CONTOH KASUS PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Psikologi
berasal dari perkataan Yunani ‘psyche’ yang artinya jiwa, dan ‘logos’ yang artinya
ilmu paengetahuan. Jadi secara etimologi (menurut arti kata) psikologi artinya ilmu
yang mempelajari tentang jiwa, baik maengenai macam-macam gejalanya’ prosesnya maupun
latar belakangnya. Dengan singkat disebut ilmu jiwa
Kasus
1
Sheyna, 13
tahun, memiliki orangtua yang overprotective
dan sangat menuntut supaya Sheyna mengikuti apa saja perintah yang diberikan
kepadanya.
Sheyna
merupakan anak bungsu dari 3 bersaudara, dan hanya ia yang perempuan. Sheyna
menganggap dirinya sangat bergantung pada orangtua, ditambah lagi orangtua
memperlakukan Sheyna seperti anak kecil yang berusia di bawah usia dirinya.
Kedua kakak
Sheyna sangat pembangkang bahkan kakak pertama Sheyna (18 tahun) pernah blak-blakan mengaku kepada
orangtua mereka bahwa ia telah melakukan aktivitas seksual dengan teman di
sekolah. Tentu saja, orangtua menjadi sangat marah, apalagi orangtua sangat strict terhadap isu-isu
seksual. Bahkan, orangtua selalu membahas kepada Sheyna dan kedua kakak
bahwa virginity itu harus
dijaga hingga kelak menikah. Kondisi kakaknya ini berbanding terbalik
dengan Sheyna yang sangat pasif dan penurut, serta menjadi satu-satunya anak
yang dianggap “baik” oleh orangtuanya sehingga Sheyna dijuluki “Little Miss Perfect”.
Ada riwayat
sakit mental di dalam keluarga Sheyna. Nenek kandung Sheyna dari pihak Ibu
serta Bibi Sheyna dari pihak Ayah sama-sama menderita depresi.
Sheyna
mengalami insomnia sejak ia
berusia 10 tahun. Setiap malam ia mengalami kesulitan untuk tidur dan akhirnya
mengganggu kegiatan belajar di sekolah. Nilai Sheyna sampai mengalami penurunan
yang cukup parah, sehingga orangtua memutuskan supaya Sheyna menjalani home-schooling saja supaya Sheyna
dapat mengatur waktu kapan untuk belajar. Perilaku insomnia ini dialami Sheyna
pasca pertengkaran hebat di dalam keluarga, di mana kakak pertama Sheyna
ternyata sampai menghamili temannya di sekolah. Pada saat itu, kondisi rumah
sangat “panas”, Ayah dan Ibu selalu bertengkar setiap ada kesempatan di
pagi-siang-sore-malam. Keadaan semakin memanas karena kakak pertama Sheyna
sempat kabur dari rumah bersama teman yang ia hamili, sehingga memicu
pertengkaran antara keluarga Sheyna dengan keluarga yang anaknya dihamili oleh
kakak Sheyna tersebut. Kondisi tersebut berlangsung hingga kurang-lebih dua
bulan dan sejak itu, Sheyna sulit sekali memejamkan mata seberapa pun dirinya
mengantuk karena bayangan pertengkaran dan suasana memanas itu selalu
menghantui Sheyna. Untuk pertama kalinya, di masa sebulan itu, Sheyna mengalami
ledakan emosi yang tinggi.
Sejak saat
itu, Sheyna juga semakin sering menyendiri di dalam kamar untuk menghindari
pertengkaran. Bagi Sheyna, dia menjadi lebih rileks dengan berada di dalam
kamar. Dia juga semakin bisa berpikir, mencari tahu, dan menganalisa segala hal
yang ia senangi. Sheyna tertarik dengan politik dan memiliki pemikiran
tersendiri tentang politik, misalnya ia percaya bahwa dirinya merupakan
reinkarnasi dari seorang politikus Romawi di masa lalu.
Keluarga dan
teman-teman Sheyna melihat Sheyna sebagai orang yang sangat rapi dan
teroganisir. Sheyna senang menuliskan apapun ide-ide yang ia miliki dan
menuliskan di buku diary,
komputer, bahkan dinding kamarnya penuh dengan papernote yang
ditempelkan secara berantakan dan berisi ide-idenya tersebut. Kebanyakan ide yang
Sheyna tuliskan berisi tentang hal-hal yang selama ini dianggap tabu untuk
dibicarakan di dalam keluarganya, seperti tentang dorongan seksual dan tingkat
spiritualitas. Aktivitas ini semakin menjadi-jadi saat ia merasakan gairah luar
biasa untuk melakukan sesuatu.
Selama
proses pertengkaran di dalam keluarganya, Sheyna sempat mengalami depresi dan
depresi yang ia miliki semakin menjadi-jadi karena hingga saat ini Sheyna masih
menderita insomnia. Sheyna juga menderita kesulitan untuk makan dan konsentrasi.
Di puncak depresinya, Sheyna akhirnya beberapa kali melakukan percobaan bunuh
diri. Beruntung, Ibu selalu menemukan Sheyna tepat waktu sehingga Sheyna masih
bisa diselamatkan.
Analisa
Kasus
Sheyna
menunjukkan simptom perilaku yang mengarah ke Bipolar I Disorder. Sheyna
meyakini bahwa dirinya merupakan reinkarnasi dari politisi Romawi di masa lalu,
yang menunjukkan simptop psikotis ada pada dirinya. Simptom psikotis sendiri
hanya muncul pada Bipolar I Disorder. Sheyna juga menunjukkan perilaku mania dengan
cara menuliskan semua ide-ide yang ia miliki di buku diary, komputer, bahkan papernote yang ditempel
berantakan di dinding kamarnya. Ide-ide tersebut termasuk pula ide-ide yang
sebenarnya selalu tabu untuk dibicarakan di dalam keluarga (tentang seksualitas
dan spiritualitas). Perilaku ini jelas berbeda dengan kebiasaan Sheyna yang
selalu rapi dan terorganisir. Kemunculan perilaku mania ini dibarengi pula
dengan kemunculan perilaku depresi yang membuat Sheyna sampai beberapa kali
melakukan percobaan bunuh diri.
Pada kasus
Sheyna, ditemukan bahwa ada riwayat genetis di dalam keluarga dekatnya yang
memiliki gangguan depresi, yaitu Nenek kandung Sheyna dari pihak Ibu serta Bibi
Sheyna dari pihak Ayah. Perlu ada pemeriksaan mendalam tentang apakah kasus Sheyna
terkait dengan riwayat genetis di dalam keluarganya. Tetapi, kemungkinan itu
tetap ada.
BD yang
diderita Sheyna merupakan masalah yang perlu penanganan hingga seumur hidup
karena tidak dapat dengan mudah ditentukan bahwa gejala mania dan depresi yang
diderita Sheyna tidak akan lagi muncul di masa depan. Cara terbaik untuk
memberikan treatment kepada
Sheyna adalah dengan memberikan pengobatan medis yang tepat serta
menjalani psikoterapi. Misalnya, mengkombinasikan pemberian obat antipsychotic (seperti: Seroquel) dan mood-stabilizer (seperti: Lithium), ditambah psikoterapi
(seperti: terapi regulasi emosi, anger
management untuk membantu Sheyna dalam mengatasi mania dan depresi
yang muncul di dirinya).
Kasus
2
Robert telah
menjadi tantangan sejak hari pertamanya di kelas Martha. Ia adalah seorang
bocah laki-laki yang bertubuh gemuk-pendek, yang sebelumnya bersekolah di
sebuah sekolah khusus untuk anak-anak dengan masalah perilaku berat. Selama dua
tahun sebelumnya ia berulang kali pindah kelas karena memperlihatkan perilaku
yang “tidak pantas dan agresif”.
Martha bertekad membantu anak itu. Setiap hari ia menunggu
di depan pintu kelas untuk menyapa Robert dan selalu mengucapkan selamat jalan
kepadanya sebelum ia meninggalkan kelas. Martha sengaja meluangkan waktu setiap
hari untuk bicara apa saja dengannya, mulai tentang acara TV sampai tentang
ibunya. Martha bersikeras untuk memaksanya mengikuti berbagai kegiatan di
kelas—terutama dalam kelompok belajar kooperatif bersama anak-anak lain.
Karena perhatian yang diberikan Martha padanya, Robert
perlahan-lahan mulai menyadari bahwa Martha memiliki komitmen terhadap dirinya.
Pada November, Robert sudah diterima oleh teman-temannya, meskipun masih secara
marjinal, dan menjadi anggota kelas yang cukup produktif. Ia memang masih
bengal dan kadang-kadang membuat kegaduhan kecil di kelas, tetapi ia telah
menunjukkan resppns yang jauh lebih positif kepada Martha dan siswa-siswa lain.
Tidak satu kali pun Robert terpaksa disuruh menemui kepala sekolah atau
dilarang meninggalkan kelas, dan hal itu benar-benar menjadi perubahan besar
baginya. Martha mampu membantu Robert untuk berubah menjadi anak yang kompeten,
akademik maupun sosial, terlepas dari stigma yang terlanjur dilekatkan
kepadanya sebagai anak yang mengalami gangguan perilaku.
Pengaruh signifikan Martha atas diri Robert adalah tekadnya
untuk membarikan kesempatan kepada Robert untuk meraih kesuksesan di sekolah
dan memperoleh kompetensi sosial. Sama sekali tidak ada trik sulap atau
reparasi teknis yang terlibat di sini—hanya mengingatkan dari hari-ke hari,
dari jam ke jam, dan bahkan dari meit ke menit kepada Robert untuk
menyelesaikan pekerjaannya dan menghormati orang lain. Ia sama sekali tidak mau
meyerah. Martha menjelaskan, “Saya punya kecenderungan untuk tidak mau menyerah
kepada siapa pun. Hal ini tanggung jawab saya.”
Martha mendorong dan mendukung pertumbuhan sosial dan
akademik Robert tanpa memedulikan sistem. Robert sekarang sudah terbiasa
berpartisipasi di berbagai diskusi dan kegiatan kelas, ia tampak senang datang
ke sekolah, (dan pada kenyataannya ia sama sekali tidak pernah absen!), dan
tampak telah memiliki beberapa teman akrab di kelas, yang semuanya bersedia
datang ketika diundang ke pesta ulang tahunnya. Caring relationship di antara Martha dan Robert membentuk sebuah
konteks baru bagi Robert sebagai siswa.
Dalam konteks itu, ia mampu memperbaiki perilaku maupun prestasi akademiknya.
Analisis
Kasus
Dalam kasus di atas, Bu Martha menggunakan pendekatan
humanistik dalam mengadapi perilaku bermasalah Robert.
Menurut Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk
memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha
agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya.
Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang
pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama para pendidik
adalah membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing
individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan
membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. Peran
guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa
sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam
kehidupan siswa. Salah satu caranya ialah dengan menciptakan kondisi di mana
siswa dapat belajar secara efektif, misalnya dengan menunjukkan kepada siswa
bahwa guru peduali dan mengahargai mereka sebagai manusia, serta memberikan
kesempatan untuk berpedapat tentang apa yang terjadi si kelas.
Dalam kasus Robert, Bu Martha membangun hubungan yang lebih
positif dengan siswanya itu dengan cara bersikap hangat kepadanya, menyapanya
setiap hari sebelum jam pelajaran dimulai, mengucapkan selamat jalan kepadanya
sebelum ia pulang, mengobrol dengannya, dan mengajaknya untuk aktif dan
berpartisipasi dalam kegiatan kelas.
Adapun siswa berperan sebagai pelaku utama (student center)
yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami
potensi diri , mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan
potensi diri yang bersifat negatif.
Salah satu model pendidikan terbuka mencakuo konsep mengajar
guru yang fasilitatif yang dikembangkan Carl Rogers diteliti oleh Aspy dan
Roebuck pada tahun 1975 mengenai kemampuan para guru untuk menciptakan kondidi
yang mendukung yaitu empati, penghargaan dan umpan balik positif. Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah :
1. Merespon perasaan siswa
2. Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang
sudah dirancang
3. Berdialog dan berdiskusi dengan siswa
4. Menghargai siswa
5. Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
6. Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk
mementapkan kebutuhan segera dari siswa)
7. Tersenyum pada siswa
Dari penelitian itu diketahui guru yang fasilitatif
mengurangi angka bolos siswa, meningkatkan angka konsep diri siswa,
meningkatkan upaya untuk meraih prestasi akademik termasuk pelajaran bahasa dan
matematika yang kurang disukai, mengurangi tingkat problem yang berkaitan
dengan disiplin dan mengurangi perusakan pada peralatan sekolah, serta siswa
menjadi lebih spontan dan menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi.
Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk
diterpkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan
kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena
sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang
bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir,
perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang
bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya
sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau
melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku.
Kasus
3
Kesulitan
Penyesuaian Diri Mahasiswi “S” dalam kehidupan kampus
S, berusia 22 tahun, mahasiswi tingkat 1,
mengalami ancaman DO. Dari hasil evaluasi 7 minggu pertama `ternyata nilai dari
semua mata kuliah yang di ambilnya tidak memenuhi persyaratan lulus ke tingkat
2. PA memebritahu hal ini dengan tujuan dia bias mengejar nilainya, dengan
belajar yang lebih alkif agar tidak terancam DO.
Dari hasil
evaluasi 4 mata kuliahnya, “S” memperoleh 2 nilai C dan 2 nilai D. Dia sangat
menyadari bahwa dia akan sulit untuk mendapat nilai yang baik untuk ke dua mata
kuliahnya tersebut. Kenyataannya ini membuat “S” merasa sangat stress, hingga
kadang dia merasa ingin bunuh diri, karena merasa takut gagal.
Dalam
pergaulan dengan teman2nya “S” selalu merasa minder. Ketika kuliah di kelas
besar, dia selalu memilih duduk di barisan yang paling belakang dan dia jarang
bergaul dengan teman2 seangkatannya. Dia selalu merasa dirinya kuno, karena
menurutnya “S” selalu berpakaian yang tidak fashionable. Akibatnya “S” selalu
menyendiri dan lebih senang berada di perpustakaan daripada bergaul dengan
teman2nya.
S lebih
nyaman ketika m,asih duduk di bangku SMA, dimana kelasnya lebih kecil dan
hubungan di antara siswa di rasakannya lebih akrab.
S, merupakan anak ke 2 dari dua bersaudara (keduanya wanita). Kakaknya berusia
2 tahun lebih tua darinya, dan mempunyai prestasi akademis yang cukup
“cemerlang” di fakultas yang sama. Walaupun orangtua tidak pernah membandingkan
kemampuan ke dua anaknya, tetapi “S” merasa bahwa kakaknya mempunyai kelebihan
di segala bidang, di bandingkan dengan dirinya.
Analisa
kasus
Menurut
aliran humanistik-eksistensial kasus “S” bukan hanya sekedar masalah yang
bersifat individual, tetapi juga merupakan hasil konflik antara individu dengan
masyarakat atau lingkungan sosialnya. Jika “S” melihat perbedaan yang sangat
luas antara pandangannya tentang dirinya sendiri dengan yang diinginkannya maka
akan muncul perasaan inadekuat dalam menghadapi tantangan di kehidupan ini, dan
hal ini menghasilkan kecemasan atau anxiety.
Jadi,
menurut pandangan humanist-eksistensialis kasus “s” terletak pada konsep diri;
yang terjadi sehubungan dengan adanya gap antara konsep diri yang sesungguhnya
(real self) dengan diri yang diinginkan (ideal self). Hal ini muncul sehubungan
dengan tidak adanya kesempatan bagi individu untuk mengaktualisasikan dirinya sehingga
perkembangannya menjadi terhalang. Akibatnya, dalam menghadapi tantangan atau
kendala dalam menjalani hari-hari dikehidupan selanjutnya, ia akan mengalami
kesulitan untuk membentuk konsep diri yang positif.
Menurut
teori humanistik-eksistensial yang melihat kasus “s” sebagai hasil konflik diri
yang terkait dengan keadaan sosial dimana pengembangan diri menjadi terhambat,
maka teori ini lebih menyarankan untuk membangun kembali diri yang rusak
(damaged self). Tehniknya sering disebut sebagai client centered therapy yang
berpendapat bahwa setiap individu memiliki kemampuan yang positif yang dapat
dikembangkan sehingga ia membutuhkan situasi yang kondusif untuk mengeksplorasi
dirinya semaksimal mungkin.
Setiap
permasalahan yang dialami oleh setiap individu sebenarnya hanya dirinyalah yang
paling mengerti tentang apa yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, “s”
sendirilah yang paling berperan dalam menyelesaikan permasalahan yang
mengganggu dirinya. Karena menurut pandangan teori ini sebagai hasil dari belajar
(belajar menjadi cemas) maka untuk menanganinya perlu ditakukan pembelajaran
ulang agar terbentuk pola perilaku baru. Tehnik yang digunakan adalah
systematic desentisitization, yaitu mengurangi kecemasan dengan menggunakan
konsep hirarkhi ketakutan, menghilangkan ketakutan secara perlahan-lahan mulai
dari ketakutan yang sederhana sampai ke hal yang lebih kompleks. Pemberian
reinforcement (penguat) juga dapat digunakan dengan secara tepat memberikan
variasi yang tepat antara pemberian reward – jika ia memperlihatkan perilaku
yang mengarah keperubahan ataupun punishment – jika tidak ada perubahan
perilaku atau justru menampilkan perilaku yang bertolak belakang dengan rencana
perubahan perilaku.
Ka ini artikel yg dibuat sumbernya dari mana yaa?
ReplyDeleteKa ini artikel yg dibuat sumbernya dari mana yaa?
ReplyDeleterahasia
DeleteArtikel ini lettak sumbernya dari mana dan hari tanggal waktu kejadiannya itu kapan
ReplyDelete