaksa meninggalkan daerahnya.
c.       Dampak Home Less
1)      Kebersihan dan Kesehatan
Rumah mereka seadanya, sangat jauh dari kriteria rumah sehat. Perilaku hidup bersih sehat sangat kurang. Tempat tinggal mereka kotor, ventilasi, pernerangan kurang, keperluan untuk mandi, cuci dan masak tidak memenuhi kesehatan, dll sehingga muncul masalah kesehatan. Mereka tidak memperhatikan hal ini karena untuk makan saja mereka hampir tidak bisa terpenuhi. Mereka tidak mempunyai cukup dana untuk pemeliharaan kesehatan dan pengobatan.
2)      Pengguna Narkoba
Banyak diantara mereka menggunakan narkoba. Pengaruh lingkungan mereka sangat berpengaruh. Mereka rawan terkena HIV AIDS dengan penggunaan jarum suntik secara bergantian.
3)      Gizi Kurang
Ketidakmampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan pangan, akibat rendahnya daya beli makanan, apalagi membeli makanan bergizi mengakibatkan mereka mengalami gizi buruk, termasuk ibu hamil dan anak balita. Mereka makan sekedar kenyang.
4)      Tindak Kekerasan Sesama Home Less
Perebutan atau persaingan lahan pencari makan menyebabkan mereka saling terjadi konflik.
5)      Dimanfaatkan
Anak-anak kecil banyak dimanfaatkan untuk mengemis dan menyetorkan sejumlah uang setiap harinya agar terhindar dari tindak kekerasan oleh pihak lain yang lebih kuat atau oleh orang dewasa yang tidak bertanggungjawab.
6)      Pelecehan Seksual
Orang dewasa yang tidak bertanggungjawab melakukan sodomi, pelecehan seksual dengan imbalan uang, atau dibawah ancaman mereka untuk melampiaskan nafsu mereka.
d.      Penanggulangan
Penyuluhan dan konseling mengenai pembinaan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan penyuluhan dan konseling mengenai  pendidikan pelatihan keterampilan, pengawasan serta pembinaan lanjut,penertiban oleh aparat pemerintah, penampungan dipanti asuhan, panti sosial dan panti jompo, rehabilitasi, pembangunan perumahan sangat sederhana, pengadaan rumah singgah dan diberikan berbagai pelatihan dan pendidikan, dan transmigrasi.

e.       Penghentian / Peniadaan
1)      Penertiban oleh aparat pemerintah.
2)      Penampungan.
3)      Pelimpahan.
f.       Rehabilitasi
1)      Pembangunan perumahan sangat sederhana.
2)      Pengadaan rumah singgah dan diberikan berbagai pelatihan dan pendidikan.
3)      Transmigrasi.

8.      Drug Abuse
a.        Definisi
Penyalahgunaan obat dimaksud bila suatu obat digunakan tidak untuk tujuan mengobati penyakit, akan tetapi digunakan dengan sengaja untuk mencari atau mencapai kesadaran tertentu karena pengaruh obat pada jiwa.
Dari segi hukum obat-obat yangs ering disalah gunakan dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu: narkotika atau obat bius dan bahan psikotropika. Untuk mencegah penyalahgunaan obat, pemerintah baru-baru ini telah mengesahkan dua Undang-Undang penting yaitu:
1)      Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tanggal 12 Oktober 2009 tentang Psikotropika.
2)      Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tanggal 12 Oktober 2009  tentang Narkotika.
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Contohnya adalah opium, morphine, cocaine, ganja/marihuana, dan sebagainya.
b.       Narkotika dibedakan menjadi
1)      Narkotika golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.
2)      Narkotika golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.
3)      Narkotika golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Bahan psikotropika adalah bahan/obat yang mempengaruhi jiwa atau keadaan jiwa, yaitu :
1)      Keadaan kejiwaan diubah menjadi lebih tenang, ada perasaan nyaman sampai tidur.
2)      Dalam hal inni pemakai menjadi gembira, hilang rasa susah/sedih, capek/depresi.
3)      Bahan memberi halusinasi, yaitu si pemakai melihat/merasakan segala sesuatu lebih indah dari yang sebenarnya dihadapi.
Psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindroma ketergantungan digolongkan menjadi :
1)      psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
2)      Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan an dapat digunakan dalam terapi, dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai poensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
3)      Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan.
4)      Psikotropika golongan IV psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau  untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan.
c.        Cara Pencegahan Tindak Penyalahgunaan Obat Terlarang
Penggunaan obat terlarang tersebut sudah melanggar hukum, agar generasi muda tidak semakin terjerumus maka perlu adanya pencegahan. Upaya-upaya yang dapat ditempuh antar lain:
1)      Melakukan kerjasama dengan pihak yang berwenang untuk melakukan penyuluhan tentang bahaya narkoba. Misalnya dengan mengadakan seminar, maupun temu wicara antara gerakan anti narkobadengan para pelajar, penyuluhan kepada masyarakat umum maupun sekolah-sekolah mengnai bahaya narkoba.
2)      Mengadakan razia mendadak secara rutin. Razia ini perlu dilakukan agar para pengedar, pengguna dapat terjaring disaat tanpa mereka ketahui (saat transaksi jual beli  obat terlarang). Razia dapat dilakukan di sekolah, diskotik, club malam, cafe, maupun tempat-tempat sunyi yang diduga sebagai tempat transaksi.
3)      Pendampingan dari orangtua siswa itu senadiridengan memberikan perhatian dan kasih sayang. Salah satu penyebab banyaknya remaja terjerumus dalam pemakaian obat terlarang adalah kurang kasih sayang dari keluarga, sebab mereka berpikir tidak perlu lagi ada beban pikiran keluarga ketika mereka memakai obat tersebut.
4)      Pihak sekolah harus melakukan pengawasan yang ketat terhadap gerak-gerik anak didiknya, karena biasanya penyebaran (transaksi)  narkoba sering terjadi disekitar lingkingan sekolah.
5)      Pendidikan moral keagamaan harus lebih ditekankan kepada siswa, karena salah satu penyebab terjerumusnya anak-anak kedalam lingkaran setan ini adalah kurangnya pendidikan moral dan keagamaan yang mereka serap, sehingga perbuatan tercela seperti inipun akhirnya mereka jalani.


d.       Solusi atau cara mengatasi tindak penyalahgunaan obat terlarang
1)      Membawa anggota keluarga (pemakai) ke panti rehabilitasi untuk mendapatkan penanganan yang memadai.
2)      Pembinaan kehidupan beragama, baik disekolah, keluarga dan lingkungan.
3)      Adanya komunikasi yang harmonis antara remaja dan orang tua, guru serta lingkungannya.
4)      Selalu berperilaku positif dengan melakukan aktivitas fisik dalam penyaluran energi remaja yang tinggi seperti berolahraga.
5)      Perlunya pengembangan diri dengan berbagai program/hobi baik di sekolah maupun dirumah dan lingkungan sekitar.
6)      Mengetahui secraa pasti gaya hidup sehat sehingga mampu menangkal pengaruh atau bujukan memakai obat terlarang.
7)      Saling menghargain sesama remaja (peer group) dan anggota keluarga.
8)      Penyelaesaian berbagai masalah dikalangan remaja/pelajar serta positif dan konstruktif.



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dimensi sosial wanita Adalah suatu fenomena gambaran yang terjadi pada saat sekarang ini. Kenyataannya adalah diskriminasi/ketidakadilan  seperti : Marginalisasi, Subordinasi, Pandangan Steriotip, Kekerasan terhadap perempuan, beban kerja. Permasalahan yang berkaitan dengan dimensi sosial wanita yaitu kekerasan, pemerkosaan, pelecehan seksual, wanita di tempat kerja, pendidikan, upah, icest, home less dan drug abuse.
Perkosaan adalah setiap tindakan laki-laki memasukkan penis, jari atau alat lain ke dalam vagina/alat tubuh seorang perempuan tanpa persetujuannya.
Pelecehan seksual adalah segala bentuk perilaku maupun perkataan bermakna seksual yang berefek merendahkan martabat orang yang menjadi sasaran.
Wanita Di Tempat Kerja adalah wanita yang bekerja akan memperoleh pengakuan dari lingkungan karena produktifitas dan kreatifitas yang telah dihasilkan.
Pendidikan yang tinggi dipandang perlu bagi kaum wanita, karena pendidikan yang tinggi maka mereka dapat meningkatkan taraf hidup, membuat keputusan yang menyangkut masalah kesehatan mereka sendiri.
Perempuan bekerja identik dengan wanita karir atau wanita kantoran, padahal dimanapun dan kapanpun perempuan itu bekerja seharusnya tetap dihargai pekerjaannya. Sehingga sering terjadi permasalahan upah
Incest atau inses dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah hubungan seksual antara orang-orang yang bersaudara dekat yang dianggap melanggar adat, hokum dan agama.
Home less atau tuna wisma atau gelandangan adalah orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma di masyarakat setempat, serta tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap diwilayah tertentu dan hidup ditempat umum.
Penyalahgunaan obat dimaksud bila suatu obat digunakan tidak untuk tujuan mengobati penyakit, akan tetapi digunakan dengan sengaja untuk mencari atau mencapai kesadaran tertentu karena pengaruh obat pada jiwa.


B.     Saran
Kritik dan saran dari para pembaca sangat kami harapkan demi perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat menambah wawasan bagi para pembaca.




DAFTAR PUSTAKA

Widyastuti, Yani, dkk. 2009. Kesehatan Reproduksi. Jakarta: Fitramaya
Pinem, Saroha. 2002. Kesehatan Reproduksi & Kontrasepsi. Jakarta: Trans Info Media

Comments

Popular posts from this blog