
MAKALAH PERMASALAHAN
KESEHATAN WANITA DALAM DIMENSI SOSIAL
DAN UPAYA MENGATASINYA
Secara biologis wanita dan pria memang tidak sama, akan
tetapi sebagai makhluk jasmani dan rohani yang dilengkapi dengan akal budi.
Kedua macam insan itu mempunyai persamaan yang hakiki. Keduanya adalah pribadi
yang mempunyai hak sama untuk berkembang.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah....................................................................................... 2
C. Tujuan......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Peran Wanita.............................................................................................. 3
B.
Kekerasan Terhadap
Perempuan................................................................ 4
C.
Perkosaan ................................................................................................... 9
D.
Pelecehan seksual....................................................................................... 12
E.
Single parent............................................................................................... 15
F.
Perkawinan usia muda
dan tua................................................................... 18
BAB
III KESIMPULAN
DAN SARAN
A. Kesimpulan................................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 22
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Secara biologis wanita dan pria memang tidak sama, akan
tetapi sebagai makhluk jasmani dan rohani yang dilengkapi dengan akal budi.
Kedua macam insan itu mempunyai persamaan yang hakiki. Keduanya adalah pribadi
yang mempunyai hak sama untuk berkembang.
Dalam masa transisi menuju kemasyarakat industrial
terdapat perubahan system nilai. Hal ini erat hubungannya dengan pembangunan
yang mendatangkan tekhnologi barat bersama dengan nasihat-nasihatnya. Dari
tekhnologi barat ini manfaat yang diambil cukup besar, tetapi disamping itu
terdapat pula dampaknya, berupa benturan-benturan antara kebudayaan tradisional
dan barat.
Pertemuan antara kebudayaan secara mendadak itu
menimbulkan permasalahan social yang erat hubungannya dengan moralitas.
Partisipasi wanita dalam menangani masalah ini sangat diharapkan karena hal ini
sesuai dengan ketentuan tentang peranan wanita dalam GBHN 1988. Ketentuan itu
menerangkan bahwa peran wanita adalah mewujudkan dan mengembangkan keluarga
sehat, sejahterah dan bahagia, termasuk pengembangan generasi muda, terutama
anak dan remaja dalam rangka pembangunan wanita seutuhnya.
Di era westernisasi seperti sekarang ini, Perempuan
sering dijadikan komoditas bahkan dilecehkan dan menjadi korban dalam berbagai
masalah kehidupan. Hal tersebut yang mendasari bahwa wanita adalah rendah,
lemah dan paling sering mengalami permasalahan yang berkaitan dengan status
kehidupannya dalam dimensi sosial di masyarakat yang disini fokus pada
pemerkosaan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana konsep peran wanita?
2.
Bagaimana konsep kekerasan terhadap perempuan?
3.
Bagaimana konsep perkosaan?
4.
Bagaimana konsep pelecehan seksual?
5.
Bagaimana konsep single parent?
6.
Bagaimana konsep perkawinan usia muda dan tua?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui peran wanita
2.
Untuk mengetahui kekerasan terhadap perempuan
3.
Untuk mengetahui perkosaan
4.
Untuk mengetahui pelecehan seksual
5.
Untuk mengetahui single parent
6.
Untuk mengetahui perkawinan usia muda dan tua
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Peran Wanita
Menurut kamus besar Bahasa
Indonesia (2001) peran berarti tingkah laku yang diharapkan yang dimiliki
wanita sehubungan dengan kedudukan dimasyarakat.
Menurut Soekanto Soerjono,
(1990) peranan (role) merupakan dinamis kehidupan (status). Apabila seseorang
melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya maka dia menjalankan
suatu peranan.
Menurut Kartono Kartini (1992) peran wanita
sebagai berikut:
1. Peran
wanita berkaitan dengan kedudukannya dalam keluarga
a.
Ibu rumah tangga penerus generasi. Perempuan
berperan aktif dalam peningkatan kualitas generasi penerus sejak dalam kandungan.
b. Istri dan teman hidup patner sex. Sikap istri mendampingi suami merupakan relasi dalam hubungan yang
setara sehingga dapat tercapai kasih saying dan kelanggengan perkawinan.
c. Pendidik
anak. Anak memperoleh pendidikan
sejak dalam kandungan. Memberikan contoh berperilaku yang baik karena anak
belajar berperilaku dari keluarga. Ibu dapat
memberikan pendidikan akhlak, budi pekerti, pendidikan masalah
reproduksi.
d. Pengatur
rumah tangga. Perempuan menjaga, memelihara, mengatur rumah tangga, menciptakan
ketenangan keluarga. Istri mengatur ekonomi keluarga, pemelihara kesehatan
keluarga, menyiapkan makanan bergizi tiap hari, menumbuhkan rasa memiliki dan
bertangggung jawab terhadap sanitasi rumah tangga
juga menciptakan pola hidup sehat jasmani, rohani dan sosial.
2. Peran wanita berkaitan dengan kedudukannya dalam masyarakat
sebagai mahluk sosial yang berpartisipasi aktif.
Wanita berpatisipasi aktif
dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Wanita
berperan aktif dalam pembangunan berbagai bidang seperti dalam
pendidikan, kesehatan, politik, ekonomi, sosial, budaya untuk memajukan bangsa
dan negara.
B.
Kekerasan Terhadap Perempuan
1. Definisi Kekerasan
Pasal 89 KUHP :
Melakukan kekerasan
adalah pempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani tidak kecil secara yang tidak
sah misalnya memukul dengan tangan atau dengan segala macam senjata, menepak,
menendang dsb.
2. Penyebab teradinya
kekerasan
a. Perselisihan tentaing ekonomi.
b. emburu pada pasangan.
c. Pasangan mempunyai selingkuhan.
d. Adanya problema seksual (misalnya: impotensi,
frigid, hiperceks).
e. Pengaruh kebiasaan minum alkohol, drugs abused.
f. Permasalahan dengan anak.
g. Kehilangan pekerjaan/PHK/menganggur/belum
mempunyai pekerjaan.
h. Istri ingin melanj utkan studi/ingin bekerja.
i.
Kehamilan tidak diinginkan atau infertilitas.
3. Bentuk- Bentuk
Kekerasan
a.
Kekerasan psikis.
Misalnya: mencemooh,
mencerca, menghina, memaki, mengancam, melarang berhubungan dengan keluarga
atau kawan dekat/ masyarakat, intimidasi, isolasi, melarang istri bekerja.
b.
Kekerasan fisik.
Misalnya memukul,
membakar, menendang, melempar sesuatu, menarik rambut, mencekik, dll.
c.
Kekerasan ekonomi.
Misalnya: Tidak
memberi nafkah, memaksa pasangan untuk prostitusi, memaksa anak untuk
mengemis,mengetatkan istri dalam keuangan rumah tangga, dan lain-lain.
d.
Kekerasan seksual.
Misalnya:
perkosaan, pencabulan, pemaksaan kehendak atau melakukan penyerangan seksual,
berhubungan seksual dengan istri tetapi istri tidak menginginkannya.
Banyak
kasus terjadi kekerasan psikis berupa makian, hinaan (ungkapan verbal) Bering
berkembang menjadi kekerasan fisik. Pada awalnya mungkin belum terjadi, tetapi
ketidaksengajaan pria kemudian berlanjut pada tindakan kekerasan fisilk secara
nyata.
4. Dampak Kekerasan
Tehadap Perempuan
Dampak kekerasan terhadap perempuan cukup serius bagi perempuan itu
sendiri maupun anak-anaknya.Dampaknya dapat dibedakan menurut sifat dan waktu:
a.
Dampak menurut sifat
1)
Dampak
Fisik
2)
Dampak
fisik dapat berupa luka-luka, cacat permanen hingga kematian.
3)
Dampak
Psikologi
Dampak psikolohgi dapat berupa perasaan tertekan, depresi, hilangnya
rasa percaya diri, trauma bahkan gangguan jiwa.
4)
Dampak
Sosial
Dampak sosial dapat berupa dikucilkan dari masyarakat.
b.
Dampak menurut waktu
1)
Dampak
jangka pendek,biasanya dialami beberapa saat hingga beberapa hari.Secara fisik
muncul dalam bentuk gangguan pada organ reproduksi (infeksi, kerusakan selaput
dara, dsb) dan luka-luka pada bagian tubuh yang lain.
Secara psikologi, biasanya korban merasa bersalah sangat marah, jengkel,
merasa bersalah, malu dan terhina, kadang-kadang gangguan ini bisa menyebabkan
insomnia dan kehilangan nafsu makan.
2)
Dampak
jangka panjang, biasanya dapat berupa sifat atau persepsi yang negatif diri
sendiri maupun terhadap laki-laki.Dampak ini terjadi apabila korban tidak
mendapatkan penanganan dan bantuan yang memadai.
Kekerasan terhadap perempuan sangat merugikan kesehatan reproduksi
wanita disamping merugikan aspek-aspek kesejahteraan fisik dan mental
emosional, tetapi juga menambah risiko jangka panjang yaitu terjadinya gangguan
kesehatan lainnya.
a. Akibat fisik :
1) Kematian akibat kekerasan fisik,
pembunuhan atau bunuh diri
2) Trauma fisik berat: memar berat
luar/dalam,patah tulang,kecacatan
3) Trauma fisik dalam kehamilan yang
beresiko terhadap ibu dan janin (abortus, kenaikan berat badan ibu tak memadai,
infeksi, anemia, BBLR).
4) Perlukaan/trauma terhadap anak korban
dalam kejadian kekerasan rumah tangga.
5) Kehamilan yang tidak diinginkan dan
kehamilan dini akibat perkosaan atau pergaulan bebas mengikuti KB, yang dapat
diikuti dengan tindakan aborsi.
6) Tertular PMS, HIV/AIDS atau komplikasi
kehamilan, termasuk sepsis, aborsi spontan dan kelahiran perematur.
7) Meningkatnya gangguan
ginekologi,PMS/IMS, infeksi saluran kencing dan gangguan pencernaan.
8) Kematian.
b.
Akibat
nonfisik :
1)
Bunuh
diri
2)
Gangguan
mental, misalnya depresi, ketakutan dan cemas, rendah diri, kelelahan kronis,
sulit tidur, mimpi buruk, disfungsi seksual, bahkan dapat mengisolasikan dan
menarik diri.
5. Upaya Menghentikan
Kekerasan terhadap Perempuan
Melihat adanya berbagai kekerasan yang selama ini terjadi baik di
lingkungan keluarga, tempat kerja, masyarakat dan negara, maka telah dibuat
deklarasi komitmen negara dan masyarakat untuk penghapusan kekerasan terhadap
perempuan. Deklarasi tersebut adalah:
a.
Meningkatkan
tanggung jawab semua pihak untuk menghentikan dan tidak mentoleransi segala
bentuk kekerasan terhadap perempuan.
b.
Meningkatkan
perlindungan hak asasi manusia dan menciptakan rasa aman kepada semua warga
Negara khususnya perempuan.
c.
Membangun
gerakan bersama untuk mencegah dan menghapuskan kekerasan terhadap perempuan
disegala lini kehidupan.
d.
Mengupayakan
penyelesaian kasus-kasus kekerasan yang terjadi secara adil dan tuntas
termaksud menindak tegas pelaku kekerasan serta memberikan perlindungan kepada
korban dan saksi.
Upaya menghentikan
kekerasan terhadap perempuan dengan cara :
a.
Preventif,
merupakan upaya struktural untuk menghilangkan akar penyebab kekerasan terhadap
perempuan yang berasal dari pembakuan nilai-nilai bias gender yang ada dalam
keluarga, masyarakat maupun negara, maka perlu dilakukan deskontruksi
(pembongkaran) nilai-nilai tersebut melalui proses penyadaran masyarakat dan
perubahan kebijakan negara.
b.
Interventif,
memberikan bantuan dan dampingan langsung kepada korban agar tidak mengalami
dampak jangka panjang.
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah kekerasan terhadap perempuan
antara lain:
a.
Masyarakat
menyadari/mengakui bahwa kekerasan terhadap perempuan sebagai masalah yang
perlu diatasi.
b.
Menyebarluaskan
produk hukum tentang pelecehan seks di tempat kerja.
c.
Membekali
perempuan tentang penjagaan keselamatan diri.
d.
Melaporkan
tindak kekerasan pada pihak berwenang.
e.
Melakukan
aksi menentang kejahatan seperti kecanduan alkohol, perkosaan, dan lain-lain
melalui organisasi masyarakat.
Kemampuan yang perlu dimiliki bidan agar dapat berperan dalam mengatasi
masalah Kekerasan terhadap Perempuan dan penanganan korban adalah :
a.
Memahami
masalah kekerasan terhadap perempuan dan ketidakberdayaan korban, yang
berpengaruh terhadap kesehatan reproduksi perempuan dan kemampuannya dalam
pengambilan keputusan.
b.
Memberikan
penyuluhan yang tepat dan meyakinkan perempuan bahwa berbagai bentuk
penyalahgunaan atau kekerasan terhadap pasangan tidak dapat diterima dan
karenanya tidak ada perempuan yang pantas untuk dipukul, dipaksa dalam berhubungan
seksual atau didera secara emosional.
c.
Dapat
melakukan anamnesis/bertanya kepada korban tentang kekerasan yang dialami
dengan cara simpatik, sehingga korban merasa mendapat pertolongan.
d.
Memberikan
rasa empati dan dukungan terhadap korban.
e.
Dapat
memberikan pelayanan medis, konseling, visum dan sesuai dengan kebutuhan
merujuk ke fasilitas dan lebih memadai dengan cepat dan tepat.
f.
Memberi
pelayanan keluarga berencana dan pelayanan kesehatan reproduksi lainnya sesuai
dengan kebutuhan, serta mencegah dampak serius terhadap kesehatan reproduksi.
g.
Dapat
mengidentifikasikan korban kekerasan dan dapat menghubungkan mereka dengan
pelayanan dukungan masyarakat lainnya misalnya poltik LSM dan bantuan lainnya.
h.
Memberi
perlindungan bagi korban atau saksi dari kekerasan, serangan pembalasan atau
stigmatisasi.
C.
Perkosaan
1. Pengertian perkosaan
Perkosaan adalah setiap tindakan laki-laki memasukkan
penis, jari atau alat lain ke dalam vagina/alat tubuh seorang perempuan tanpa
persetujuannya. Dikatakan suatu tindak perkosaan tidak hanya bila seorang,
perempuan disiksa, dipukuli sampai pingsan, atau ketika perempuan meronta,
melawan, berupaya melarikan setiap diri atau korban hendak bunuh diri, akan
tetapi meskipun perempuan tidak melawan, apapun yang dilakukan perempuan, bila
perbuatan tersebut bukan pilihan keinginan perempuan berarti termasuk tindak
perkosaan. bukan kesalahan wanita.
Dalam rumah tangga, hubungan seksual yang tidak
diinginkan istri termasuk tindakan kekerasan, merupakan tindakan yang salah.
2.
Motivasi Perkosaan
a.
Pria
ingin menunjukkan kekuasaan yang bertujuan untuk menguasai korban dengan cara
mengancam (dengan senjata secara, fisik menyakiti perempuan, verbal dengan
mengertak) dan dengan penetrasi sebagai simbol kemenangan.
b.
Sebagai
cara meluapkan rasa marah, penghinaan, balas dendam, menghancurkan lawan baik
masalah individu maupun masalah kelompok tertentu, sedangkan unsur rasa cinta
ataupun kepuasan seksual tidak penting.
c.
Luapan
perilaku sadis, pelaku merasa puas telah membuat penderitaan bagi orang lain.
3.
Jenis-Jenis Perkosaan
a.
Perkosaan
oleh orang yang dikenal.
b.
Perkosaan
oleh suami/bekas suami.
c.
Perkosaan
oleh pacar/dating rape.
d.
Perkosaan
oleh teman kerja/atasan.
e.
Perkosaan
oleh orang yang tidak dikenal.
4.
Pencegahan Pemerkosaan
a.
Berpakaian
santun, berperilaku, bersolek tidak mengundang perhatian pria.
b.
Melakukan
aktifitas secara bersamaan dalam kelompok dengan banyak teman, tidak berduaan.
c.
Di
tempat keda bersama teman/berkelompok, tidak berduaan dengan sesama pegawai
atau atasan.
d.
Tidak
menerima tamu laki-laki ke rumah, bila di rumah seorang diri.
e.
Berjalan
- jalan bersama banyak teman, terlebih di waktu malam hari.
f.
Bila
merasa diikuti orang, ambil jalan kearah yang berlainan, atau berbalik dan
bertanya ke orang tersebut dengan nada keras, dan tegas. apa maksud dia.
g.
Membawa
alat yang bersuara keras seperti peluit, atau alat bela diri seperti parfum
spray, bubuk cabe/merica yang bisa ditiupkan ke mata.
h.
Berteriak
sekencang mungkin bila diserang.
i.
Jangan
ragu mencegah dengan mengatakan 'tidak', walaupun pada atasan yang punya
kekuasaan atau pada pacar yang sangat dicintai.
j.
Ketika
bepergian, hindari sendirian, tidak menginap, bila orang tersebut merayu
tegaskan bahwa perkataan dan sentuhannya membuat anda merasa risih, tidak
nyaman, dan cepatlah meninggalkannya.
k.
Jangan
abaikan kata hati. Ketika tidak nyaman dengan suatu tindakan yang mengarah
seperti dipegang, diraba, dicium, diajak ke tempat sepi.
l.
Waspada
terhadap berbagai cara pemerkosaan seperti: hipnotis. obat-obatan dalarn
rninuman, pemen, snack atau hidangan makanan.
m.
Saat
ditempat baru, jangan terlihat bingung. Bertanya pada polisi. hansip atau
instapsi.
n.
Menjaga
jarak/space interpersonal derigan. lawan jenis. Di eropa space interpersonal
dengan jarak 1 meter.
5. Sikap Terhadap Korban Perkosaan
a.
Menumbuhkan
kepercayaan diri bahwa hal ini terjadi bukan kesalahannya.
b.
Menumbuhkan
gairah hidup.
c.
Mengliargai
kemauannya untuk menjaga privasi dan keamanannya.
d.
Mendampingi
untuk periksa atau lapor pada polisi.
6. Resiko kesehatan pada korban perkosaan
a.
Kehamilan.
b.
Tejangkit
Infeksi menular seksual.
c.
Cidera
robek dan sayatan, cekikan, memar bahkan sampai ancaman jiwa.
d.
Hubungan
seksual dengan suarni mengalami gangguan, memerlukan waktu terbebas dari trauma
ataupun merasa diri telah temoda.
e.
Gejala
psik-ologis ringan hingga gangguan psikologi berat. Pada waktu singkat
perempuan korban perkosaan menyaiahkan diri send iri, sebab merasa dirinya yang
menyebabkan perkosaan terjadi, terlebih pandangan budaya biasanya selalu
menyalahkan perempuan. Selain itu juga terjadi insomma/gangguan tidur,
ancreksia/tidak nafsu makan,kecemasan mendalam, perasaan males untuk
bersosialisasi. Gejala psikologi tersebut dapat berkembang bila penanganan
tidak adekuat seiring dengan makin bertambah, waktu yaitu perasaan tidak punya
daya upaya, marah yang mernbara, merasa diri tidak berharga, timbul gejala
psikosomatis seperti: mual, mutah, sakit kepala, badan sakit. Selain itu dapat
timbul ketakutan yang luar biasa/fobia, mengurung diri. Gejala psikologi ini
tiap perempuan berbeda tergantung dari tipe kepribadian terbuka atau
tertut,dukungan dari keluarga dan lingkungan, persepsi diri dengan apa yang
dialami, pengalaman dalam menghadapi stress, koping mekanisme/telcnik mengatasi
masalah sebelumnya.
7. Penanganan
Tugas tenaga
kesehatan dalam kasus tindak perkosaan:
a.
Bersikap
dengan baik, penuh perhatian dan empati.
b.
Memberikan
asuhan untuk menangani gangguan kesehatannya, misalnya mengobati cidera,
pemberian kontrasepsi darurat
c.
Mendokumentasikan
hasil pemeriksaan dan apa yang sebenarnya terjadi.
d.
Memberikan
asuhan pemenuhan kebutuhan psikologis
e.
Memberikan
konseling dalam membuat keputusan.
f.
Membantu
memberitahukan pada keluarga.
8. Pasal dalam undang-undang yang
berkaitan dengan tindak perkosaan:
a.
Pasal
281-283 KUHP tentang Kejahatan terhadap Kesopanan.
b.
Pasal
289-298 KUHP tentang Pencabulan.
c.
Undang-undang
Perlindungan Anak (UUPA) no 23 tahun 2003.
d.
Undang-undang
no 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
D.
Pelecehan seksual
1. Pengertian
Pelecehan seksual
adalah segala bentuk perilaku maupun perkataan bermakna seksual yang berefek
merendahkan martabat orang yang menjadi sasaran.
2. Kategori Pelecehan
Seksual
a.
Quid Pro Quo
Pelecehan seksual
yang seperti ini adalah pelecehan seksual yang biasanya dilakukan oleh
seseorang yang memiliki kekuasaan otoritas terhadap korbannya, disertai
iming-iming pekerjaan atau kenaikan gaji atau promosi
b.
Hostile Work Environment
Pelecehan seksual
yang terjadi tanpa janji atau iming-iming maupun ancaman
3. Kategori Pelecehan
Seksual Menurut Nichaus
a. Blitz rape yaitu pelecehan seksual yang terjadi sangat
cepat, sedangkan pelaku tidak saling kenal
b. Confidence rape yaitu pelecehan seksual dengan penipuan, hal
ini jarang dilaporkan karena malu
c. Power rape yaitu pelecehan seksual yang saling tidak
mengenal, pelaku bertindak cepat dan menguasai korban, dilakukan oleh orang
yang berpengalaman dan yakin korban akan menikmati
d. Anger rape yaitu pelecehan seksual dimana korban menjadi
marah dan balas dendam.
e. Sadistic rape yaitu pelecehan seksual dengan ciri kekejaman
atau sampai pembunuhan
4. Macam-Macam Pelecehan
Seksual
a. Pelecehan seksual dengan orang yang kita kenal
1) Pelecehan oleh suami/mantan suami
2) Pelecehan yang dialami seorang wanita oleh
pacar/mantan pacar
3) Pelecehan seorang wanita oleh teman kerja atau
atasan
4) Pelecehan seksual pada anak-anak oleh anggota
keluarga
b. Pelecehan seksual dengan orang yang tidak
dikenal
1) Pelecehan di penjara
2) Pelecehan saat terjaid perang
c. Pelecehan seksual dengan ketakutan, dimana akan
terjadi kekerasan jika korban menolak
d. Pelecehan dengan iming-iming atau paksa, dimana
pelaku memiliki otoritas pada korban
e. Pelecehan seksual mental, dengan menyerang harga
diri korban melalui kata-kata kasar, mempermalukan dengan memperlihatkan
pornografi
5. Bentuk-bentuk
pelecehan seksual
a. Mengucapkan kata-kata jorok tentang tubuh
wanita.
b. Main mata, siulan nakal, isyarat jorok,
sentuhan, rabaan, remasan, usapan, elusan, colekan, pelukan, ciuman pada bagian
tubuh wanita.
c. Menggoda, kearah hubungan seksual.
d. Laki-laki memperlihatkan alat kelaminnya atau
onani di depan perempuan.
6. Akibat pelecehan
seksual
a. Gangguan psikologis: marah, mengumpat,
tersinggung dipermalukan, terhina, trauma sehingga takut keluar rumah.
b. Kehilangan gairah kerja/belajar, malas.
7. Pasal dalam
undang-undang yang berkaitan dengan tindak pelecehan seksual
a. Pasal 281-283 KUHP tentang Kejahatan terhadap
Kesopanan.
b. Pasal 289-298 KUHP tentang Pencabulan.
c. Pasal 506 KUHP tentang Mucikari.
d. Undang-undang Perlindu-nganAnak (UUPA) no 23
tahun 2003.
e. Undang-undang no 23 tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
8. Respon Korban
Pelecehan Seksual
a. yang paling sering adalah ketidakberdayaan,
kehilangan kontrol diri, takut, malu dan perasaan bersalah
b. respon emosi korban terbagi menjadi dua, yaitu
respon ekspresif (ketakutan, kemarahan, gelisah, tegang, menangis
terisak-isak) dan respon terkontrol (menyembunyikan perasaannya, tampil tenang,
menunduk dan lembut)
c. respon lain yaitu: mandi sebersih-bersihnya,
pindah rumah, menambah pengamanan, membuang/menghancurkan benda yang berkaitan
dengan pelecahan
d. beberapa hari kemudian akan timbu memar/lecet
pada bagian tubuh, sakit kepala, lelah, gangguan pola tidur, nyeri lambung,
mual, muntah, nyeri pada daerah pacinela, gatal dan keluar darah pada vagina,
marah, merasa terhina, menyalahkan diri sendiri, ingin balas dendam, takut akan
penyiksaan diri dan kematian
e. respon atau dampak jangka panjang : gelisah,
mimpi buruk, phobia sendirian, merasa menjadi orang yang kotor dan menjijikkan,
depresi, bahkan ada yang sampai menggunakan obat-obatan terlarang maupun ingin
bunuh diri.
9. Hal-hal yang
dilakukan ketika terjadi pelecehan seksual
a. Katakan TIDAK dengan tegas tanpa senyum dan
minta maaf
b. Buat jurnal kejadian
c. Cari informasi tentang si peleceh dan
orang-orang sekitarnya
d. Buat pernyataan tertulis kepada si peleceh, bahwa
anda tidak suka dengan perilakunya
e. Hubungi atasan atau pihak yang berwenang atau
yang mempunyai kedudukan, seperti polisi/bos/orang tua/tokoh agama/tokoh
masyarakat dan jeaskan apa yang terjadi
E.
Single parent
1. Pengertian
Single parent adalah
keluarga yang mana, hanya ada satu orang tua tunggal, hanya ayah atau ibu saja.
Keluarga yang terbentuk bisa tedadi pada keluarga sah secara hukum maupun
keluarga yang belum sah secara hukum, baik hukum agama maupun hukum pemerintah.
2. Sebab-sebab
terjadinya single parent
Pada keluarga sah, Sebab-sebab terjadinya single parent adalah:
a. Perceraian. Adanya, ketidakharmonisan dalam
keluarga yang disebabkan adanya perbedaan persepsi atau perselisihan yang tidak
mungkin ada jalan keluar, masalah ekonomi/pekerjaan, salah satu pasangan
selingkuh, kematangan emosional yang kurang, perbedaan
agama,aktifita.ssuan-iiistri yang tinggi di luar rumah sehigga kurang
komunikasi, problem seksual dapat merupakan faktor timbulnya perceraian.
b. Orang tua meninggal. Takdir hidup clan coati manusia
di tangan Tuhan. Manusia hanya bisa berdoa dan berupaya. Adapun sebab kematian
ada berbagai macam. Antara lain karma kecelakaan, bunuh diri, pembunuhan,
musibah bencana alam, kecelakaan kerja, keracunan, penyakit dan lain-lain.
c. Orang tua masuk penjara. Sebab masuk penjara
antara lain karena melakukan tindak kriminal seperti perampokan, pembunuhan,
penciarian, pengedar narkoba atau thicial, perdata seperti hutang, jual beli,
atau karma tidak pidana korupsi sehingga sekian lama tidak berkumpul dengan keluarga.
d. Study ke pulau lain atau ke negara lain.
Tuntutan profesi orang tua untuk melanjutkan study sebagai peserta tugas
belajar mengakibatkan harus, berpisah dengan keluarga untuk sementara waktu,
atau bisa terjadi seorang anak yang meneruskan pendidikan di pulau lain atau
luar negeri dan hanya bersama ibu saja sehingga menyebabkan anak untuk sekian
lama tidak didampingi otch ayahnya yang hams tetap kerja di negara atau pulau
atau kota. kelahiran.
e. Kerja di luar daerah atau luar negeri. Cita-cita
untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik lagi menyebabkan salah satu orang
tua meninggalkan daerah, terkadang ke luar negeri.
3. Dampak single parent
a. Dampak negatif
1) Perubahan perilaku anak. Bagi seorang anak yang
tidak siap, ditinggalkan orang tuanya bisa menjadi mengakibatkan perubahan
tingkah laku. Menjadi pemarah, berkata kasar, suka melamun, agresif, suka
memukul, menendang, menyakiti temannya. Anak juga tidak berkesempatan untuk
belaiar perilaku yang baik sebagaimana, perilaku keluarga yang harmonis. Dampak
yang paling berbahaya biia anak mencari pelarian di luar rumah, seperti menjadi
anak jalanan, terpengaruh penggunaaa narkoba untuk melenyapkan segala
kegelisahan dalam hatinya, terutama anak yang kurang kasih sayang, kurang
perhatian orang tuanya.
2) Perempuan merasa terkucil. Terlebih lagi pada
perempuan yang sebagai janda atau yang tidak dinikahi, di masyarakat terkadang
mendapatkan cemooh dan ejekan.
3) Psikologi anak terganggu. Anak Bering mendapat
ejekan diri Leman sepermainan sehingga anak menjadi murung, sedih. Hai ini
dapat mengakibatkan anak menj adi kurang percaya diri dan kurang kreatif.
b. Dampak positif
1) Anak terhindar dari komunikasi yang kontradiktif
dari orang tua, tidak akan terjadi komunikasi yang berlawanan dari orang tua,
i-nisaInya ibunya mengijinkan teLapi ayahnya melarangnya. Nilai yang diajarkan
oleh ibu atau ayah d iterima penuh karena tidak terjadi pertentangan.
2) Ibu berperan penuh dalam pengambilan keputusan
clan tegar.
3) Anak lebih mandiri dan berkepribadian kuat,
karena terbiasa tidak selalu hal didampingi, terbiasa menyelesaikan berbagai
masalah kehidupan.
4. Penanganan single
parent
a. Memberikan kegiatan yang positif. Berbagai macam kegiatan yang dapat mendukung
anak untuk lebih bisa mengah, ualisasikan diri secara positif antara lain
dengan penyaluran. hobi, kursus sehingga menghindarkan anak melakukan hal-hal
yang negatif.
b. Memberi peluang anak belajar berperilaku baik. Bertandang pada keluarga, lain yang harmonis
memberikan kesempatan bagi anak untuk meneladani figur orang tua yang tidak
diperoleh dalam lingkungan keluarga sendiri.
c. Dukungan komunitas.
Bergabung dalam club sesama keluarga dengan orang tua tunggal dapat memberikan
dukungan karena anak mempunyai banyak teman yang bemasib sama sehingga tidak
merasa sendirian.
5. Upaya pencegahan
dampak negatif single parent
a. Pencegahan terjadinya kehamilan di luar nikah.
b. Pencegahan perceraian dengan mempersiapkan
perkawinan dengan baik dalam segi psikologis, ke-aangan, spiritual.
c. Menjaga kommikasi dengan berbagai sarana
teknologi informasi.
d. Menciptakan kebersamaan antar anggota keluarga.
e. Peningkatan spiritual dalam keluarga.
F.
Perkawinan Usia Muda Dan Tua
1. Pengertian perkawinan
Perkawinan adalah
ikatan batin antara pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga/rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa
(UU Perkawinan No 1 Tahun 1974)
2. Perawinan usia muda
Menurut UU Perkawinan
No 1 Tahun 1974 pasal 7 bahwa perkawinan diij inkan bila laki-laki berumur 19
tahun dan wanita berumur 16 tahun. Namun pemerintah mempunyai kebijakan tentang
perilaku reproduksi manusia yang ditegaskan dalam UU No 10 Tahun 1992 yang
menyebutkan bahwa pemerintah menetapkan kebijakan upaya penyelenggaraan
Keluarga Berencana. Banyaknya resiko kehamilan kurang dari perkawinan diij inkan bila
laki-laki berumur 21 tahun dan perempi mn berumur 19 tahun. Sehingga perkawinan
usia muda adalah perkawinan yang dilakukan bila pria kurang dari 21 tahun dan
perempuan kurang dari 19 tahun.
3. Perkawinan usia tua
Adalah perkawinan
yang dilakukan bila perempuan berumur lebih dari 35 tahun.
4. Kelebihan perkawinan
usia muda
a. Terhidar dari perilaku seks bebas, karena kebutuhan
seksual terpenuhi.
b. Menginjak usia tua tidak lagi mempunyai anak
yang masih kecil.
5. Kelebihan perkawinan
usia tua
Kematangan
fisik, psikologis, sosial, financial sehingga harapan membentuk keluarga
sejahtera berkualitas terbentang.
6. Kekurangan pernikahan
usia muda
a. Meningkatkan angka kelahiran sehingga
pertumbuhan penduduk semakin meningkat.
b. Ditinjau dari segi kesehatan, perkawinan usia
muda meningkatkan angka kematian bayi dan ibu, risiko komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas. Selain itu bagi perempuan meningkatkan risiko
cancer cerviks karena hubungan seksual dilakukan pada saat secara anatorni sel-sel
cerviks belum matur. Bagi bayi risiko terjadinya kesakitan dan kematian
meningkat.
c. Kematangan psikologis belum tercapai sehingga
keluarga mengalami kesakitan mewujudkan keluarga yang berkualitas tinggi.
d. Ditinjau dari segi sosial, dengan perkawinan
mengurangi kebebasan pengembangan diri, mengurangi kesempatan melanjutka
pendidikan jenjang tinggi.
e. Adanya konflik dalam keluarga membuka peluang
untuk mencari pelarian pergaulan di luar rumah sehingga meningkatkan risiko
penggunaan minum alkohol, narkoba dan seks bebas.
f. Tingkat peceraian tinggi. Kegagalan kehiarga
dalam melewati berbagai macam permasalahan meningkatkan risiko perceraian.
7. Kekurangan pernikahan
usia tua
a. Meningkatkan angka kesakitan dan kematian ibu
dan bayi. Kemu-igkinan/risiko tejadi ca mammae meningkat.
b. Meningkatnya risiko kehamilan dengan anak kelainan bawaan, misalnya terjadi
kromosom non disjunction yaitu kelainan proses meiosis basil konsepsi (fetus)
sehingga menghasilkan kromosom sejumlah 47. Aneuploidy, yaitu ketika kromosom
basil konsepsi tidak tepat 23 pasang. Contohnya: trisomi 21 (down syndrome),
trisomi 13 (patau syndrome) dan trisomi 18 (edwards syndrome).
8. Penanganan Perkawinan
Usia Muda
a. Pendewasaan usia kehamilan dengan penggunaan kontrasepsi sehingga kehamilan pada waktu usia reproduksi sehat.
b. Bimbingan psikologis. Hal ini dimaksudkan untuk
membantu pasangan dalam menghadapi persoalan-persoalan agar mempunyai cara
pandang dengan pertimbangan kedewasaan, tidak mengedepankan emosi.
c. Dukungan keluarga. Peran keluarga sangat banyak mernbantu
kell 1,grga muda baik clukungan berupa material maupun non material untuk
kelanggengan keluarga, sehingga lebih tahan terhadap hambatanhambatan yang
ada.
d. Peningkatan kesehatan dengan peningkatan
pengetahuan kesehatan, perbaikan gizi bagi istri yang mengalami kurang gizi.
9. Penanganan Perkawinan
Usia Tua
a. Pengawasan kesehatan: ANC secara rutin pada
tenaga kesehatan.
b. Peningkatan kesehatan dengan peningkatan
pengetahuan kesehatan, perbaikan gizi bagi istri yang mengalami kurang gizi.
10. Pencegahan:
a. Penyuluhan kesehatan untuk menikah pada usia
reprodulcsi se-hat.
b. Merubah cara pandang budaya atau cara pandang
diri yang tidak mendukung.
c. Meningkatkan kegiatan sosialisasi.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Melakukan
kekerasan adalah pempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani tidak kecil secara
yang tidak sah misalnya memukul dengan tangan atau dengan segala macam senjata,
menepak, menendang dsb.
Single
parent adalah keluarga yang mana, hanya ada satu orang tua tunggal, hanya ayah
atau ibu saja. Keluarga yang terbentuk bisa tedadi pada keluarga sah secara
hukum maupun keluarga yang belum sah secara hukum, baik hukum agama maupun
hukum pemerintah.
Pelecehan
seksual adalah segala bentuk perilaku maupun perkataan bermakna seksual yang
berefek merendahkan martabat orang yang menjadi sasaran.
Pekerja
seks komersial adalah suatu pekerjaan dimana seorang perempuan menggunakan atau
mengeksploitasi tubuhnya untuk mendapatkan uang.
Perkawinan
adalah ikatan batin antara pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga/rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasar Ketuhanan Yang
Maha Esa. Perkawinan usia muda adalah perkawinan yang dilakukan bila pria
kurang dari 21 tahun dan perempuan kurang dari 19 tahun. Perkawinan usia tua
adalah perkawinan yang dilakukan bila perempuan berumur lebih dari 35 tahun.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Dirjen Pembinaan Kesehatan
Ida
Bagus Gde Manuaba, 1999, Memahami Kesehatan reproduksi wanita, Area EGC Jakarta
Masyarakat,
1996, “Kesehatan Reproduksi di Indonesia”, Jakarta
Mohammad,
Kartono, 1998, “Kontradiksi Dalam Kesehatan Reproduksi” Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta.
Perkumpulan
keluarga berencana Indonesia, PPK-UGM, dan Ford Foundation, 1995, “Hak-hak
reproduksi dan kesehatan reprodukjsi, terjemahan bahasa Indonesia Implication
of the ICPD programme of action chapter VII, Yogjakarta”
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,
Bunga Rampai Obstetri dan Ginekologi Sosial, Jakarta.
Aziz, Aina Rumiati, 2002, “Perempuan Korban Diranah
Domestik”
Comments
Post a Comment