Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal

Image
  Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal sangat penting untuk mencapai hasil yang optimal. Berikut ini adalah beberapa contoh upaya kolaboratif yang dapat dilakukan: 1.       Kolaborasi antara tenaga medis dan bidan: Tim medis yang terdiri dari dokter, perawat, dan bidan dapat bekerja sama untuk memberikan pelayanan kesehatan yang holistik kepada ibu hamil dan bayi yang akan lahir. Dengan saling berbagi pengetahuan dan keterampilan, mereka dapat meningkatkan pemantauan kehamilan, memberikan perawatan prenatal yang tepat, dan menangani komplikasi saat melahirkan. 2.       Kemitraan antara lembaga kesehatan dan masyarakat: Kolaborasi antara fasilitas kesehatan, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat lokal dapat membantu meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan maternal dan perinatal. Misalnya, mengadakan kampanye penyuluhan dan program edukasi di komunitas mengenai perawa

Gangguan Keseimbangan cairan dan elektrolit



Gangguan Keseimbangan cairan dan elektrolit



1.      Ketidakseimbangan cairan.
Hal ini dapat terjadi apabila mekanisme kompensasi tubuh tidak mampu mempertahankan homeostatis. Gangguan keseimbangan cairan dapat berupa defisit volume cairan atau sebaliknya.

a.       Defisit volume cairan (fluid volume defisit [FVD]). Defisit volume cairan adalah suatu kondisi ketidakseimbangan yang ditandai dengan defesiensi cairan dan elektrolit di ruang ekstrasel, namun proponsi antara keduanya (cairan dan elektrolit) mendekati normal. Kondidi ini juga dikenal demham istilah hipovolemia. Pada keadaan hipovolemia, tekanan os,otik mengalami perubahan sehingga cairan interstisial masuk ke ruang interstisial sehingga menggangu kehidupan sel. Secara umum kondisi defisit volume cairan (dehidrasi) terbagi menjadi tiga, yaitu sebagai berikut.
1)        Dehidrasi isotonik. Ini terjadi apabila jumlah cairan yang hilang. Kadar Na’ dalam plasma 130-145 mEq/1.
2)        Dehidrasi hipertonik. Ini terjadi jika jumlah cairan yang hilang lebih besar daripada jumlah elektrolit yang hilang. Kadar Na’ dalam plasma 130-150 mEq/1.
3)        Dehidrasi hipotonik. Ini terjadi apabila jumlah cairan yang hilang lebih sedikit daripada jumlah elektrolit yang hilang. Kadar Na’ dalam plasma adalah 130 mEq/1.
Kehilangan cairan eksterasel secara berlebihan dapat menimbulkan beberapa perubahan. Diantaranya adalah penurunan volume ekstrasel  (hipovolemia) dan perubahan hematokrit. Pada dasarnya, kondisi ini bisa disebabkan oleh banyak faktor, seperti kurangnya asupan cairan, tingginya asupan pelarut (misalnya protein dan klorida atau natrium) yang dapat menyebabkan ekskresi urine berlebih, berkeringat banyak dalam waktu yang lama, serta kelainan lain yang menyebabkan pengeluaran urine berlebih. Lebih lanjut, kondisi dehidrasi dapat digolongkan menurut derajat keparahannya yaitu sebagai berikut.
1)      Dehidrasi ringan. Pada kondisi ini. Kehilangan cairan mencapai 5% dari berat tubuh atau sekitar 1,5-2 liter. Kehilangan cairan sebesar 5% pada anak yang lebih besar dan individu dewasa sudah dikategorikan sebagai dehidrasi berat. Kehilangan cairan yang berlebih dapat berlangsung melalui kulit, saluran pencernaan, perkemihan, paru-paru atau pembuluh darah.
2)      Dehidrasi sedang. Kondisi ini terjadi apabila kehilangan cairan mencapai 5-10% dari berat tubuh atau sekitar 2-4 liter. Kadar natrium serum berkisar 152-158 mEq/1. Salah satu gejalanya adalah mata cekung.
3)      Dehidrasi berat. Kondisi ini terjadi apabila kehilangan cairan mencapai 4-6 liter. Kadar natrium serum berkisar 159=166 mEq/1. Pada kondisi ini penderita dapat mengalami hipotensi.
b.      Volume cairan berlebih (fluid volume exsess [FVE].
Volume cairan berlebih (overhidrasi) adalah kondisi ketidakseimbangan yang ditandai dengan kelebihan (retensi) cairan dan natrium diruang ekstrasel. Kondisi ini dikenal juga dengan istilah hipervolemia. Overdehidrasi umumnya disebabkan oleh gangguan fungsi ginjal. Manifestasi yang kerap muncul di daerah mata, jari, dan pergelangan kaki. Pitting edema adalah edema yang muncul di daerah ferifer. Jika area tersebut di tekan, akan terbentuk cekungan yang tidak langsung hilang setelah tekanan dilepaskan. Ini karena dengan perpindahan cairan ke jaringan melalui titik tekan pitting edema tidak menunjukan kelebihan cairan yang menyeluruh. Sebaiknya, pada edema nonpitting, cairan didalam jaringan tidak dapat dialihkan ke area lain dengan penekanan jari. Hal ini karena edema nonpitting tidak menunjukkan kelebihan cairan ekstrasel, melainkan kondisi infeksi dan trauma yang menyebabkan pengumpulan dan pembekuan cairan dipermukaan jaringan. Kelebihan cairan vaskular meningkatkan tekanan hidrostatik dan tekanan cairan pada permukaan interstisial. Edema anasarka adalah edema yang terdapat di seluruh tubuh. Manifestasi edema paruantara lain penumpukan sputum, dispena, batuk, dan bunyi nafas rongki basah.

2.      Gangguan Cairan
Tipe dasar ketidakseimbangan cairan adalah isotonik dan osmolar. Kekurangan dan kelebihan isotonik terjadi jika air dan elektrolit diperoleh atau hilang dalam proposi yang sama sebaliknya, ketidakseimbangan osmolar adalah kehilangan atau kelebihan air saja sehingga konsentrasi (osmolaritas) serum dipengaruhi. Tipe ketidakseimbangan yang lain adalah sindrom ruang ketiga, terjadi jika cairan terperangkap didalam suatu ruangan dan cairan diruangan tersebut tidak mudah ditukar dengan cairan ekstrasel.
a.         ketidakseimbangan isotonik.
Kekurangan cairan terjadi saat air dan elektrolit yang berada didalam proposi isotonik. Klien yang beresiko mengalami kekurangan volume cairan adalah klien yang mengalami kehilangan cairan dan elektrolit melalui saluran gastrointestinal, misalnya akibat muntah dan diare. Penyebab lain dapat meliputi perdarahan, pemberian obat diuretik, keringat banyak, demam, dan asupan yang kurang. Kelebihan volume cairan terjadi saat air dan natrium dipertahankan dalam proporsi isotonik sehigga menyebabkan hipovolemia tanpa disertai perubahan kadar elektrolit serum. Klien yang beresiko mengalami kelebihan volume cairan ini meliputi klien yang menderita gagal jantung kongesif, gagal ginjal, dan sirosis.

b.         Sindroma ruang ketiga.
Klien yang mengalami sindroma ruang ketiga, akan mengalami kekurangan volume cairan ekstrasel. Sindroma ini terjadi ketika cairan ekstrasel berpindah ke dalam suatu ruangan tubuh sehingga cairan tersebut terperangkap didalamnya. Akibatnya adalah kekurangan volume cairan didalam ekstrasel. Pada klien dengan obstruksi usus dan luka bakar dapat menyebabkan perpindahan cairan sebanyak 5-10 liter, keluar dan ekstrasel.
c.         Ketidakseimbangan osmolar.
Ketidakseimbangan hiperosmolar  (dehidrasi) terjadi jika ada kehilangan air tanpa diserta kehilangan elektrolit yang proporsional, terutama natrium, atau jika terdapat peningkatan substansi yang diperoleh melalui osmosis aktif. Hal ini menyebabkan kadar natrium serun dab osmolaritas serta dehidrasi intrasel meningkat. Faktor-faktor risiko terjadi dehidrasi meliputi kondisi yangmengganggu kecukupan asupan oral. Pada klien lansia memiliki risiko besar untuk mengalami dehidrasi karena terjadi penurunan yang pasti pada cairan intrasel, penurunankonsetrasi ginjal, penurunan repon haus, peningkatan proporsi lemak. Penurunan sekresi hormon ADH (pada diabetes insipidus) dapat menyebabkan kehilangan air yang besar. Ketidakseimbangan hiperosmolar dapar disebabkan oleh setiap kondisi yang berhubungan dengan diuresis osmotik dan pemberian larutan IV yang meningkatkan jumlah solut dan konsentrasi darah. Pada kondisi ini, air bergerak keluar dari cairan intrasel untuk mempertahankan volume cairan ekstrasel, pada akhirnya fungsi selilar menjadi rusak dan sirkulasi menjadi kolaps. Ketidakseimbangan hipoosmoalr (kelebihan cairan) terjadi ketika asupan cairan berlebihan (polidipsi psikogenik) volume cairan ekstrasel disertai osmosis air ke dalam sel. Sel-sel otak sangat sensitif dan proses ini dapat menyebabkan edema serebral yang dapat menyebabkan penurunan tingkat kesadaran koma, dan kematian.

3.      Ketidakseimbangan Elektrolit
Gangguan ketidakseimbangan elektrolit meliputi sebagai berikut.
a.       Hiponatremia dan hipernatremia.
Adalah suatu kondisi dengan nilai kosentrasi natrium di dalam darah rendah dari normal. Dan dapat terjadi saat kehilangan total natrium atau kelebihan air. Hiponatremia adalah kekurangan kadar natrium di cairan ekstrasel yang menyebabkan perubahn tekanan osmotik. Perubahan ini mengakibatkan pindahnya cairan diruang ekstrasel ke intrasel sehingga sel menjadi bengkak. Hiponatremia menyebabkan penurunan osmolaritas plasma dan cairan ekstrasel. Ketika terjadi kehilangan natrium, tubuh mula-mula beradaptasi dengan menurunkan eksresi air dengan mempertahankan osmolaritas serum berada didalam kadar yang mendekati normal, jika kehilangan berlanjut, maka tubuh akan berupaya untuk mempertahankan volume darah. Akibatnya, propirsi natrium didalam cairan ekstrasel berkurang. Namun, hiponatremia yang disebabkan oleh kehilangan natrium, dapat menyebabkan kolaps pada pembuluh darah dan syok. Apabila kekurangan cairan yang terjadi adalah kekurangan natrium, maka kehilangan cairan ekstrasel akan bermakna, suatu kondisi yang berbeda dari hiponatremia, yaitu berhunungan dengan peningkatan atau normalnya volume cairan ekstrasel. Hiponatremia umumnya disebabkan oleh penyakit ginjal, penyakit addison, kehilangan natrium melalui pencernaan, pengeluaran keringat lebih, diuresis, serta asidosis metabolik. Penyebab lain yang berkaitan dengan cairan adalah sindrom ketidaktepatan hormon anti diuretik (syndrome of inappropriate antidiuretik hormone [SIADH], peningkatan asupan cairan, hiperaldosteronisme,ketoasidosis diabetes, oliguria, dan polidsia psikogenik. Tanda dan gejala hiponatremia meliputi cemas, hipotensi postural, postural dizziness, mual, muntah, diare, takikardia, kejang, dan koma. Temuan laboratorium untuk kondisi ini adalah kadar natrium serum <136 mEq/I dan berat jenis urine <1,010. Hiponatremia berat pada kadar natrium serum 120 mEq/I dapat menyebabkan perubahan neurologis dan pada kadar natrium serum 110 mWq/I akan menyebabkan perubahan neurologis yang tidak dapat pulih kembali bahkan dapat menyebabkan kematian. Terapi elektrolite pada hiponatremia adalah sebagai berikut.
1)      Atasi penyakit dasar
2)      Hentikan setiap obat yang sudah berlangsung lama secara perlahan-lahan sedangkan hiponatremia akut lebih agresif. Hindari koreksi berlebihan karena dapat menyebabkan central pontine myelinolysis.
3)      Jangan naikkan Na serum lebih cepat dari 12 mEq/I dalam 24 jam pada pasien asimtomatik. Jika pasien simtomatik, bisa tingkatan besar1-1,5 mWq/I/jam sampai gejala mereda. Untuk menaikkan jumlah Na yang dibutuhkan untuk menaikkan Na serum sampai 125 mEq/I digunakan rumus berikut.
Jumlah Na (mEq)= [125/I – Na serum aktual (mEq/I)x TBW (dalam liter) YBW (total body water) = 0,6 x BB (dalam kg)
1)      Larutan pengganti bisa berupa NaCl 3% atau 5% (masing-masing mengandung 0,51 mEq/ml)
2)      Pada pasien dengan ekspansi cairan ekstrasel, mungkin diperlukan diuretik.
3)      Hiponatremia bisa dikoreksi dengan NaCl hipertonik (3%) dengan kecepatan kira-kira 1 ml/kg/jam.
Hipernatremia adalah kelebihan kadar natrium dicairan ekstraseel yang menyebabkan peningkatan tekanan osmotik ekstrasel. Kondisi ini mengakibatkan berpindahnya cairan intrasel keluar sel yang dapat disebabkan oleh kehilangan air yang ekstrem atau kelebihan natrium total. Jika penyebab hipernatremia meliputi asupan natrium yang berlebihan, kerusakan sensiasi haus, disfagia, diare, kehilangan cairan berlebih dari paru-paru, poliuria karena diabetes isipidus. Tanda dan gejalanya meliputi kulit kering, mukosa bibir kering, pireksia, agitasi, kejang, oliguria, atau anuria. Temuan laboratorium untuk kondisi ini kadar natrium serum > 144 mEq/I, berat jenis urine > 11,30. Ketika terjadi hipernatremia, tubuh berupaya mempertahankan air sebanyak mungkin melalui reabsorpsi air di ginjal. Tekanan osmotik intertisial meningkat dan cairan berpindah dari sel kedalam cairan ekstrasel sehingga menyebabkan sel-sel menyusut dan mengganggu sebagaian besar proses fisiologis selular. Terapi elektrolit pada hipernatremia adalah sebagai berikut.
1)      Hipernatremia dengan deplesi volume harus diatasi dengan pemerian normal salin sampai hemodinamik stabil. Selanjutnya defisit air bisa dikoreksi dengan dekstrosa 5% atau NaCl hipotonik.
2)      Hipernatremia dengan kelebihan volume diatasi dengan diuresis, atau jika perlu dengan dialisis. Kemudian dekstrosa 5% diberikan untuk mengganti defisit air.
3)      Defisit air tubuh ditaksir sebagai berikut.
Degisit = air tubuh (TBW) yang dikehendaki (liter) – air tubuh sekarang air tubuh yang dikehendaki = (Na serum yang diukur) x (air tubuh sekarang/Na serum normal)
Air tubuh sekarang = 0.6 x BB sekarang (kg)
Separuh dari defisit air yang dihitung harus diberikan dalam 24 jam pertama, dan sisa defisit dikoreksi dalam satu atau dua hari untuk menghindari edema serebral.
b.      Hipokalemia dan hiperkalemia.
Hipokalemia adalah kekurangan kadar kalium di cairan ekstrasel yang menyebabkan pindahnya kalium keluar sel. Akibatnya, ion hidrogen dan kalium tertahan didalam sel dan menyebabkan gangguan atau perubahan pH plasma. Gejala defisiensi kalium pertama kali terlihat pada otot yang meliputi kelemahan, keletihan, penurunan kemampuan otot, distensi usus, penurunan bising usus, serta denyut nadi yang tidak teratur. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan nilai kalium serum <4 mEq/I, sedang pada pemeriksaan EKG didapat gelombang T datar dan defresi segmen ST. Perubahan EKG cenderung terjadi saat kadar kalium <3,0 mEq/I. Apabila parah, hipokalemia dapat memengaruhi konduksi jantung dengan menyebabkan ketidakteraturan yang berbahaya bagi jantung. Oleh karena itu rentang normal kalium terlalu pendek, maka toleransi terhadap terjadinya fluktuasi dalam kadar kalium serum juga kecil. Hipokalemia dapat diakibatkan dari beberapa kondisi seperti penggunaan diuretik yang membuang kalium, seperti tiazed dan loop diuretik. Hal ini menjadi masalah khusus jika klien juga menggunakan preparat digitalis karena hipokalemia merupakan penyebab tersering terjadinya keracunan digitalis (pencernaan). Terapi elektrolit pada hipokalemia adalah sebagai berikut.
1)      Defisit kalium sukar atau tidak mungkin dikoreksi jika ada hipomagnesia. Ini sering terjadi pada penggunaan diuretik boros kalium. Magnesium harus diganti jika kadar serum rendah.
2)      Terapi oral. Suplementasi K+ (20 mEq KCI) harus diberikan pada awal terapi diuretik. Cek ulang kadar K+ dua sampai empat minggu setelah suplementasi dimulai.
3)      Terapi intravena harus digunakan untuk hipokalemia berat dan pada pasien yang tidak tahan dengan suplementasi oral. Dengan kecepatan pemberian sebagai berikut.
a)       Jika kadar K+ serum >2,4 mWq/I dan tidak ada kelainan EKG, K+ bisa diberikan dengan kecepatan 0 sampai 20 mEq/jam dengan pemberian maksimum 200 mEq per hari.
b)      Pada anak 0,5-1 mEq/ kg BB / dosis dalam satu jam. Dosis tidak boleh melebihi dosis maksimum dewasa.
Hiperkalemia adalah kelenihan kadar kalium di cairan ekstrasel. Kasus ini jarang sekali terjadi, kalaupun ada, tentu akan sangat membahayakan kehidupan sebab akan menghambat transmisi impuls jantung dan menyebabkan serangan jantung. Saat terjadi hiperkalemia, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah memberikan insulin sebab insulin dapat membantu mendorong kalium masuk kedalam sel. Penyebab utama hiperkalemia adalah gagal ginjal, tetapi penyakit lain juga dapat menyebabkan peningkatan kalium. Adanya penurunan fungsi ginjal akan mengurangi jumlah ekskresi kalium oleh ginjal. Tanda dan gejala hiperkalemia sendiri meliputi cemas, iritabilitas, irama jantung tidak teratur, hipotensi, parastesia, dan kelemahan. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan nilai kalium serum > 5mEq/I, sedangkan pada pemeriksaan EKG didapat gelombang T memuncak, QRS melebar, dan PR memanjang. Terapi elektrolite pada hiperkalemia adalah sebagai berikut.
1)      Pemantauan EKG kontinue dianjurkan jika ada kelainan EKG atau jika kaliumserum > 7 mEq/I.
2)      Kalsium glukonat dapat diberikan secara IV 10 ml larutan 10% selama 10 menit untuk menstabilkan miokard dan sistem konduksi jantung.
3)      Natrium bikarbonat (biknat) membuat darah menjadi alkali dan menyebabkan kalium berpindah dari ekstraseluler ke intraseluler. Biknat diberikan sebanyak 40 sampai 150 mEq NaHCO3IV selama 30 menit atau sebagai bolus IV pada kedadruratan.
4)      Insulin menyebabkan perpindahan kalium dari cairan ekstraseluler ke intraseluler. Lima sampai sepuluh unit regular insulin sebaiknya diberikan dengan satu ampul glukosa 50% IV selama lima menit.
5)      Dialisis mungkin dibutuhkan pada kasus hiperkalemia berat dan refrakter.
6)      Perbatasan kalium di indikasikan pada stadium lanjut gagal ginjal (GFR <15 ml/menit)
c.       Hipokalsemia dan hiperkalsemia.
Hipokalsemia adalah kekurangan kadar kalsium di cairan ekstrasel. Bila berlangsung lama, kondisi ini dapat menyebabkan osteomalasia sebab tubuh akan berusaha memenuhi kebutuhan kalsium dengan mengambilnya dari tulang hipokalsemia mencerminkan penurunan kadar kalsium dalam serum dan penurunan kalsium yang terionisasi serta dapat menyebabkan beberapa penyakit, dan memengaruhi kelenjar tiroid dan paratiroid. Tanda dan gejala lupokalsemia berhubungan secara langsung dengan peran fisiologis kalsium serum pada fungsi neuromuskular. Tanda dan gejala hipokalsemia meliputi spasme dan tetani, peningkatan motilitas gastrointestinal, gangguan kardiovaskular, dan osteoporosis. Temuan laboratorium untuk kondisi ini meliputi kadar kalsium serum < 4,5 mEq/I atau 10 mg/100 ml serta memanjangnya interval Q-T. Selain itu, hipokalsemia juga dapat dikaji dari dari tanda trosseau dan chvostek positif. Hiperkalsemia adalah kelebihan kadar kalsium pada cairan ekstrasel. Jkondisi ini menyebabkan penurunan ekstabilitas otot dan saraf yang pada akhirnya menimbulkan flaksiditas. Sering kali, hiperkalsemia merupakan suatu gejala dari penyakit pokok yang menyebabkan resopsi tulang berlebih disertai pelepasan kalsium. Tanda dan gejala hiperkalsemia meliputi penurun kemampuan otot, anoreksia, mual, muntah, kelemahan dan letargi, nyeri punggung serta seragam jantung. Temuan laboratorium meliputi kadar kalsium serum > 5,8 mEq/I atau 10 mg/100 ml dan peningkatan BUN akibat kekurangan cairan. Hasil rotgen menunjukkan osteoporosis generalisata pembentukan kavitas tulang yang menyebar.
d.      Hipomagnesemia dan hipermagnesemia.
Hipomagnesemia terjadi apabila kadar magnesium serum kurang dari 1,5 mEq/I. Umumnya, kondisi ini disebabkan oleh konsumsi alkohol yang berlebih, malnutrisi, diabetes melitus, gagal hati, absorpsi usus yang buruk.penyebabnya adalah asupan yang tidak adekuat seperti pada malnutrisi dan alkohplisme, absorpsi yang tidak adekuat seperti diare. Munta, hipoparatiroidisme, kelebihan aldostero, dan poliuri menyebabkan gejala yang mirip dengan hipokalsemia. Magnesium bekerja langsung pada sambungan neuromuskular. Tanda dan gejalanya meliputi tremor, refleks tendon  profunda yang hiperaktif, konfusi, disorientasi, halusinasi, kejang, takikardia, dan hipertensi. Temuan laboratorium untuk kondisi ini meliputi kadar magnesium serum <1,4 mEq/I. Hipermagnesemia terjadi ketika konsentrasi magnesium serum meningkatnya kadar magnesium didalam serum. Hipermagnesemia adalah kondisi konsentrasi magnesium serum meningkat sampai di atas 2,5 mWq/I, penyebabnya adalah gagal ginjal dan pemberian asupan magnesium parenteral yang berlebihan. Hipermagnesemia menurunkan eksitabilitas sel-sel otot. Meski jarang ditemui, namun kondisi ini dapat menimpa penderita gagal ginjal, terutama yang mengkomsusmsi penderita gagal ginjal, hipermagnesemia meliputi aritmia jantung, defresi refleks tendon frofunda, depresi pernapasan. Temuan laboratorium untuk kondisi ini meliputi kadar magnesium serum >3,4 mWq/I.
e.       Hipokloremia dan hiperkloremia.
Hipokloremia adalah penurunan kadar ion klorida dalam serum. Hipokloremia terjadi jika kadar klorida serum turun sampai dibawah 100 mEq/I. Penyebabnya adalah muntahatau drainase nasogastrik. Bayi baru lahir yang menderita diare dapat mengalami hipokloremia dengan cepat, beberapa obat-obatan diuretik juga menyebabkan peningkatan ekskresi klorida. Ketika kadar klorida serum menurun, tubuh beradaptasi dengan meningkatkan reabsorpsi ion bikarbonat sehingga memengaruhi keseimbangan asam basa. Secara khusus, kondisi ini disebabkan oleh kehilangan sekresi gastrointestinal yang berlebihan, seperti muntah, diare, diuresis, serta pengisapan nasogastrik. Tanda dan gejala yang muncul menyerupai alkalosis metabolik, yaitu apatis, kelemahan, kekacawan mental, kram dan pusing. Temuan laboratorium untuk kondisi ini adalah nilai ion klorida >95 mEq/I. Hiperkloremia adalah peningkatan kadar ion klorida dalam serum. Hiperkloremia terjadi jika kadar klorida serum meningkat sampai di atas 106 mEq/I, menyebabkan penurunan nilai bikarbonat serum. Hipokloremia dan hiperkloremia jarang terjadi sebagai proses penyakit yang tunggal, tetapi berhubungan dengan ketidakseimbangan asam-basa. Kondisi ini kerap dikaitkan dengan hipernatremia, khususnya saat terdapat dehidrasi dan masalah ginjal. Kondisi hiperkloremia menyebabkan penurunan bikarbonat sehingga menimbulkan ketidakseimbangan asam-basa. Lebih lanjut. Kondisi ini bisa menyebabkan kelemahan, latargi, dan pernapasan kussmaul. Temuan laboratoriumnya adalah nilai ion klorida > 105 mEq/I.
f.       Hipofosfatemia dan hiperfosfatemia.
Hipofosfatemia adalah penurunan kadar fosfat di dalam serum.kondisi ini dapat muncul akibat penurunan absorpsi fosfat di usus, peningkatan ambilan fosfat untuk tulang. Temuan laboratorium unruk kondisi ini adalah nilai fosfat <2,8 mg/dl. Hiperfosfatemia adalah peningkatan kadar ion fosfat dalam serum. Kondisi ini dapat muncul pada kasus gagal ginjal atau saat kadar hormon kalsium berbanding terbalik dengan fosfat, peningkatan motilitas usus, masalah kardiovaskular seperti penurunan kontraktilitas jantung/gejala gagal jantung, serta osteoporosis.temuan laboratoriumnya adalah nilai ion fosfat > 4,4 mg/dl atau >3,0 mEq/I.

Comments

Popular posts from this blog

Konsep Cairan dan Elektrolit Tubuh

Makalah Konsep Dasar Teori Air Susu Ibu (ASI)