Indonesia merupakan Negara
berkembang dengan berbagai jenis masalah. Masalah utama yang dihadapi oleh
Indonesia adalah dibidang kependudukan yang masih tinggi pertumbuhan
penduduknya diperkirakan kelahiran pertahun mencapai 5.000.000 per tahun. Oleh karena itu
pemerintah terus berupaya untuk menekan laju pertumbuhan dengan program
keluarga berencana. (1)
Program Keluarga Berencana ini
dirintis sejak tahun 1951 dan terus berkembang, sehingga pada tahun 1970
terbentuk Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). progam ini
salah satunya adalah bertujuan untuk menjarangkan kehamilan dengan mengunakan
metode kontrasepsi dan menciptakan kesejahteraan ekonomi dan social bagi seluruh
masyarakat melalui usaha – usaha perencanaan dan pengendalian penduduk. (2)
Pencegahan kematian dan kesakitan ibu merupakan alasan utama
diperlukannya pelayanan keluarga berencana. Untuk mewujudkan pesan kunci
tersebut, Keluarga Berencana merupakan upaya pelayanan kesehatan preventif yang
paling dasar dan utama.
Di Indonesia terdapat berbagai macam metode keluarga berencana seperti
alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR), susuk/implant, kontrasepsi suntikan,
kontrasepsi pil, kondom, dan kontrasepsi mantap yaitu metode operasi wanita
(MOW) dan metode operasi pria (MOP). Hal ini disesuaikan dengan pilihan
akseptor. (3)
Banyak PUS mengalami kesulitan didalam menentukan pilihan jenis
kontrasepsi. Hal ini tidak hanya karena terbatasnya metode yang tersedia,
tetapi juga oleh ketidaktahuan mereka tentang persyaratan dan keamanan metode
kontrasepsi tersebut. Berbagai faktor harus dipertimbangkan, termasuk status
kesehatan, efek samping potensial, konsekuensi kegagalan atau kehamilan yang
tidak diinginkan,
besar keluarga yang direncanakan, persetujuan pasangan, bahkan norma budaya
lingkungan dan orang tua. Untuk itu semua, konseling merupakan bagian integral
yang sangat penting dalam pelayanan keluarga berencana.
Menurut data akseptor KB secara nasional, Peserta KB S.D. Mei 2014: *Peserta KB-Aktif = 579.689 Akseptor.
Apabila dilihat per mix kontrasepsi maka persentasenya adalah sebagai berikut :
46.219 peserta IUD (7,97%), 10.575 peserta MOW (1,82%), 1.340 peserta MOP (0,23%), 28.264 peserta kondom (4,88%), 74.378 peserta implant (12,83%), 282.368 peserta suntikan (48,71%) dan 136.545 peserta pil (23,55%). Mayoritas peserta KB baru bulan Mei 2014,
didominasi oleh peserta KB yang menggunakan Non Metode Kontrasepsi Jangka
Panjang (Non MKJP), yaitu sebesar 71,14% dari seluruh peserta KB baru. Sedangkan
peserta KB baru yang menggunakan metode jangka panjang seperti IUD, MOW, MOP
dan Implant hanya sebesar 28,86%.(4)
Menurut data dari BKKBN Provinsi Jawa Barat tahun
2014 menurut metode kontrasepsinya adalah IUD
sebanyak 10.276 orang,
MOW 2.155 orang,
MOP 373 orang, kondom 3.291orang, implant 9.849 orang, suntik 65.155 orang, pil 29.998 orang. (5)
Menurut data BPMPKB (Badan Pemberdayaan
Masyarakat, Perempuan dan Keluarga Berencana) Kota XXX, Jumlah PUS 54.813, akseptor
KB IUD berjumlah 4.353 orang, MOW 914 orang, MOP 152 orang, Kondom 1.105 orang,
Implan 2.341 orang, Suntik 21.025 orang dan Pil 10.828 orang.(6)
Menurut data BPMPKB di Kecamatan Gunung Puyuh Kota XXX, peserta KB
aktif metode non hormonal 273 terdiri dari IUD 119 (43,6%), MOW 67 (24,5%), MOP 7 (2,5%), Kondom 80 (29,4%), dan metode hormonal
5.165 terdiri dari Implant 173
(3,3%), Suntik 4.143 (80,2%), Pil 849 (16,5%).(7)
Berdasarkan pernyataan diatas,
penulis tertarik untuk meneliti tentang “Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Akseptor Kontrasepsi
Mantap di Wilayah Kerja Puskesmas XXX
Kota XXX Tahun 2014“.
B. Perumusan
Masalah
Comments
Post a Comment