Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal

Image
  Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal Upaya kolaboratif dalam meningkatkan kesehatan maternal dan perinatal sangat penting untuk mencapai hasil yang optimal. Berikut ini adalah beberapa contoh upaya kolaboratif yang dapat dilakukan: 1.       Kolaborasi antara tenaga medis dan bidan: Tim medis yang terdiri dari dokter, perawat, dan bidan dapat bekerja sama untuk memberikan pelayanan kesehatan yang holistik kepada ibu hamil dan bayi yang akan lahir. Dengan saling berbagi pengetahuan dan keterampilan, mereka dapat meningkatkan pemantauan kehamilan, memberikan perawatan prenatal yang tepat, dan menangani komplikasi saat melahirkan. 2.       Kemitraan antara lembaga kesehatan dan masyarakat: Kolaborasi antara fasilitas kesehatan, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat lokal dapat membantu meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan maternal dan perinatal. Misalnya, mengadakan kampanye penyuluhan dan program edukasi di komunitas mengenai perawa

Hubungan Antara Paritas Ibu Dengan Kejadian Laserasi Jalan Lahir

Hubungan Antara Paritas Ibu Dengan Kejadian Laserasi Jalan Lahir







BAB I
PENDAHULUAN

A.            Latar Belakang
Salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas ibu bersalin adalah perdarahan pasca persalinan. Perdarahan pasca persalinan salah satunya adalah karena ruptur perineum. Ruptur Perineum dapat terjadi karena adanya ruptur spontan maupun menggunakan alat atau tindakan. Episiotomi merupakan salah satu penyebab yang bisa mengakibatkan ruptur pada perineum. Episiotomi dilakukan atas adanya indikasi, seperti bayi besar, perineum yang kaku, kelainan letak janin, persalinan dengan menggunakan alat baik forceps maupun vacum. Bila episiotomi tidak dilakukan atas indikasi, maka akan menyebabkan kerusakan pada daerah perineum yang lebih berat.
Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) menjelaskan bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan Negara ASEAN. AKI di Indonesia pada tahun 2009 AKI adalah 228 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB adalah 27 per 1.000 kelahiran hidup. Depkes menargetkan pada tahun 2009 AKI menjadi 226 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB menjadi 26 per 1.000 kelahiran hidup.
Di seluruh dunia pada tahun 2009 terjadi 2,7 juta kasus ruptur perineum pada ibu bersalin. Angka ini diperkirakan  mencapai 6,3 juta pada tahun 2050, seiring dengan semakin tingginya bidan yang tidak mengetahui asuhan kebidanan dengan baik.
Ruptur perineum  juga merupakan masalah yang cukup banyak dalam masyarakat, 50 % dari kejadian ruptur perineum didunia terjadi di Asia, termasuk di Indonesia. Prevalensi ibu bersalin  yang mengalami ruptur perineum di Indonesia pada golongan umur 25-30 tahun yaitu 24 % sedang pada ibu bersalin usia  32-39 tahun sebesar 62 %. Hasil studi dari Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Bandung, yang melakukan penelitian dari tahun 2009 sampai tahun 2010 pada beberapa Propinsi di Indonesia didapatkan bahwa satu dari lima ibu bersalin yang mengalami ruptur perineum akan meninggal dunia sebanyak 21,74 % .
Laporan Depkes tahun 2009, AKI di Indonesia 226/100.000 kelahiran hidup. Penurunan AKI di Indonesia masih terlalu lambat untuk mencapai target Tujuan Pembangunan Millenium (Millenium Development Goals/MDGs) yaitu menurunkan angka kematian ibu tiga per empat selama kehamilan dan persalinan. Rentang tahun 2003-2009 penurunan AKI di Indonesia, jauh dari target yang ingin dicapai pada tahun 2010 dan 2015 diperkirakan 125/100.000 kelahiran hidup dan 115/100.000 kelahiran hidup.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat pada tahun 2007, AKB dan AKI di Jawa Barat masih berada pada tingkat yang cukup tinggi. Selain itu, berdasarkan evaluasi laporan “Tiga Tahun Pelaksanaan RPJMN pada tahun 2004-2009 di Provinsi Jawa Barat” pada tahun 2006  AKB di Jawa Barat sebesar 40,26/1000 kelahiran hidup, sedangkan AKB nasional sebesar 38/1000 kelahiran hidup dan pada tahun 2003 AKI sebesar 321/100.000 kelahiran hidup, sedangkan AKI nasional sebesar 307/100.000 kelahiran hidup.
Jumlah kematian ibu di Kabupaten XXX terus mengalami peningkatan dari tahun 2012 terdapat 76 kematian ibu dan pada tahun 2013 adalah 78 orang kasus kematian ibu.
Kematian ibu dibagi menjadi kematian langsung dan tidak langsung. Penyebab kematian ibu langsung yaitu akibat komplikasi kehamilan, persalinan, masa nifas dan penanganan tidak tepat dari komplikasi tersebut. Penyebab kematian ibu tidak langsung sudah ada atau penyakit yang timbul sewaktu kehamilan yang berpengaruh terhadap kehamilan, misalnya malaria, anemia, HIV/AIDS, penyakit kardiovaskuler, terlambat mendapat dan mencapai pelayanan kesehatan. Secara global 80% kematian ibu disebabkan oleh kematian langsung yaitu perdarahan (25%) biasanya perdarahan pasca persalinan, sepsis (15%), hipertensi dalam kehamilan (12%), partus macet (8%), komplikasi aborsi tidak aman (13%) dan sebab lain (7%).
Penyebab kematian ibu tidak langsung yang mendasar adalah faktor lingkungan, perilaku, genetik dan pelayanan kesehatan itu sendiri, salah satunya adalah 53% ibu hamil menderita anemia, 4 terlalu (terlalu muda atau tua, terlalu sering, terlalu dekat), dan 3 terlambat (terlambat mengetahui tanda bahaya, terlambat dalam mencapai fasilitas kesehatan dan terlambat mencari pertolongan kesehatan).
Perdarahan postpartum menjadi penyebab utama 40% kematian ibu di Indonesia. Perlukaan jalan lahir merupakan penyebab kedua perdarahan setelah atonia uteri yang terjadi pada hampir persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Hal ini sering terjadi pada primipara karena pada saat proses persalinan tidak mendapat tegangan yang kuat sehingga menimbulkan robekan pada perineum. Luka-luka biasanya ringan tapi kadang juga terjadi luka yang luas sehingga dapat menimbulkan perdarahan yang dapat membahayakan jiwa ibu. Sebagai akibat persalinan terutama pada seorang primipara, biasa timbul luka pada vulva di sekitar introitus vagina yang biasanya tidak dalam akan tetapi kadang-kadang bisa timbul perdarahan banyak.
Beberapa faktor yang bisa menyebabkan ruptur pada perineum. Diantaranya adalah faktor ibu, faktor janin, faktor persalinan pervaginam dan faktor penolong pada waktu persalinan. Namun faktor ibu mempunyai pengaruh besar pada kejadian ruptur perineum. Pada ibu dengan paritas satu atau ibu primipara memiliki resiko lebih besar untuk mengalami ruptur pada perineum dari pada ibu dengan paritas lebih dari satu. Hal ini dikarenakan pada paritas satu atau pada ibu yang primipara jalan lahirnya yang belum pernah dilalui oleh kepala bayi sehingga otot-otot pada perineum belum meregang dan kaku, sehingga perineum menjadi lebih mudah untuk mengalami ruptur.
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di wilayah kerja BPM H terdapat 7 dari 10 orang ibu bersalin mengalami ruptur perineum baik atas tindakan eposiotomi ataupun ruptur spontan.
Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan Antara Paritas Ibu Dengan Kejadian Laserasi Jalan Lahir  Di BPM H Wilayah Kerja Puskesmas XXX tahun 2013Diharapkan dengan pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini penulis dapat memahami, mengaplikasikan serta membandingkan antara teori yang penulis dapat dengan pelaksanaan pelayanan di lahan atau di lapangan.

B.            Rumusan Masalah
Berdasarkan berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah  pada penelitian ini adalah adakah Hubungan Antara Paritas Ibu Dengan Kejadian Laserasi Jalan Lahir  Di BPM H Wilayah Kerja Puskesmas XXX tahun 2013?

C.            Tujuan Penelitian
a.                  Tujuan Umum
Mengetahui hubungan paritas ibu dengan kejadian ruptur perineum di BPM H Wilayah Kerja Puskesmas XXX tahun 2013.

b.                  Tujuan Khusus
1.      Diketahuinya distribusi frekuensi kejadian ruptur perineum di BPM H Wilayah Kerja Puskesmas XXX tahun 2013
2.      Diketahuinya distribusi frekuensi paritas ibu bersalin di BPM H Wilayah Kerja Puskesmas XXX tahun 2013
3.      Diketahuinya hubungan antara paritas ibu dengan kejadian ruptur perineum di BPM H Wilayah Kerja Puskesmas XXX tahun 2013


D.            Manfaat Penelitian
a.                  Manfaat Bagi Peneliti
1.        Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan, wawasan, pengalaman, terutama mengenai hubungan antara paritas ibu dengan kejadian ruptur perineum.
2.        Untuk mengaplikasikan ilmu yang telah didapat dari instansi pendidikan sebagai acuan dalam penerapannya dimasyarakat ilmu penelitian yang telah diperoleh.

b.                  Manfaat Bagi Institusi Pendidikan
1.        Menjadi bahan evaluasi kemampuan mahasiswa dalam mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama mengikuti pendidikan.
2.        Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi lembaga pendidikan sebagai tambahan studi kepustakaan, informasi serta sebagai referensi agar dapat digunakan sebagai perbandingan dalam melaksanakan penelitian sejenis.

c.                   Manfaat Bagi BPM H Wilayah Kerja Puskesmas XXX
1.        Penelitian ini diharapkan bisa sebagai bahan informasi kepada pihak rumah sakit mengenai hubungan antara paritas ibu dengan kejadian ruptur perineum.
2.        Penelitian ini diharapkan bisa menjadi gambaran untuk mengantisipasi dan segera memberikan penanganan kepada ibu yang mengalami ruptur perineum yang tepat dan sesuai dengan protap yang ada di Puskesmas.
3.        Penelitian ini diharapkan bisa menjadi gambaran untuk penelitian selanjutnya mengenai hubungan paritas ibu dengan kejadian ruptur perineum.

E.            Ruang Lingkup
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara paritas ibu dengan kejadian ruptur perineum di BPM H Wilayah Kerja Puskesmas XXX tahun 2013





DOWNLOAD KTI KEBIDANAN FULL:
BAB I
BAB II
BAB III
BAB IV
BAB V
BAB VI

PASSWORD

Comments

Popular posts from this blog

Konsep Cairan dan Elektrolit Tubuh

Makalah Konsep Dasar Teori Air Susu Ibu (ASI)