Gangguan Keseimbangan cairan dan elektrolit
1.
Ketidakseimbangan
cairan.
Hal ini dapat terjadi apabila mekanisme kompensasi tubuh
tidak mampu mempertahankan homeostatis. Gangguan
keseimbangan cairan dapat berupa defisit volume cairan atau sebaliknya.
a.
Defisit volume cairan (fluid
volume defisit [FVD]). Defisit volume cairan adalah suatu kondisi
ketidakseimbangan yang ditandai dengan defesiensi cairan dan elektrolit di
ruang ekstrasel, namun proponsi antara keduanya (cairan dan elektrolit)
mendekati normal. Kondidi ini juga dikenal demham istilah hipovolemia. Pada
keadaan hipovolemia, tekanan os,otik mengalami perubahan sehingga cairan
interstisial masuk ke ruang interstisial sehingga menggangu kehidupan sel.
Secara umum kondisi defisit volume cairan (dehidrasi) terbagi menjadi tiga, yaitu sebagai berikut.
1)
Dehidrasi isotonik. Ini terjadi apabila jumlah cairan
yang hilang. Kadar Na’ dalam plasma 130-145 mEq/1.
2)
Dehidrasi hipertonik. Ini terjadi jika
jumlah cairan yang hilang lebih besar daripada jumlah elektrolit yang hilang.
Kadar Na’ dalam plasma 130-150 mEq/1.
3)
Dehidrasi hipotonik. Ini terjadi apabila jumlah cairan
yang hilang lebih sedikit daripada jumlah elektrolit yang hilang. Kadar Na’
dalam plasma adalah 130 mEq/1.
Kehilangan cairan eksterasel secara berlebihan dapat
menimbulkan beberapa perubahan. Diantaranya adalah penurunan volume
ekstrasel (hipovolemia) dan
perubahan hematokrit. Pada dasarnya, kondisi ini bisa disebabkan oleh banyak
faktor, seperti kurangnya asupan cairan, tingginya asupan pelarut (misalnya
protein dan klorida atau natrium) yang dapat menyebabkan ekskresi urine
berlebih, berkeringat banyak dalam waktu yang lama, serta kelainan lain yang
menyebabkan pengeluaran urine berlebih. Lebih lanjut, kondisi dehidrasi dapat
digolongkan menurut derajat keparahannya yaitu sebagai berikut.
1)
Dehidrasi ringan. Pada kondisi ini. Kehilangan
cairan mencapai 5% dari berat tubuh atau sekitar 1,5-2 liter. Kehilangan cairan
sebesar 5% pada anak yang lebih besar dan individu dewasa sudah dikategorikan
sebagai dehidrasi berat. Kehilangan cairan yang berlebih dapat berlangsung
melalui kulit, saluran pencernaan, perkemihan, paru-paru atau pembuluh darah.
2)
Dehidrasi sedang. Kondisi ini terjadi apabila
kehilangan cairan mencapai 5-10% dari berat tubuh atau sekitar 2-4 liter. Kadar
natrium serum berkisar 152-158 mEq/1. Salah satu gejalanya adalah mata cekung.
3)
Dehidrasi berat. Kondisi ini terjadi apabila
kehilangan cairan mencapai 4-6 liter. Kadar natrium serum berkisar 159=166
mEq/1. Pada kondisi ini penderita dapat mengalami hipotensi.
b.
Volume cairan berlebih (fluid
volume exsess [FVE].
Volume cairan berlebih (overhidrasi) adalah
kondisi ketidakseimbangan yang ditandai dengan kelebihan (retensi) cairan dan
natrium diruang ekstrasel. Kondisi ini dikenal juga dengan istilah
hipervolemia. Overdehidrasi umumnya disebabkan oleh gangguan fungsi ginjal.
Manifestasi yang kerap muncul di daerah mata, jari, dan pergelangan kaki.
Pitting edema adalah edema yang muncul di daerah ferifer. Jika area tersebut di
tekan, akan terbentuk cekungan yang tidak langsung hilang setelah tekanan dilepaskan.
Ini karena dengan perpindahan cairan ke jaringan melalui titik tekan pitting
edema tidak menunjukan kelebihan cairan yang menyeluruh. Sebaiknya,
pada edema nonpitting, cairan didalam
jaringan tidak dapat dialihkan ke area lain dengan penekanan jari. Hal ini
karena edema nonpitting tidak
menunjukkan kelebihan cairan ekstrasel, melainkan kondisi infeksi dan trauma
yang menyebabkan pengumpulan dan pembekuan cairan dipermukaan jaringan.
Kelebihan cairan vaskular meningkatkan tekanan hidrostatik dan tekanan cairan
pada permukaan interstisial. Edema anasarka adalah edema yang terdapat di
seluruh tubuh. Manifestasi edema paruantara lain penumpukan sputum, dispena,
batuk, dan bunyi nafas rongki basah.
2.
Gangguan Cairan
Tipe dasar ketidakseimbangan cairan adalah isotonik
dan osmolar. Kekurangan dan kelebihan isotonik terjadi jika air dan
elektrolit diperoleh atau hilang dalam proposi yang sama sebaliknya,
ketidakseimbangan osmolar adalah kehilangan atau kelebihan air saja sehingga
konsentrasi (osmolaritas) serum dipengaruhi. Tipe ketidakseimbangan yang
lain adalah sindrom ruang ketiga, terjadi jika cairan terperangkap didalam
suatu ruangan dan cairan diruangan tersebut tidak mudah ditukar dengan cairan
ekstrasel.
a.
ketidakseimbangan isotonik.
Kekurangan cairan terjadi saat air dan elektrolit
yang berada didalam proposi isotonik. Klien yang beresiko mengalami kekurangan
volume cairan adalah klien yang mengalami kehilangan cairan dan elektrolit
melalui saluran gastrointestinal, misalnya akibat muntah dan diare. Penyebab
lain dapat meliputi perdarahan, pemberian obat diuretik, keringat banyak,
demam, dan asupan yang kurang. Kelebihan volume cairan terjadi saat air dan
natrium dipertahankan dalam proporsi isotonik sehigga menyebabkan hipovolemia
tanpa disertai perubahan kadar elektrolit serum. Klien yang beresiko mengalami
kelebihan volume cairan ini meliputi klien yang menderita gagal jantung
kongesif, gagal ginjal, dan sirosis.
b.
Sindroma ruang ketiga.
Klien yang mengalami sindroma ruang ketiga, akan
mengalami kekurangan volume cairan ekstrasel. Sindroma ini terjadi ketika
cairan ekstrasel berpindah ke dalam suatu ruangan tubuh sehingga cairan
tersebut terperangkap didalamnya. Akibatnya adalah kekurangan volume cairan
didalam ekstrasel. Pada klien dengan obstruksi usus dan luka bakar dapat
menyebabkan perpindahan cairan sebanyak 5-10 liter, keluar dan ekstrasel.
c.
Ketidakseimbangan osmolar.
Ketidakseimbangan hiperosmolar (dehidrasi) terjadi jika ada kehilangan air
tanpa diserta kehilangan elektrolit yang proporsional, terutama natrium, atau
jika terdapat peningkatan substansi yang diperoleh melalui osmosis aktif. Hal
ini menyebabkan kadar natrium serun dab osmolaritas serta dehidrasi intrasel
meningkat. Faktor-faktor risiko terjadi dehidrasi meliputi kondisi yangmengganggu
kecukupan asupan oral. Pada klien lansia memiliki risiko besar untuk mengalami
dehidrasi karena terjadi penurunan yang pasti pada cairan intrasel,
penurunankonsetrasi ginjal, penurunan repon haus, peningkatan proporsi lemak.
Penurunan sekresi hormon ADH (pada diabetes insipidus) dapat menyebabkan
kehilangan air yang besar. Ketidakseimbangan hiperosmolar dapar disebabkan oleh
setiap kondisi yang berhubungan dengan diuresis osmotik dan pemberian larutan
IV yang meningkatkan jumlah solut dan konsentrasi darah. Pada kondisi ini, air
bergerak keluar dari cairan intrasel untuk mempertahankan volume cairan
ekstrasel, pada akhirnya fungsi selilar menjadi rusak dan sirkulasi menjadi
kolaps. Ketidakseimbangan hipoosmoalr (kelebihan cairan) terjadi ketika asupan cairan
berlebihan (polidipsi psikogenik) volume cairan ekstrasel disertai osmosis air
ke dalam sel. Sel-sel otak sangat sensitif dan proses ini dapat menyebabkan
edema serebral yang dapat menyebabkan penurunan tingkat kesadaran koma, dan
kematian.
3.
Ketidakseimbangan
Elektrolit
Gangguan ketidakseimbangan elektrolit meliputi sebagai berikut.
a.
Hiponatremia dan
hipernatremia.
Adalah suatu kondisi dengan nilai kosentrasi natrium di
dalam darah rendah dari normal. Dan dapat terjadi saat kehilangan total natrium
atau kelebihan air. Hiponatremia adalah kekurangan kadar natrium di cairan
ekstrasel yang menyebabkan perubahn tekanan osmotik. Perubahan ini
mengakibatkan pindahnya cairan diruang ekstrasel ke intrasel sehingga sel
menjadi bengkak. Hiponatremia menyebabkan penurunan osmolaritas plasma dan
cairan ekstrasel. Ketika terjadi kehilangan natrium, tubuh mula-mula
beradaptasi dengan menurunkan eksresi air dengan mempertahankan osmolaritas
serum berada didalam kadar yang mendekati normal, jika kehilangan berlanjut, maka
tubuh akan berupaya untuk mempertahankan volume darah. Akibatnya, propirsi
natrium didalam cairan ekstrasel berkurang. Namun, hiponatremia yang disebabkan
oleh kehilangan natrium, dapat menyebabkan kolaps pada pembuluh darah dan syok.
Apabila kekurangan cairan yang terjadi adalah kekurangan natrium, maka
kehilangan cairan ekstrasel akan bermakna, suatu kondisi yang berbeda dari
hiponatremia, yaitu berhunungan dengan peningkatan atau normalnya volume cairan
ekstrasel. Hiponatremia umumnya disebabkan oleh penyakit ginjal, penyakit
addison, kehilangan natrium melalui pencernaan, pengeluaran keringat lebih,
diuresis, serta asidosis metabolik. Penyebab lain yang berkaitan dengan cairan
adalah sindrom ketidaktepatan hormon anti diuretik (syndrome of inappropriate
antidiuretik hormone [SIADH], peningkatan asupan cairan,
hiperaldosteronisme,ketoasidosis diabetes, oliguria, dan polidsia psikogenik.
Tanda dan gejala hiponatremia meliputi cemas, hipotensi postural, postural
dizziness, mual, muntah, diare, takikardia, kejang, dan koma. Temuan
laboratorium untuk kondisi ini adalah kadar natrium serum <136 mEq/I dan
berat jenis urine <1,010. Hiponatremia berat pada kadar natrium serum 120
mEq/I dapat menyebabkan perubahan neurologis dan pada kadar natrium serum 110
mWq/I akan menyebabkan perubahan neurologis yang tidak dapat pulih kembali
bahkan dapat menyebabkan kematian. Terapi elektrolite pada hiponatremia adalah
sebagai berikut.
1)
Atasi penyakit dasar
2)
Hentikan setiap obat yang sudah berlangsung lama secara
perlahan-lahan sedangkan hiponatremia akut lebih agresif. Hindari koreksi
berlebihan karena dapat menyebabkan central pontine myelinolysis.
3)
Jangan naikkan Na serum lebih cepat dari 12 mEq/I dalam
24 jam pada pasien asimtomatik. Jika pasien simtomatik, bisa tingkatan besar1-1,5
mWq/I/jam sampai gejala mereda. Untuk menaikkan jumlah Na yang dibutuhkan untuk
menaikkan Na serum sampai 125 mEq/I digunakan rumus berikut.
Jumlah Na (mEq)= [125/I – Na serum aktual (mEq/I)x TBW
(dalam liter) YBW (total body water) = 0,6 x BB (dalam kg)
1)
Larutan pengganti bisa berupa NaCl 3% atau 5%
(masing-masing mengandung 0,51 mEq/ml)
2)
Pada pasien dengan ekspansi cairan ekstrasel, mungkin
diperlukan diuretik.
3)
Hiponatremia bisa dikoreksi dengan NaCl hipertonik (3%)
dengan kecepatan kira-kira 1 ml/kg/jam.
Hipernatremia adalah kelebihan kadar natrium dicairan
ekstraseel yang menyebabkan peningkatan tekanan osmotik ekstrasel. Kondisi ini
mengakibatkan berpindahnya cairan intrasel keluar sel yang dapat disebabkan
oleh kehilangan air yang ekstrem atau kelebihan natrium total. Jika penyebab
hipernatremia meliputi asupan natrium yang berlebihan, kerusakan sensiasi haus,
disfagia, diare, kehilangan cairan berlebih dari paru-paru, poliuria karena
diabetes isipidus. Tanda dan gejalanya meliputi kulit kering, mukosa bibir
kering, pireksia, agitasi, kejang, oliguria, atau anuria. Temuan laboratorium
untuk kondisi ini kadar natrium serum > 144 mEq/I, berat jenis urine >
11,30. Ketika terjadi hipernatremia, tubuh berupaya mempertahankan air sebanyak
mungkin melalui reabsorpsi air di ginjal. Tekanan osmotik intertisial meningkat
dan cairan berpindah dari sel kedalam cairan ekstrasel sehingga menyebabkan
sel-sel menyusut dan mengganggu sebagaian besar proses fisiologis selular.
Terapi elektrolit pada hipernatremia adalah sebagai berikut.
1)
Hipernatremia dengan deplesi volume harus diatasi dengan
pemerian normal salin sampai hemodinamik stabil. Selanjutnya defisit air bisa
dikoreksi dengan dekstrosa 5% atau NaCl hipotonik.
2)
Hipernatremia dengan kelebihan volume diatasi dengan
diuresis, atau jika perlu dengan dialisis. Kemudian dekstrosa 5% diberikan
untuk mengganti defisit air.
3)
Defisit air tubuh ditaksir sebagai berikut.
Degisit = air tubuh (TBW) yang dikehendaki (liter) – air
tubuh sekarang air tubuh yang dikehendaki = (Na serum yang diukur) x (air tubuh
sekarang/Na serum normal)
Air tubuh sekarang = 0.6 x BB sekarang (kg)
Separuh dari defisit air yang dihitung harus diberikan
dalam 24 jam pertama, dan sisa defisit dikoreksi dalam satu atau dua hari untuk
menghindari edema serebral.
b.
Hipokalemia dan
hiperkalemia.
Hipokalemia adalah kekurangan kadar kalium di cairan
ekstrasel yang menyebabkan pindahnya kalium keluar sel. Akibatnya, ion hidrogen
dan kalium tertahan didalam sel dan menyebabkan gangguan atau perubahan pH
plasma. Gejala defisiensi kalium pertama kali terlihat pada otot yang meliputi
kelemahan, keletihan, penurunan kemampuan otot, distensi usus, penurunan bising
usus, serta denyut nadi yang tidak teratur. Pada pemeriksaan laboratorium
ditemukan nilai kalium serum <4 mEq/I, sedang pada pemeriksaan EKG didapat
gelombang T datar dan defresi segmen ST. Perubahan EKG cenderung terjadi saat
kadar kalium <3,0 mEq/I. Apabila parah, hipokalemia dapat memengaruhi
konduksi jantung dengan menyebabkan ketidakteraturan yang berbahaya bagi
jantung. Oleh karena itu rentang normal kalium terlalu pendek, maka toleransi
terhadap terjadinya fluktuasi dalam kadar kalium serum juga kecil. Hipokalemia
dapat diakibatkan dari beberapa kondisi seperti penggunaan diuretik yang
membuang kalium, seperti tiazed dan loop diuretik. Hal ini menjadi masalah
khusus jika klien juga menggunakan preparat digitalis karena hipokalemia
merupakan penyebab tersering terjadinya keracunan digitalis (pencernaan).
Terapi elektrolit pada hipokalemia adalah sebagai berikut.
1)
Defisit kalium sukar atau tidak mungkin dikoreksi jika
ada hipomagnesia. Ini sering terjadi pada penggunaan diuretik boros kalium.
Magnesium harus diganti jika kadar serum rendah.
2)
Terapi oral. Suplementasi K+ (20 mEq KCI) harus diberikan
pada awal terapi diuretik. Cek ulang kadar K+ dua sampai empat minggu setelah
suplementasi dimulai.
3)
Terapi intravena harus digunakan untuk hipokalemia berat
dan pada pasien yang tidak tahan dengan suplementasi oral. Dengan kecepatan
pemberian sebagai berikut.
a)
Jika kadar K+ serum >2,4 mWq/I dan tidak
ada kelainan EKG, K+ bisa diberikan dengan kecepatan 0 sampai 20
mEq/jam dengan pemberian maksimum 200 mEq per hari.
b)
Pada anak 0,5-1 mEq/ kg BB / dosis dalam satu jam. Dosis
tidak boleh melebihi dosis maksimum dewasa.
Hiperkalemia adalah kelenihan kadar kalium di cairan
ekstrasel. Kasus ini jarang sekali terjadi, kalaupun ada, tentu akan sangat
membahayakan kehidupan sebab akan menghambat transmisi impuls jantung dan
menyebabkan serangan jantung. Saat terjadi hiperkalemia, salah satu upaya yang
dapat dilakukan adalah memberikan insulin sebab insulin dapat membantu
mendorong kalium masuk kedalam sel. Penyebab utama hiperkalemia adalah gagal
ginjal, tetapi penyakit lain juga dapat menyebabkan peningkatan kalium. Adanya
penurunan fungsi ginjal akan mengurangi jumlah ekskresi kalium oleh ginjal.
Tanda dan gejala hiperkalemia sendiri meliputi cemas, iritabilitas, irama
jantung tidak teratur, hipotensi, parastesia, dan kelemahan. Pada pemeriksaan
laboratorium ditemukan nilai kalium serum > 5mEq/I, sedangkan pada
pemeriksaan EKG didapat gelombang T memuncak, QRS melebar, dan PR memanjang.
Terapi elektrolite pada hiperkalemia adalah sebagai berikut.
1)
Pemantauan EKG kontinue dianjurkan jika ada kelainan EKG
atau jika kaliumserum > 7 mEq/I.
2)
Kalsium glukonat dapat diberikan secara IV 10 ml larutan
10% selama 10 menit untuk menstabilkan miokard dan sistem konduksi jantung.
3)
Natrium bikarbonat (biknat) membuat darah menjadi alkali
dan menyebabkan kalium berpindah dari ekstraseluler ke intraseluler. Biknat
diberikan sebanyak 40 sampai 150 mEq NaHCO3IV selama 30 menit atau sebagai
bolus IV pada kedadruratan.
4)
Insulin menyebabkan perpindahan kalium dari cairan
ekstraseluler ke intraseluler. Lima sampai sepuluh unit regular insulin
sebaiknya diberikan dengan satu ampul glukosa 50% IV selama lima menit.
5)
Dialisis mungkin dibutuhkan pada kasus hiperkalemia berat
dan refrakter.
6)
Perbatasan kalium di indikasikan pada stadium lanjut
gagal ginjal (GFR <15 ml/menit)
c.
Hipokalsemia dan
hiperkalsemia.
Hipokalsemia adalah kekurangan kadar kalsium di cairan
ekstrasel. Bila berlangsung lama, kondisi ini dapat menyebabkan osteomalasia
sebab tubuh akan berusaha memenuhi kebutuhan kalsium dengan mengambilnya dari
tulang hipokalsemia mencerminkan penurunan kadar kalsium dalam serum dan
penurunan kalsium yang terionisasi serta dapat menyebabkan beberapa penyakit,
dan memengaruhi kelenjar tiroid dan paratiroid. Tanda dan gejala lupokalsemia
berhubungan secara langsung dengan peran fisiologis kalsium serum pada fungsi neuromuskular.
Tanda dan gejala hipokalsemia meliputi spasme dan tetani, peningkatan motilitas
gastrointestinal, gangguan kardiovaskular, dan osteoporosis. Temuan
laboratorium untuk kondisi ini meliputi kadar kalsium serum < 4,5 mEq/I atau
10 mg/100 ml serta memanjangnya interval Q-T. Selain itu, hipokalsemia juga
dapat dikaji dari dari tanda trosseau dan chvostek positif. Hiperkalsemia
adalah kelebihan kadar kalsium pada cairan ekstrasel. Jkondisi ini menyebabkan
penurunan ekstabilitas otot dan saraf yang pada akhirnya menimbulkan
flaksiditas. Sering kali, hiperkalsemia merupakan suatu gejala dari penyakit
pokok yang menyebabkan resopsi tulang berlebih disertai pelepasan kalsium.
Tanda dan gejala hiperkalsemia meliputi penurun kemampuan otot, anoreksia, mual,
muntah, kelemahan dan letargi, nyeri punggung serta seragam jantung. Temuan
laboratorium meliputi kadar kalsium serum > 5,8 mEq/I atau 10 mg/100 ml dan
peningkatan BUN akibat kekurangan cairan. Hasil rotgen menunjukkan osteoporosis
generalisata pembentukan kavitas tulang yang menyebar.
d.
Hipomagnesemia dan
hipermagnesemia.
Hipomagnesemia terjadi apabila kadar magnesium serum
kurang dari 1,5 mEq/I. Umumnya, kondisi ini disebabkan oleh konsumsi alkohol
yang berlebih, malnutrisi, diabetes melitus, gagal hati, absorpsi usus yang
buruk.penyebabnya adalah asupan yang tidak adekuat seperti pada malnutrisi dan
alkohplisme, absorpsi yang tidak adekuat seperti diare. Munta,
hipoparatiroidisme, kelebihan aldostero, dan poliuri menyebabkan gejala yang
mirip dengan hipokalsemia. Magnesium bekerja langsung pada sambungan
neuromuskular. Tanda dan gejalanya meliputi tremor, refleks tendon profunda yang hiperaktif, konfusi,
disorientasi, halusinasi, kejang, takikardia, dan hipertensi. Temuan
laboratorium untuk kondisi ini meliputi kadar magnesium serum <1,4 mEq/I.
Hipermagnesemia terjadi ketika konsentrasi magnesium serum meningkatnya kadar
magnesium didalam serum. Hipermagnesemia adalah kondisi konsentrasi magnesium
serum meningkat sampai di atas 2,5 mWq/I, penyebabnya adalah gagal ginjal dan
pemberian asupan magnesium parenteral yang berlebihan. Hipermagnesemia
menurunkan eksitabilitas sel-sel otot. Meski jarang ditemui, namun kondisi ini
dapat menimpa penderita gagal ginjal, terutama yang mengkomsusmsi penderita
gagal ginjal, hipermagnesemia meliputi aritmia jantung, defresi refleks tendon
frofunda, depresi pernapasan. Temuan laboratorium untuk kondisi ini meliputi
kadar magnesium serum >3,4 mWq/I.
e.
Hipokloremia dan
hiperkloremia.
Hipokloremia adalah penurunan kadar ion klorida dalam
serum. Hipokloremia terjadi jika kadar klorida serum turun sampai dibawah 100
mEq/I. Penyebabnya adalah muntahatau drainase nasogastrik. Bayi baru lahir yang
menderita diare dapat mengalami hipokloremia dengan cepat, beberapa obat-obatan
diuretik juga menyebabkan peningkatan ekskresi klorida. Ketika kadar klorida
serum menurun, tubuh beradaptasi dengan meningkatkan reabsorpsi ion bikarbonat
sehingga memengaruhi keseimbangan asam basa. Secara khusus, kondisi ini
disebabkan oleh kehilangan sekresi gastrointestinal yang berlebihan, seperti
muntah, diare, diuresis, serta pengisapan nasogastrik. Tanda dan gejala yang
muncul menyerupai alkalosis metabolik, yaitu apatis, kelemahan, kekacawan
mental, kram dan pusing. Temuan laboratorium untuk kondisi ini adalah nilai ion
klorida >95 mEq/I. Hiperkloremia adalah peningkatan kadar ion klorida dalam
serum. Hiperkloremia terjadi jika kadar klorida serum meningkat sampai di atas
106 mEq/I, menyebabkan penurunan nilai bikarbonat serum. Hipokloremia dan hiperkloremia
jarang terjadi sebagai proses penyakit yang tunggal, tetapi berhubungan dengan
ketidakseimbangan asam-basa. Kondisi ini kerap dikaitkan dengan hipernatremia,
khususnya saat terdapat dehidrasi dan masalah ginjal. Kondisi hiperkloremia
menyebabkan penurunan bikarbonat sehingga menimbulkan ketidakseimbangan
asam-basa. Lebih lanjut. Kondisi ini bisa menyebabkan kelemahan, latargi, dan
pernapasan kussmaul. Temuan laboratoriumnya adalah nilai ion klorida > 105
mEq/I.
f.
Hipofosfatemia dan
hiperfosfatemia.
Hipofosfatemia adalah penurunan kadar fosfat di
dalam serum.kondisi ini dapat muncul akibat penurunan absorpsi fosfat di usus,
peningkatan ambilan fosfat untuk tulang. Temuan laboratorium unruk kondisi ini
adalah nilai fosfat <2,8 mg/dl. Hiperfosfatemia adalah peningkatan kadar ion
fosfat dalam serum. Kondisi ini dapat muncul pada kasus gagal ginjal atau saat
kadar hormon kalsium berbanding terbalik dengan fosfat, peningkatan motilitas
usus, masalah kardiovaskular seperti penurunan kontraktilitas jantung/gejala
gagal jantung, serta osteoporosis.temuan laboratoriumnya adalah nilai ion
fosfat > 4,4 mg/dl atau >3,0 mEq/I.
Comments
Post a Comment