Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Cairan dan
Elektrolit
1.
Pengkajian
Pengkajian keperawatan secara umum pada pasien dengan gangguan atau
resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit difokuskan pada hal-hal
seperti riwayat keperawatan, pengukuran klinis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium.
a.
Riwayat Keperawatan
Pengkajian riwayat keperawatan penting untuk
mengetahui klien yang beresiko mengalami gangguan keseiombangan cairan dan
elektrolit. Pengkajian tersebut meliputi sebagai berikut.
1)
Asupan cairan dan makanan (oral dan parenteral), haluaran cairan.
2)
Tanda dan gejala gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
3)
Proses penyakit yang menyebabkan gangguan homeostasis cairan dan
elektrolit.
4)
Pengobatan tertentu yang tengah dijalani yang dapat mengganggu status
cairan.
5)
Status perkembangan (usia atau kondisi sosial).
6)
Faktor psikologis (prilaku emosional).
Sementara itu, menurut Metheny (1991) ada
enam hal yang perlu ditanyakan untuk menilai status cairan dan elektrolit pasien,
yaitu sebagai berikut.
1)
Apakah saat ini ada penyakit atau cedera ynag dapat mengacaukan
keseimbangan cairan dan elektrolit?
2)
Apakah pasien mendapat terapai cairan parenteral atau pengobatan lain
yang dapat mengganggu keseimbangan cairan?
3)
Apakah ada pengeluaran cairan tubuh yang abnormal? Jika ya, dari mana?
Apa tipe ketidak seimbangan yang biasanya menyertai pengeluaran cairan itu?
4)
Apakah ada pembatasan diet (misalnya diet rendah garam)? Jika ya,
bagaimana hal itu bisa memengaruhi keseimbangan cairan?
5)
Apakah pasien menerima air dan zat gizi lain melalui oral atau urine
lain dalam jumlah yang cukup? Jika tidak, sudah berapa lama pasien menerima
asupan yang tidak adekuat tersebut?
6)
Bagaimana perbandingan antara asuapan cairan total dengan haluaran cairan
totalnya?
b.
Pengukuran Klinis
Pengukuran klinis sederhana yang dapat
perawat lakukan tanpa instruksi dari dokter adalah pengukuran tanda-tanda
vital, penimbangan berat badan, serta pengukuran asupan, dan haluran cairan.
1)
Berat badan. Pengukuran berat badan dilakuakan disaat yang sam dengan menggunakan
pakaian yang beratnya sama. Peningkatan atau penurunan 1 kg berat badan serta
dengan penamabahan atau pengeluaran satu liter cairan.
2)
Tanda-tanda vital. Perubahan tanda-tanda vita (suhu, nadi, pernapasan, dan tekanan darah
serta tingkat kesadaran) bisa mendakan gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolitt.
3)
Asupan cairan. Asupan cairan meliputi cairan oral (NGT dan oral), cairan pariental
(obat-obat intravena), makanan yang mengandung air, irigasi kateter. Kaji
manifestasi pengukuran klinik melalui cairan hipertonik adalah cairan yang
konsentrasi zat terlarut/kepekatannya melebihi cairan tubuh, contohnya larutan
dekstrosa 5% dan NaCl normal, dekstrosa 5% dalam RL, dekstrosa 5% dalam NaCl
0,45%. Cairan hipotonik adalah cairan yang konsentrasi zat terlarut/ kepekatannya kurang.
4)
Haluaran cairan/kaji input output. Haluaran cairan meliputi urine (volume,
kepekatan), fases (jumlah, konsistensi), drainase, dan IWL.
5)
Status hidrasi. Status hidrasi meliputi adanya edema, rasa haus yang berlebihan,
kekeringan pada membran mukosa.
6)
Proses penyakit. Kondisi penyakit yang dapat mengganggu keseimbangan cairan dan
elektrolit (misalnya deabetes melitus, kanker, luka bakar, hematemesis, dan
lain-lain).
7)
Riwayat pengobatan. Obat-obat atau terapi yang dapat mengganggu keseimbangan cairan dan
elektrolit (misalnya steroid, diuretik, dialisis).
c.
Pemeriksaan fisik
1)
Integumen:
turgor kulit, edema, kelemahan otot, tetani, dan sensai rasa.
2)
Kardiovaskular: distensi vena jugularis, tekanan darah, dan bunyi jantung.
3)
Mata:
cekung, air mata kering.
4)
Neurologi: refleks, gangguan motorik dan sensorik, tingkat kesadaran.
5)
Gastrointestinal: mukosa mulut, mulut, lidah, bising usus.
d.
Pemeriksaan Laboratorium
1)
Pemeriksaan darah lengkap. Pemeriksaan ini meliputi jumlah sel darah merah,
hemoglobin (Hb), dan hematokrit (Ht).
a)
Ht naik: adanya dehidrasi berat dan gejala syok.
b)
Ht turun: adanya perdarahan akut, masif, dan reaksi hemolitik.
c)
Hb naik: adanya hemokonsentrasi.
d)
Hb turun: adanya perdarahan hebat, reaksi hemolitik.
2)
Pemeriksaan elektrolit serum. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui
kadar natrium, kalium, klorida, ion bikarbonat.
3)
pH dan berat jenis urine. Berat jenis menunjukan kemampuan ginjal untuk mengatur
konsentrasi urine. Normalnya, pH urine adalah 4,5-8 dan berat jenisnya
1,003-1,030.
4)
Analisis gas darah. Biasanya, yang diperiksa adalah pH, PO2,HCO3-,PCO2
dan saturasi O2. Nilai PCO2 normal 35-40 mmHg, PO2
normal 80-100 mmHg, HCO3- normal 25-29 mEq/l. Sementara
saturasi O2 adalah perbandingan oksigen dalam darah dengan jumlah
oksigen yang dapat dibawa oleh darah, normalnya di arteri (95%-98%) dan vena
(60%-85%).
e.
Interpretasi
1)
Asidosis
a)
CO2 naik :CO2+H2O →H2CO2
b)
HCO3- turun :HCO3-
bersifat basa
2)
Alkalosis
a)
CO2 turun :tidak
terbentuk asam bikarbonat
b)
HCO3- naik
:kadar basa naik
Pada ketidak seimbangan asam-basa karena
proses respiratorik, nilai pH dan PCO2 tidak normal. Sebaliknya,
bila kondisi tersebut disebabkan oleh proses metabolik, nilai pH dan HCO3-
keduanya meningakat atau rendah.
2.
Penetapan Diagnosis
Menurut NANDA (2003), masalahnya keperawatan
utama untuk masalah gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit meliputi
sebagai berikut.
- Kekurangan
volume cairan
- Kelebihan
volume cairan
- Risisko
kekurangan volume cairan
- Risiko
ketidak seimbangan volume cairan
- Gangguan
pertukaran gas
3.
Perencanaan dan Implementasi
Berdasarkan NANDA (2003), diagnosa
keperawatan untuk masalah gangguan pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit
meliputi lima diagnosis. Namun, dalam pembahasan kali ini akan diuraikan dua
diagnosis umum, yakni kekurangan volume cairan dan kelebihan volume
cairan .
Secara umum, tujuan intervensi keperawatan
untuk maslah cairan dan elektrolit meliputi mempertahankan keseimbnagan asupan dan
haluaran cairan, mengoreksi defisit volume cairan dan elektrolit, mengurangi overload,
mempertahankan berat jenis urine dalam batas normal, menunjukan prilaku yang
dapat meningkatan keseimbangan cairan elektrolit dan asam basa, serta mencegah
komplikasi akibat pemberian terapi.
- Kekurangan
volume cairan yang berhubungan dengan hal sebagai berikut.
1)
Haluaran urine yang berlebihan (misalnya diabetes insipidus).
2)
Pengeluaran cairan sekunder akibat demam, drainase yang abnormal,
peritonitis, atau diare.
3)
Mual/muntah
4)
Kesulitan menelan atau minum sendiri, sekunder akibat sakit tenggorokan.
5)
Asupan cairan yang kuarang saat berolahraga atau karena kondisi cuaca.
6)
Penggunaan laksatif dan diuretik yang berlebihan.
Kriteria Hasil
Klien akan mempertahankan berat jenis urine
dalam rentang normal.
Indikator
1)
Meningkatan asupan cairan hingga jumlah tertentu, sesuai dengan usia dan
kebutuhan metabolik.
2)
Mengidentifikasi faktor resiko defisit cairan dan menjelaskan perlunya
meningkatkan asupan cairan sesuai indikasi.
3)
Tidak memperlihatkan tanda dan gejala dehidrasi.
Intervensi Umum
Mandiri
1)
Kaji faktor penyebab (misalnya ketidak mampuan untuk minum sendiri,
gangguan menelan, sakit tenggorokan, asupan cairan yang kurang sebelum
berolahrahga, kurang pengetahuan, atau tidak suka dengan minuman yang
tersedia).
2)
Kaji pemahaman klien tentang perlunya mempertahankan hidrasi yang
adekuat serta metode untuk memenuhi asupan cairan.
3)
Kaji minuman yang disukai dan tidak disukai klien dan rencanakan
pemberian asupan secara bertahap (misal 1.000 ml di siang hari, 800 ml di sore
hari, dan 300 ml di malam hari).
4)
Bila klien mengalami sakit tenggorokan, tawarkan minuman yang hangat
atau dingin, pertimbangkan pemberian es.
5)
Bila klien sangat lelah atau lemah, anjurkan klien untuk istirahat
sebelum makan dan berikancairan dalam jumlah sedeikit tetapi sering.
6)
Anjurkan klien membuat buku catatan yang berisi asupan cairan, haluaran
urine, dan berat badan harian.
7)
Pantau asupan cairan klien (minimal 2.000 ml cairan oral per hari).
8)
Pantau haluran urine klien (minimal 1.000-1.500 ml per hari).
9)
Timbang badan setiap hari di waktu yang sama dan dengan pakaian yang
sama. Penurunan berat badan 2-4%
(dehidrasi ringan), 5-9% (dehidrasi sedang).
10) Pantau BUN, osmolaritas, dan elektrolit serum
dan urine, kadar kreatyinin, hematokrit, dan hemoglobin.
11) Jelaskan bahwa kopi, teh, dan jus merupakan
diuretik yang bisa menyebabkan kehilangan cairan.
12) Pertimbangkan jenis obat-obatan serta kondisi
lain yang bisa menyebabkan kehilangan cairan berlebihan (misal pemberian
diuretik, muntah, diare, demam).
13) Lakukan penyuluhan kesehatan sesuai indikasi.
14) Bagi para olahragawan, tekankan pentingnya
hidrasi yang adekuat sebelum dan selama berolahraga.
Kolabrasi
Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian
terapi intravena.
Rasional
1)
Kondiasi dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus.
Akibatnya, haluaran urine tidak dapat membersihkan limbah secara adekuat
sehingga kadar BUN dan elektroit meningkat.
2)
Pengukuran berat badan yang akurat dapat mendeteksi kehilangan cairan.
3)
Untuk memmantau berat badan secara efektif, penimbangan harus dilakukan
disaat yang sama dengan mengenakan pakaian yang beratnya hampir sama.
4)
Konsumsi gula, alkohol, dan kafein dalam jumlah besar dapat
meningkatakan produksi urine dan menyebabkan dehidrasi.
- Kelebihan
volume cairan yang berhubungan dengan hal sebagai berikut.
1)
Gangguan mekanisme regulator, sekunder akibat gagal ginjal, abnormalitas
sistemik dan metabolik, disfungsi endokrin, lipidemia.
2)
Retensi natrium dan air, sekunder akibat terapi kortikosteroid.
3)
Asupan natrium/air yang berlebihan.
4)
Asupan protein yang rendah (diet, malnutrisi).
5)
Bendungan vena dependen/stasis vena, sekunder akibat imobilitas, berdiri
atau duduk terlalu lama.
Kriteria Hasil
Klien akan memperlihatkan berkurangnya edema
(sebutkan areanya).
Indikator
1)
Menjelaskan faktor-faktor penyebab.
2)
Menjelaskan metode pencegahan edema.
Intervensi Umum
1)
Identifikasi faktor penyebab (kelebihan asupan natrium, asupan protein
yang tidak adekuat, stasis vena, imobilitas, kurang pengetahuan, dan
lain-lain).
2)
Catat asupan makanan dan cairan setiap hari dan setiap minggu, kaji
keadekuatan asupan protein dan natrium.
3)
Buat menu mingguan yang memenuhi kebutuhan protein dengan biaya yang
terjangkau oleh klien.
4)
Kurangi asupan garam, pertimbangkan penggunaan garam pengganti.
5)
Kaji adanya stasis vena atau bendungan vena.
6)
Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas horizontal (meninggikan kaki)
dan ktivitas vertikal (berdiri) secra bergantian, hindari menyilangkan kaki.
7)
Letakan ekstremitas yang edema lebih tinggi dari jantung (kecuali ada
kontraindikasi)
8)
Lakukan prosedur keperawatan (misal mengukur tekanan darah, memberikan
cairan IV) pada ekstremitas yang tidak mengalami edema.
9)
Kurangi konstriksi pembuluh darah, hindari mrnggunakan stocking
setinggi lutut, pertimbangkan pengguanan stocking antiembolisme.
10) Periksa ektremitas secara sering untuk
melihat keadekuatan sirkulasi dan adanya tanda-tanda area konstriksi.
11) Pada klien imobilisasi, rencanakan latihan
ROM aktif atau pasif untuk semua ektremitas setiap empat jam, termasuk
dorsofleksi kaki guna memasase vena.
12) Ubah posisi individu sedikitnya setiap dua
jam dengan empat posisi (miring kanan, miring kiri, terlentang, terlungkup),
jika tidak ada kontraindikasi.
13) Berikan penjelasan verbal dan tertulis
tentang obat-obat yang digunakan, terutama obat-obat yang memengaruhi
keseimbangan cairan (misal diuretik, steroid)
14) Pada klien yang mengalami edema berat,
timbang berat badan setiap pagi dan malam hari, dan buat catatannya.
15) Ingatkan klien untuk segera menghubungi
dokter jika terjadi edema/penambahan berat badan yang berlebihan (> 1
kg/hari), karena hal ini bisa mengindikasikan masalah jantung dini.
Rasional
1)
Edema menghambat aliran darah menuju jaringan, akibatnya nutrisi sel
menjadi buruk dan kerentanan terhadap cedera meningkat.
2)
Asupan natrium yang tinggi menyebabkan retensi cairan. Makan yang tinggi
natrium antara lain kudapan asin, keju cheddar, acar, kecap, MSG,
sayuran kaleng, mustard. Beberapa obat bebas seperti antasida, juga
tinggi natrium.
3)
Kartikosteroid mengandung unsur glukokortikoid dan mineralokortikoid
yang meningkatkan reabsorpsi natrium dan ekskresi kalium di tubulus ginjal.
Retensi natrium menyebabkan peningkatan volume cairan ekstraseluler dengan
mencegah ekskresi cairan.
4)
Edema terjadi setelah cairan ekstraseluler yang meningkat memasuki ruang
interstisial dan darah sehingga volume cairan interstisial dan darah meningkat.
Comments
Post a Comment