Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal

Image
  Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal sangat penting untuk mencapai hasil yang optimal. Berikut ini adalah beberapa contoh upaya kolaboratif yang dapat dilakukan: 1.       Kolaborasi antara tenaga medis dan bidan: Tim medis yang terdiri dari dokter, perawat, dan bidan dapat bekerja sama untuk memberikan pelayanan kesehatan yang holistik kepada ibu hamil dan bayi yang akan lahir. Dengan saling berbagi pengetahuan dan keterampilan, mereka dapat meningkatkan pemantauan kehamilan, memberikan perawatan prenatal yang tepat, dan menangani komplikasi saat melahirkan. 2.       Kemitraan antara lembaga kesehatan dan masyarakat: Kolaborasi antara fasilitas kesehatan, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat lokal dapat membantu meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan maternal dan perinatal. Misalnya, mengadakan kampanye penyuluhan dan program edukasi di komunitas mengenai perawa

Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Preoperatif Benign Prostate Hyperplasia (BPH)


Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Preoperatif Benign Prostate Hyperplasia (BPH)








BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Kesehatan sebagai hak asasi manusia secara tegas diamanatkan oleh Undang - Undang Dasar 1945, dimana dinyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Pernyataan tersebut sejalan dengan tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2025 yaitu dengan meningkatnya kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud, melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di seluruh wilayah Republik Indonesia (Depkes RI, 2009).
Tujuan pembangunan kesehatan Indonesia 2025 tersebut dapat dilakukan dengan upaya - upaya kesehatan yang berhubungan dengan tenaga, fasilitas, dan pelayanan kesehatan yang memadai. Salah satu fasilitas yang ada adalah pelayanan kesehatan yang di lakukan di Rumah Sakit. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kesehatan (RPJPK) 2005 - 2025 Rumah Sakit sebagai tempat pelayanan kesehatan memiliki berbagai fasilitas dalam rangka mendukung penyelenggaraan pembangunan maka pelayanan kesehatan yang di lakukan di rumah sakit meliputi promosi kesehatan, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Salah satu pelayanan pengobatannya adalah tindakan operasi atau pembedahan. Tindakan pembedahan dapat menimbulkan kecemasan karena merupakan pengalaman baru bagi pasien, dampak psikologis yang dapat muncul adalah adanya ketidaktahuan akan pengalaman pembedahan yang terekspresi dalam berbagai bentuk seperti marah, menolak, atau apatis terhadap kegiatan keperawatan (Arif dan Kumala Sari, 2009). Menurut Brunner dan Suddarth (2001), ansietas merupakan reaksi emosional terhadap persepsi adanya bahaya, baik yang nyata maupun yang hanya dibayangkan.
Berdasarkan jurnal penelitian Alice A, Martin dan Paul G. Schauble yang dilakukan di Negara bagian Indiana, pasien preoperasi 90 % berpotensi mengalami  ansietas. Carpenito (2007) menyatakan saat akan pembedahan klien menghadapi berbagai stressor, klien biasanya menguhubungkan pembedahan dengan rasa nyeri, kemungkinan cacat, menjadi bergantung pada orang lain dan mungkin kematian. Reaksi cemas ini akan berlanjut bila klien tidak pernah atau kurang mendapat informasi yang berhubungan dengan penyakit dan tindakan yang di lakukan terhadap dirinya. (Menscape, Journal of Medicine, 2011)
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk membantu pasien yang mengalami kecemasan pada saat akan dioperasi. Beberapa tindakan yang akan mungkin di lakukan adalah penyuluhan kesehatan, kerohanian, pendampingan pasien, dan konsultasi dengan ahli jiwa bila kecemasan pada pasien preoperasi tidak segera diatasi maka akan berdampak terhadap peningkatan tanda vital sehingga tindakan operasi ditunda, untuk itu pasien yang akan menjalani operasi harus diberi pendidikan kesehatan untuk menurunkan atau mengurangi gejala kecemasan. (Arif Mutaqin dan Kumala Sari, 2009)
Pendidikan kesehatan sebagai bagian atau cabang dari ilmu kesehatan. Pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah suatu kegiatan atau usaha untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu dengan harapan adanya pesan tersebut masyarakat, keluarga atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik. (Notoadmojo, 2003)
BPH (Benign Prostate Hyperplasia) adalah tumor jinak pada prostat akibat sel prostat yang terus mengalami pertumbuhan. Secara mikroskopik, perubahan prostat bisa dilihat sejak seseorang berusia 35 tahun. Pada usia 60-69 tahun, pembesaran prostat mulai menimbulkan keluhan klinis pada 50% pria. Sementara pada usia 80 tahun, Benign Prostate Hyperplasia (BPH) terjadi pada hampir 100% pria. Pada tahun 2010, WHO mencatat ada sekitar 800 juta orang yang mengalami BPH di seluruh dunia. Benign Prostate Hyperplasia (BPH) sering kali menjadi katakutan yang besar bagi pria yang sudah berusia lanjut.
Di Indonesia sendiri, operasi Benign Prostate Hyperplasia (BPH) mengalami kenaikan 6% setiap tahunnya. Pendidikan kesehatan yang dilakukan sebelum operasi biasa disebut penyuluhan preoperatif. Manfaat penyuluhan preoperatif telah terbukti mempunyai pengaruh positif. Rasa takut pasien yang telah diinformasikan tentang pembedahan akan menurun dan pasien akan mempersiapkan diri untuk berpartisipasi dalam pemulihan pascaopertif sehingga hasil yang diharapkan dapat tercapai (Potter, 2005).
Perawat merupakan salah satu tenaga kesehatan yang paling sering berinteraksi dengan pasien, mempunyai kewajiban membantu pasien mempersiapkan fisik dan mental, termasuk dalam pemberian pendidikan kesehatan, untuk tindakan ini perawat memerlukan keterampilan komunikasi yang baik. Sikap dan tingkah laku perawat membantu menumbuhkan rasa kepercayaan pasien. Perawat harus mau mendengarkan semua keluhan pribadi pasien (Mitchell, 2005).
RSUD XXX Kota XXX merupakan rumah sakit pemerintah daerah dengan tipe B sebagai salah satu rumah sakit yang menjadi rumah sakit rujukan yang ada di Kota XXX. Salah satu bentuk pelayanan kesehatannya adalah pelayanan keperawatan dalam menangani kasus operasi atau pembedahan BPH.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan melalui kuesioner metode wawancara terhadap 10 pasien preoperatif  Benign Prostate Hyperplasia (BPH)  : 7 pasien mengalami cemas berat dan 3 pasien mengalami tidak cemas, pasien yang akan dilakukan tindakan  pembedahan merasa cemas terkait dengan kekhawatirannya akan kematian akibat tindakan operasi, pengalaman pembedahan pertama, kecacatan, keadaan diruang operasi dan anastesi. Sedangkan hasil wawancara terhadap perawat di ruang bedah sentral, dari 10 orang pasien yang akan menjalani pembedahan, terdapat 2 - 3 orang yang  harus ditunda akibat adanya peningkatan kecemasan. Kecemasan yang terjadi dapat berpengaruh terhadap peningkatan tekanan darah, serta pada pasien yang memiliki riwayat penyakit penyerta seperti hipertensi atau diabetes klien sering meningkat tekanan darah atau gula darahnya karena kecemasan ketika sampai diruang bedah sehingga tindakan anastesi atau pembedahan ditunda.
Hasil observasi yang dilakukan peneliti diruang prabedah, kegiatan pendidikan kesehatan terkait dengan pembedahan yang akan diberikan pada pasien prabedah tampak kurang maksimal, perawat hanya menjelaskan waktu pembedahan dan menganjurkan puasa saja sedangkan pendidikan kesehatan preoperasi meliputi informasi apa yang akan terjadi pada klien, kapan dan apa yang akan dialami oleh klien, seperti sensasi dan ketidaknyamanan yang akan dirasakan, dukungan psikososial untuk menurunkan kecemasan, peran klien dan individu pendukung dalam persiapan praoperasi, prosedur pembedahan dan selama fase pascaoperasi dan pelatihan keterampilan, sebagai contoh, pergerakan, nafas dalam, batuk, pembelatan insisi dengan tangan atau sebuah bantal (Kozier, 2004).
Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Preoperatif Benign Prostate Hyperplasia (BPH)  di ruang Perawatan Bedah RSUD XXX Kota XXX Tahun 2015.

1.2  Identifikasi Masalah
Pasien preoperasi 90% berpotensi mengalami ansietas (Carpenito, 2007). Potter dan Perry (2005) menyatakan saat akan pembedahan klien menghadapi berbagai stressor, klien biasanya menguhubungkan pembedahan dengan rasa nyeri, kemungkinan cacat, menjadi bergantung pada orang lain dan mungkin kematian. Reaksi cemas ini akan berlanjut bila klien tidak pernah atau kurang mendapat informasi yang berhubungan dengan penyakit dan tindakan yang di lakukan terhadap dirinya.
Hasil observasi yang dilakukan peneliti diruang prabedah, pendidikan kesehatan terkait dengan pembedahan yang akan diberikan pada pasien prabedah kurang maksimal, perawat hanya menjelaskan waktu pembedahan dan menganjurkan puasa saja sedangkan pendidikan kesehatan preoperasi meliputi informasi apa yang akan terjadi pada klien, kapan dan apa yang akan dialami oleh klien, seperti sensasi dan ketidaknyamanan yang akan dirasakan, dukungan psikososial untuk menurunkan kecemasan, peran klien dan individu pendukung dalam persiapan praoperasi, prosedur pembedahan dan selama fase pascaoperasi dan pelatihan keterampilan, sebagai contoh, pergerakan, nafas dalam, batuk, pembelatan insisi dengan tangan atau sebuah bantal (Kozier, 2004).
Pendidikan kesehatan sebagai bagian atau cabang dari ilmu kesehatan. Pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah suatu kegiatan atau usaha untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu dengan harapan adanya pesan tersebut masyarakat, keluarga atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik. (Notoadmojo, 2003)
Pendidikan kesehatan yang dilakukan sebelum operasi biasa disebut penyuluhan preoperatif Benign Prostate Hyperplasia (BPH). Manfaat penyuluhan preoperatif BPH telah terbukti mempunyai pengaruh positif. Rasa takut pasien yang telah diinformasikan tentang pembedahan akan menurun dan pasien akan mempersiapkan diri untuk berpartisipasi dalam pemulihan pascaopertif sehingga hasil yang diharapkan dapat tercapai (Potter, 2005).

1.3  Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang diuraikan maka penulis menentukan rumusan masalah adalah “apakah ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap perubahan tingkat kecemasan pasien Preoperatif Benign Prostate Hyperplasia (Bph) di ruang Perawatan Bedah Rsud XXX Kota XXX tahun 2015?”

1.4  Tujuan Penelitian
1.4.1        Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan terhadap perubahan tingkat kecemasan pasien Preoperatif Benign Prostate Hyperplasia (Bph) di ruang Perawatan Bedah Rsud XXX Kota XXX tahun 2015.



1.4.2        Tujuan Khusus
1.4.2.1  Untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien preoperatif Benign Prostate Hyperplasia (BPH) di ruang Perawatan Bedah sebelum diberikan pendidikan kesehatan.
1.4.2.2  Untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien preoperatif Benign Prostate Hyperplasia (BPH) di ruang Perawatan Bedah sesudah diberikan pendidikan kesehatan
1.4.2.3  Untuk mengetahui perbedaan tingkat kecemasan pasien preoperatif Benign Prostate Hyperplasia (BPH) di ruang Perawatan Bedah sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan

1.5  Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh pendidikan kesehatan terhadap perubahan tingkat kecemasan pasien preoperatif Benign Prostate Hyperplasia (BPH) di ruang perawatan bedah RSUD XXX Kota XXX Tahun 2014.

1.6  Manfaat Penelitian
1.6.1        Manfaat Teoritik
Memberikan informasi sebagai masukan untuk mengembangkan keilmuan dalam keperawatan umumnya dan asuhan keperawatan perioperatif khususnya terutama pada fase preoperatif  Benign Prostate Hyperplasia (BPH) serta untuk menambah referensi bagi Institusi Keperawatan.
1.6.2        Manfaat Praktik
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan positif bagi RSUD XXX Kota XXX sebagai salah satu rumah sakit rujukan di Kota XXX dalam melakukan proses asuhan keperawatan yang holistik.
1.6.2.1  Untuk Perkembangan Ilmu Keperawatan
Menambah pengetahuan dan wawasan keilmuan tentang pengaruh pendidikan kesehatan terhadap penurunan tingkat kecemasan yang dapat dijadikan sebagai bagian dari intervensi keperawatan.
1.6.2.2  Untuk Penelitian Lebih Lanjut
Sebagai data dasar bagi penelitian lebih lanjut, berkaitan dengan faktor – faktor yang dapat menyebabkan kecemasan pada klien yang akan melakukan operasi.
 




DOWNLOAD FULL WORD:
BAB I
BAB II
BAB III
BAB IV
BAB V


PASSWORD 

Comments

Popular posts from this blog

Konsep Cairan dan Elektrolit Tubuh

Makalah Konsep Dasar Teori Air Susu Ibu (ASI)