Konsep
Teori Imunisasi DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus)
A. Pengertian
Imunisasi DPT
Imunisasi
DPT adalah vaksinasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif dalam
waktu yang bersamaan terhadap penyakit difteri, pertusis (batuk rejan/batuk
seratus hari), dan tetanus.
DPT merupakan vaksin yang mengandung racun kuman
difterin yang telah dihilangkan sifat racunnya, namun masih dapat merangsang
pembentukan zat anti (toksoid). imunisasi ini diberikan secara intramuscular.
Di
Indonesia, vaksinasi DPT terhadap ketiga penyakit tersebut dipasarkan dalam
tiga kemasan, yaitu dalam bentuk kemasan tunggal bagi tetanus, kombinasi DT
(difteri dan tetanus), serta kombinasi DPT (difteri, pertusis, dan tetanus).
Vaksin
difteria dibuat dari toksin/racun kiuman difteria yang telah dilemahkan atau
disebut toksoid. Biasanya, diolah dan dikemas bersama-sama dengan vaksin
tetanus dalam bentuk vaksin DT, atau
dengan vaksin tetanus dan pertusis dalam bentuk vaksin DTP. (Mahayu,2014:91).
B. Fungsi Imunisasi DPT
Imunisasi
DPT, bertujuan untuk mencegah 3 penyakit sekaligus, yaitu Difteri, Pertusis,
Tetanus. Difteri merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheria.
Difteri
bersifat ganas, mudah menular dan menyerang terutama saluran nafas bagian atas.
Penularannya bisa karena kontak langsung dengan penderita melalui bersin atau
batuk atau kontak tidak langsung karena
adanya makanan yang terkontaminasi bakteri difteri. Penderita akan mengalami
beberapa gejala seperti demam lebih kurang 38ºC, mual, muntah, sakit waktu
menelan dan terdapat pseudomembran putih keabu-abuan di faring, laring atau
tonsil, tidak mudah lepas dan mudah berdarah, leher membengkak seperti leher
sapi disebabkan karena disertai bunyi (stidor)
Pada
pemeriksaan asupan tenggorokan atau hidung terdapat kuman difteri. Pada proses
infeksi selanjutnya, bakteri difteri akan menyebarkan racun ke dalam tubuh,
sehingga penderita dapat mengalami tekanan darah rendah, hingga efek jangka
panjangnya akan terjadi kardiomiopati dan miopati perifer. Cutaneus dari
bakteri difteri menimbulkan infeksi sekunder pada kulit penderita.
Difteri
disebabkan oleh bakteri yang ditemukan di mulut, tenggorokan dan hidung.
Difteri menyebabkan selaput tumbuh di sekitar tenggorokan. Selaput tersebut
dapat menyebabkan kesusahan menelan, bernapas, dan bahkan bias mengakibatkan
mati lemas. Bakteri menghasilkan racun yang dapat menyebar keseluruh tubuh dan
menyebabkan berbagai komplikasi berat seperti kelumpuhan dan gagal jantung.
Sekitar 10% penderita difteri akan meninggal akibat penyakit ini. Difteri dapat
ditularkan melalui batuk dan bersin oleh orang yang mempunyai penyakit ini.
Pertusis,
merupakan
penyakit yang dsisebabkan oleh kuman Bordetella
Pertussis. Kuman ini mengelusrkan toksin yang menyebabkan ambang rangsang
batuk menjadi rendah sehingga bila terjadi sedikit saja rangsangan akan terjadi
batuk yang hebat dan lama. Serangan batuk lebih sering pada malam hari, batuk
terjadi beruntun pada akhir batuk menarik nafas panjang terdengar suara “hup”
(whoop) yang khas, biasanya disertai muntah. Batuk bias mencapai 1-3 bulan,
oleh karena itu pertusis disebut juga dengan “batuk seratus hari”. Penularan
penyakit ini dapat melalui droplet penderita.
Pada
stadium permulaan yang disebut stadium
kataralis yang berlangsung 1-2 minggu gejala belum jelas. Penderita
menunjukan demam, pilek, batuk yang makin lama makin keras.pada stadium
selankutnya disebut stadium paroksismal,
baru timbul gejala khas berupa batuk lama atau hebat, didahului dengan menarik
napas panjang disertai bunyi “whoop”.
Stadium Kataralis ini berlangsung 4-8 minggu. Pada bayi tidak khas “whoop” tidak ada tetapi sering disertai
penghentian napas sehingga bayi menjadi biru. Akibat batuk yang berat dapat terjadi perdarahan selaput lendir
mata (conjungtiva) atau pembengkakan disekitar mata (oedema periorbital). Pada
pemeriksaan laboratorium apusan lendir
Batuk
rejan dalah penyakit yang menyerang saluran udara dan prnapasan dan sangat
mudah menular. Penyakit ini menyebabkan serangan batuk parah yang
berkepanjangan. Diantara serangan batuk ini, anak akan megap-megap untuk
bernapas. Serangan batuk seringkali diikuti oleh muntah-muntah dan serangan
batuk dapat berlangsung berbulan-bulan.
Dampak
batuk rejan bagi bayi berusia 12 bulan ke bawah dan seringkali memerlukan rawat
inap di rumah sakit. Batuk rejan dapat mengakibatkan komplikasi seperti
pendarahan, kejang-kejang, radang paru-paru, koma, pembengkakan otak, kerusakan
otak permanen, dan kerusakan paru-paru jangka panjang. Sekitar satu dari 200
anak di bawah usia enam bulan yang terkena batuk rejan akan meninggal. Batuk
rejan dapat ditularkan melalui batuk dan bersin oleh orang yang terkena
penyakit ini.
Tetanus
merupakan
penyakit yang disebabkan oleh infeksi kuman Clostridium
tetani. Kuman ini bersifat
anareob, sehingga dapat hidup pada lingkungan yang tidak terdapat zat asam
(oksigen). Tetanus dapat menyerang bayi, anak-anak bahkan orang dewasa. Pada
bayi penularan disebabkan karena pemotongan tali pusat tanpa alat yang seteril
atau dengan cara tradisional dimana alat pemotong dibubuhi ramuan tradisisonal
yang terkontaminasi spora kuman tetanus. Pada anak-anak atau orang dewasa bisa
terinfeksi karena luka yang kotor atau luka terkontaminasi spora kuman tetanus.
Kuman ini paling banyak terdapat pada usus kuda berbentuk spora yang tersebar
luas di tanah.
Penderita
akan mengalami baik pada tubuh maupun otot mulut sehingga mulut tidak bisa
dibuka, pada bayi air susu ibu tidak bisa masuk, selanjutnya penderita
mengalami kesulitan menelan dan kekakuan pada leher dan tubuh. Kejang terjadi
karena spora kuman Clostridium tetani dberada
pada lingkungan anareob, kuman akan aktif dan mengeluarkan toksin yang akan
menghancurkan sel darah merah, toksin yang merusak sel darah putih dari suatu
toksin yang akan terikat pada saraf menyebabkan penurunan ambnag rangsang
sehingga terjadi kejang otot dan kejang-kejang, biasanya terjadi pada hari ke-3
atau ke-4 dan berlangsung selama 7-10 hari. Tetanus dengan gejala riwayat yang
luka, demam, kejang rangsang, risus
sardonisus (muka setan), kadang-kadang disertai perut papan dan opistotonus (badan melengkung) pada umur
di atas 1 bulan.
Tetanus
disebabkan oleh bakteri yang berada di tanah, debu, dan kotoran hewan. Bakteri
ini dapat memasuki tubuh melalui luka sekecil tusukan jarum. Tetanus tidak
dapat ditularkan dari satu orang ke orang lain. Tetanus adalah penyakit yang
menyerang system saraf dan sering kali menyababkan kematian.
Tetanus
menyebabkan kekejangan otot yang mula-mula terasa pada otot leher dan rahang.
Tetanus dapat mengakibatkan kesusahan bernapas, kejang-kejang yang terasa
sakit, dan detak jantung yang tidak normal. Karena imunisasi yang efektif,
penyakit tetanus kini jarang ditemukan di Australia, namun penyakit ini dapat
terjadi pada orang dewasa yang belum diimunisasi terhadap penyakit ini atau
belum pernah disuntik ulang (disuntik Vaksin dosis booster).
C. Kemasan Imunisasi DPT
Dipasaran
terdapat 3 kemasan sekaligus, dalam bentuk kemasan tunggal bagi tetanus, dalam
bentuk kombinasi DT (difteri dan tetanus) dan kombinasi ketiganya atau dikenal
dengan vaksin tripel.
D. Cara Pemberian dan Dosis
Cara
pemberian imunisasi DPT adalah melalui injeksi intramuskular. Suntikan
diberikan pada paha tengah luar atu subkutan dalam dengan dosis 0,5 cc. Cara
memberikan vaksin ini sebagai berikut :
a)
Letakan bayi dengan posisi miring di atas
pangkuan ibu dengan seluruh kaki telanjang.
b)
Orang tua sebaiknya memegang kaki bayi.
c)
Pegang paha dengan ibu jari dan telunjuk.
d)
Masukan jarum dengan 90 derajat.
e)
Tekan seluruh jarum langsung ke bawah melalui
kulit sehingga masuk ke dalam otot. Untuk mengurangi rasa sakit, suntikan
secara pelan-pelan.
Imunisasi
DPT dasar diberikan 3 kali sejak anak umur dua bulan dengan interval 4 – 6
minggu. DPT 1 diberikan umur 2 – 4 bulan, DPT 2 umur 3 – 5 bulan, dan DPT 3
umur 4 – 6 bulan. Ulangan selanjutnya, yaitu DPT 4 diberikan satu tahun setelah
DPT 3 pada usia 18 – 24 bulan, dan DPT 5 pada usia 5 – 7 tahun. Sejak tahun
1998, DPT 5 dapat diberikan pada kegiatan imunisasi di sekolah dasar. Ulangan
DPT 6 diberikan usia 12 tahun mengingat masih dijumpai kasus difteri pada umur
lebih besar dari 10 tahun. Dosis DPT adalah 0,5 ml.
Imunisasi
DPT pada bayi tiga kali (3 dosis) akan memberikan imunitas satu sampai 3 tahun.
Ulangan DPT umur 18 – 24 bulan (DPT 4) akan memperpanjang imunitas 5 tahun
sampai umur 6-7 tahun. Dosis toksoid tetanus kelima (DPT/DT 5) bila diberikan
pada usia masuk sekolah akan memperpanjang imunitas 10 tahun lagi, yaitu sampai
umur 17-18 tahun. Imunisasi ini akan melindungi bayi dari tetanus apabila
anak-anak tersebut sudah menjadi ibu kelak.
Dosis
toksoid tetanus tambahan yang diberikan tahun berikutnya akan memperpanjang
imunitas 20 tahun lagi. (Rahayu, 2014:91)
E. Efek Samping Imunisasi DPT
Efek
samping dari imunisasi DPT yaitu bayi menderita panas pada waktu sore hari
setelah mendapatkan imunisasi DPT, tetapi panas akan turun dan hilang dalam
waktu 2 hari. Sebagian besar merasa nyeri, sakit, merah, atau bengkak di tempat
suntikan. Keadaan ini tidak berbahaya dan tidak perlu mendapatkan pengobatan
khusus karena akan sembuh dengan sendirinya. Bila gejala tersebut tidak timbul,
maka tidak perlu diragukan bahwa imunisasi tersebut tidak memberikan
perlindungan dan imunisasi tidak perlu di ulang. sedangkan efek berat bayi
menangis hebat karena kesakitan kurang lebih empat jam, kesadaran menurun,
terjadi kejang, ensefalopati, dan shock. (Mahayu, 2014:92)
Comments
Post a Comment